Mereka akan beraktivitas karena desakan dari orangtua, misalnya mandi setelah diomeli, membersihkan kamar setelah dimarahi atau makan jika disuapi. Namun, esoknya mereka akan kembali apati dan tidak terdorong untuk beraktivitas normal lagi.
Kelima, tidak ada beban.Â
Ya, anak apati akan terlihat baik-baik saja dan tidak ada beban dalam dirinya. Mereka tidak menjadikan omelan atau amarah orangtua menjadi beban. Karena itu memang bukan keinginannya, tapi datang dari gangguan di bagian otaknya.
Keenam, tidak tertarik untuk berinteraksi.Â
Mereka akan mengunci diri di kamar agar lebih leluasa tidur atau bermalas-malasan di dalam kamar. Mereka akan menghindari kontak dan interaksi dengan siapapun termasuk anggota keluarga lainnya.
Ketujuh, tidak memiliki kepekaan empati.Â
Kebiasaan mereka yang cenderung menghindari interaksi dengan orang lain, maka tak heran jika mereka tidak memiliki kepekaan empati terhadap orang lain. Bahkan, mereka tidak mampu berekspresi secara emosional ketika melihat sesuatu hal.
Lantas, apa yang bisa dilakukan orangtua jika melihat tanda-tanda tersebut?
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh orangtua agar anaknya tidak mengalami apati. Orangtua harus cepat tanggap ketika mendapati anaknya yang bergejala seperti di atas. Jangan sampai orangtua kecolongan dan anaknya mengalami apati yang berat.
Berikut beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan oleh orangtua:
Pertama, komunikasi yang baik.Â