Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Waspada Apati, Jangan Biarkan Anak Terlampau Malas

14 Januari 2023   21:45 Diperbarui: 15 Januari 2023   10:05 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak malas melakukan aktivitas| Dok Freepik via Kompas.com

Pernah nggak kita melihat seorang anak yang cenderung terlampau malas? Nyaris sepanjang hari tidur, enggan beraktivitas di luar rumah, malas makan, malas mandi, tidak memiliki hasrat untuk berinteraksi dengan keluarga atau hampir tidak pernah keluar dari kamar.

Tentu sangat menyebalkan ya jika kita melihat pemandangan seperti ini di rumah. Biasanya, anak seperti ini akan berpenampilan kusut, kamarnya berantakan dan tidak memiliki teman dalam kesehariannya. Ia akan sibuk dengan dunianya sendiri, tidak peduli dengan keadaan lingkungan sekitarnya.

Kondisi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga. Anak seperti ini akan membawa dampak yang kurang positif bagi anggota keluarga lainnya. Boro-boro good vibes, yang ada orangtua akan lebih sering marah-marah melihat anaknya yang terlampau malas. Aktivitas keluarga juga menjadi terhambat.

Bukan itu saja, kesehatan sang anak pun menjadi tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak? Anak jarang mandi, jarang makan, tidak menjaga kebersihan dan bisa memicu pelbagai penyakit akibat kurangnya gerak dan olahraga serta asupan gizi yang cukup.

Waspada Apati, Jangan Biarkan Anak Terlampau Malas

Pernah mendengar apati? 

Tidak berbeda dengan apatis, karena apati memang bagian dari apatis. Apati merupakan suatu keadaan di mana seseorang memiliki ketiadaan motivasi dan antusiasme dalam melakukan suatu aktivitas.

Bagi awam, gejala apati memang terlihat sebagai pemalas. Padahal, apati berbeda dengan kemalasan. Jika malas merupakan perbuatan yang ditunjukkan lebih disebabkan faktor-faktor di luar dirinya, sementara apati justru dipicu dari adanya permasalahan dalam dirinya. Bisa dikatakan, ada gangguan dalam diri seseorang, baik fisik maupun mentalnya sehingga menjadi pribadi yang apati. 

Bahkan, beberapa penelitian di Amerika menyebutkan bahwa apati ini merupakan penanda pelbagai penyakit seperti Parkinson, multiple sclerosis, depresi hingga jantung.

Berbeda dengan malas, penyandang apati ini melakukan "kemalasan" bukan atas keinginannya, tetapi memang karena adanya gangguan di dalam dirinya. 

Seorang dokter ahli saraf, Prof.Masud Husain mengungkapkan bahwa pada orang-orang apati, koneksi otaknya tidak berjalan dengan baik. Bagian otak yang disebut premotor cortex tidak mampu mendorong seseorang untuk menentukan keputusannya melakukan aksi atau aktivitas. 

Akibatnya, seseorang dengan apati tidak memiliki hasrat, motivasi atau dorongan untuk beraktivitas secara aktif laiknya aktivitas umum manusia lainnya.

Ilustrasi anak malas-malasan tidur seharian (sumber:via kompas.com)
Ilustrasi anak malas-malasan tidur seharian (sumber:via kompas.com)

Berikut beberapa pertanda anak atau remaja yang patut untuk diwaspadai sebagai apati:

Pertama, malas yang berlebihan. 

Ya, anak yang apati akan terlampau malas untuk melakukan aktivitas apapun, bahkan aktivitas normal manusia seperti mandi, makan, minum, mengobrol, dll.

Kedua, anak merasa enjoy dengan kesendirian dan kemalasannya. 

Jika kita yang melihatnya akan kesal, justru berbeda dengan mereka. Mereka merasa tidak memiliki masalah dalam hidupnya. Sepanjang hari tidur dan tidak keluar kamar merupakan hal yang nyaman untuk mereka.

Ketiga, kondisi diri yang kusut/kucel atau kamar yang berantakan. 

Jika malas biasa mungkin lebih ke tidak rapi, tapi kalau apati sangat berantakan, misalnya sampah yang berserakan di kamar, buku-buku bertebaran, aroma bau yang sangat menyengat, dll. Kondisi diri yang kusut seperti rambut menggimbal, bau tidak sedap, penyakit kulit, dll.

Keempat, anak apati jarang mengindahkan nasihat orangtua. 

Mereka akan beraktivitas karena desakan dari orangtua, misalnya mandi setelah diomeli, membersihkan kamar setelah dimarahi atau makan jika disuapi. Namun, esoknya mereka akan kembali apati dan tidak terdorong untuk beraktivitas normal lagi.

Kelima, tidak ada beban. 

Ya, anak apati akan terlihat baik-baik saja dan tidak ada beban dalam dirinya. Mereka tidak menjadikan omelan atau amarah orangtua menjadi beban. Karena itu memang bukan keinginannya, tapi datang dari gangguan di bagian otaknya.

Keenam, tidak tertarik untuk berinteraksi. 

Mereka akan mengunci diri di kamar agar lebih leluasa tidur atau bermalas-malasan di dalam kamar. Mereka akan menghindari kontak dan interaksi dengan siapapun termasuk anggota keluarga lainnya.

Ketujuh, tidak memiliki kepekaan empati. 

Kebiasaan mereka yang cenderung menghindari interaksi dengan orang lain, maka tak heran jika mereka tidak memiliki kepekaan empati terhadap orang lain. Bahkan, mereka tidak mampu berekspresi secara emosional ketika melihat sesuatu hal.

Lantas, apa yang bisa dilakukan orangtua jika melihat tanda-tanda tersebut?

Banyak hal yang bisa dilakukan oleh orangtua agar anaknya tidak mengalami apati. Orangtua harus cepat tanggap ketika mendapati anaknya yang bergejala seperti di atas. Jangan sampai orangtua kecolongan dan anaknya mengalami apati yang berat.

Berikut beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan oleh orangtua:

Pertama, komunikasi yang baik. 

Jalin komunikasi yang baik dengan anak. Komunikasi harus dia arah. Ajak anak untuk sering ngobrol dan berinteraksi. Hal ini untuk melatih otak premotor cortex-nya agar bekerja dengan normal.

Kedua, beraktivitas bersama. 

Ingat, apati terjadi bukan atas keinginan sang anak. Ini artinya, harus ada stimulus dari orangtua. Jika hanya mengandalkan kesadaran mereka, maka ini akan sia-sia. 

Oleh karena itu, orangtua harus aktif mengajak anak untuk beraktivitas bersama, seperti olahraga bersama, makan di restoran, nonton, rekreasi, berkebun, beberes rumah, memasak bersama, beribadah bersama, dll.

Ketiga, latih kedisiplinan. 

Latih kedisiplinan anak, mulai dari hal-hal yang kecil, seperti membereskan kamar, makan, mandi, menyiram bunga, dll. Kita bisa membuat jadwal yang harus dipatuhi. Buat komitmen tentang reward dan punishment jika jadwal dan aturan lainnya dilanggar.

Keempat, ajarkan rasa tanggung jawab. 

Coba beri anak kepercayaan agar ia memiliki rasa tanggung jawab dengan kepercayaan yang kita berikan. Misalnya, memercayakan anak untuk mengurus kucing peliharaan, memberi kepercayaan kepada anak untuk menanak nasi atau memberi kesempatan anak untuk mengatur keuangannya sendiri, dll.

Kelima, berhenti untuk underestimate. 

Ya, jangan pernah menyepelekan atau menganggap anak tidak mampu dalam berbagai hal. Sebaliknya, dorong semangatnya untuk terus maju dan memerangi rasa malasnya.

Keenam, libatkan ia dalam pengambilan keputusan. 

Anak seperti ini jangan malah dijauhi atau dicueki. Tetap libatkan ia dalam segala hal termasuk dalam hal pengambilan keputusan, misalnya saat menentukan tujuan liburan, saat diskusi tentang suatu persoalan, dsb. Dengan melibatkan anak, ia akan merasa berarti dan dihargai.

Ketujuh, beri pujian. 

Jangan lupa untuk memberi pujian dan pelukan hangat saat mereka mampu mengerjakan aktivitasnya dengan baik. Pujian ini berfungsi untuk meningkatkan kepercayaan dirinya.

Kedelapan, perhatikan asupan gizi anak. 

Ini penting, karena salah satu pemicu apati ini adalah anemia dan stres. Anemia sangat berkaitan dengan tercukupi atau tidaknya asupan gizi sang anak. Ketika asupan gizinya baik, maka dapat memperbaiki kinerja otak dan tubuh lainnya.

Kesembilan, pendekatan agama. 

Tingkatkan keimanan anak. Mendekatkan diri kepada Tuhan adalah salah satu jalan terbaik untuk mengatasi segala permasalahan dalam kehidupan.

Kesepuluh, konsultasi kepada ahli. 

Jika sudah tidak memungkinkan lagi, tidak ada salahnya orangtua mengajak anak untuk berkonsultasi dengan ahli, seperti psikolog untuk memeroleh solusi yang tepat.

Nah, bagaimana? Sudah bisa membedakan antara malas yang biasa dengan malas apati? Meski terlihat tidak terlalu membahayakan, namun faktanya apati ini dapat mengubah seseorang menjadi pribadi yang negatif. Jika demikian, tentu ini akan menjadi ancaman, bukan hanya terhadap diri sendiri namun juga orang lain.
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun