Mohon tunggu...
fidyan
fidyan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

lulus ma'had

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Melanggar Hukum Positif dan Melanggar Hukum Islam

8 Desember 2015   13:56 Diperbarui: 8 Desember 2015   14:48 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

     Perlu ditanamkan pancasila sebagai alat pemersatu, justru negara kita terdiri dari 3000 pulau, dengan macam-macam bahasa suku bangsa kebiasaan, adat, tata cara, bahan makanan, lingkungan, dsb. Kecakapan guru untuk menghubungkan sesuatu mata pelajaran dengan sila-sila dalam pancasila, sangat dibutuhkan. Bahkan harus dijadikan tujuan pendidikan, disamping tujuan pengajaran.

  1. Sampai dengan umur 18 th, anak duduk di Sekolah Lanjutan. Mereka secara psikophisis, berada di dalam masa pubertas. Dimasa ini para remaja berada didalam keadaan serba tidak menentu. Bimbang ragu, pemenung tetai juga petualang, pemikir tetapi juga pelamun, pemberani tetapi juga penakut, kadang-kadang optimis tetapi juga pesimis. Secara phisis mereka memang sedang berada dalam pertumbuhan jasmani yang optimal. Pertumbuhan tubuhnya menemukan fromnya yang sebenar-benarnya dan hampir tidak akan mengalami pertumbuhan dan pertambahan lagi. Urat-uratnya, pembuluh-pembuluhnya, kelenjar-kelenjarnya seluruhnya telah tumbuh lengkap dan mencapai fungsinya sebagai mana mestinya.

     Pada masa ini, para ramaja harus remaja harus sampai pada taraf menjawab tantangan bagaimna kita harus ber pancasila. Apa pancasila dan mengapa harus ber pancasila, harus benar-benar sudah dikuasai supaya dapat ditingkatkan bagaimana. Ini berarti mereka baru saja hafal, tahu atau mengerti, melaikan harus sudah menghayati apa pancasila itu, sebagai bahan untuk dapat menjawab ber Pancasila itu, yang berarti bagaimana mereka harus berbuat dalam kehidupn sehari-hari, sebagai individu yang berkepribadiaan yang pancasila.

  1. Sampai dengan 24 th, individu sudah berada dalam tingkat dewasa. Ia sudah dapat bertanggung jawab sendiri dalam segala tindakan dan perbuatannya. Kepribadian pancasila sudah sangan terpancar dalam sikapnya, tindakannya, dan dalam cara berfikirnya. Mereka para mahasiswa tidak ada lagi tantangannya kecuali kesanggupan untuk mengamalkan kepribadian pancasilanya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan akan tumbuh menjadi seorang pemimpin atau tidakah mereka itu, bukan harus diuji dengan kemahiran untuk berverbal-verbal dengan kata pancasila dengan kata pancasila, melaikan untuk dilihat bagaimna tata kehidupannya dalam keluarga, bagaimna kehidupannya ditengah masyarakat, bagaimna sikapnya terhadap orang yang manapun, dimanapun dalam keadaan apapun. Kekayaan pengetahuan dalm sesuatu bidang bukanlah syarat sebagai seorang pemimpin.

     Para mahasiswa sebagai calon pemimpin, bukanlah mereka yang berani dan berhasil menentang arus, melainkan yang dapat mengendalikan arus untuk diambil manfaatnya bagi kehidupan masyarakat luas.[7]

Fakta sosial pemberlakuan hukum

  1. Pelanggaran Lalu Lintas

Pemerintah memang telah membuat peraturan tentang tertib lalu lintas. Tetapi tindak lanjut dari pemerintah sangatlah kurang. Meskipun dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 293 ayat 1 yang berbunyi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Tetapi tidak ada tindak lanjut dari kebijakan tersebut. Sehingga masyarakat tidak takut jika mereka melanggar peraturan yang dibuat pemerintah. Bahkan dari mereka meremehkan fungsi lampu utama. Contohnya saja pada keadaan tertentu seperti waktu terjadi kabut seharusnya kita menyalakan lampu utama. Tetapi mereka tidak menghiraukan itu, mereka anggap itu tidak penting untuk keselamatan mereka. Kurangnya sosialisi baik dari pemerintah ataupun dari pihak kepolisian tentang pentingnya tertib lalu lintas di jalan pada kalangan remaja. Hampir tidak pernah ada sosialisasi mengenai apa yang dimaksud dengan lalu lintas, rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya yang berhubungan dengan lalu lintas. Adapun sosialisasi hanya terbatas. Dan sosialisasi yang kurang menarik merupakan salah satu kendala untuk mewujudkan budaya lalu lintas.

Mengapa hal di atas, dapat menjadi kendala dalam mewujudkan budaya tertib lalu lintas di jalan. Karena dengan adanya ego masyarakat yang masih labil sangat mengancam keselamatan mereka. Ketika kondisi pemakai jalan yaitu kalangan masyarakat sekaligus kondisi batin mereka yang tidak stabil maka mereka tidak akan menghiraukan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Bahkan mereka sering melamun ketika berkendara, tidak melihat warna lampu merah, berkendara dengan kecepatan tinggi, dan masih banyak lagi. Mereka bersikap seperti itu karena mereka ingin meluapkan semua egonya ketika di jalan tanpa mempertimbangkan keselamatan mereka. Sehingga kendala inilah yang sering terjadi pada kalangan masyarakat. Mereka belum merasa percaya diri terhadap dirinya sendiri. Ego yang labil ini tidak hanya membahayakan diri sendiri tetapi juga membahayakan pemakai jalan yang lain.

 

  1. Pelanggaran Hukum Islam (Berpacaran)

Menurut kaum ‘sekuler’ masalah pacaran boleh saja dan tidak perlu dihalang-halangi apalagi di larang asalkan suka sama suka. Jawaban ini didasarkan atas adanya ide kebebasan individu dan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut hukum ini manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan kehendak. Jadi menurut mereka yang berpendapat seperti ini pacaran dianggap boleh berdasarkan dalil ‘kebebasan individu’ asal tidak merugikan dan mengganggu hak-hak orang lain.Ada juga pendapat yang membolehkan pacaran asal tidak melakukan ‘sesuatu’ yang berakibat kehamilan di luar nikah. Kelompok ini punya dalil bahwa hal-hal yang wajar dilakukan seperti jalan berdua, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, nonton bareng, bahkan ikut ‘bobo’ di rumah pasangan tidak mengapa, asalkan tidak melakukan aktivitas ‘bersebadan’ dengan pacar. (Na’udzu billah).Ada juga kelompok yang mengatakan bahwa pacaran, berperilaku serba bebas (Permisivisme), jalan berdua, atau bersepi-sepian merupakan sesuatu yang tidak boleh. Tetapi kalau untuk telepon, surat-menyurat hal itu boleh saja karena tidak terjadi interaksi langsung. Menurut pendapat ini hal tersebut telah sesuai dengan norma-norma syari’at Agama.Islam merupakan agama yang sempurna. Di dalam menjawab persoalan tersebut, Islam memandang bahwa sebelum menyatakan suatu perbuatan itu boleh atau tidak, maka perlu diselidiki fakta mengenai perbuatan yang akan dihukumi tersebut. Termasuk dalam hal ini fenomena pacaran. Pada faktanya pacaran merupakan suatu bentuk interaksi diantara dua insan yang saling menyukai di luar hubungan yang sah (nikah). Aktifitas pacaran yang paling ringan adalah surat-menyurat atau saling telepon kemudian bertemu untuk menumpahkan perasaan masing-masing sampai akhirnya dilaksanakan perbuatan serba boleh itu. Atau kegiatan yang berada di antara yang disebutkan tadi. Secara fakta, kenapa ajaran Islam melarang terhadap aktifitas yang satu ini?

  1. Untuk menjaga diri dari kemaksiatan; karena orang yang berpacaran seringkali lepas kendali dari norma-norma ajaran Islam yang menjadi batasan bagi dua insan bukan mahrom yang berlainan jenis tanpa tali pernikahan.
  2. Karena akan mendapat kerugian, disadari atau tidak orang tersebut telah merugikan diri sendiri dengan cara mengorbankan waktu maupun dana, khususnya bagi generasi muda Islam, baik dari kalangan anak sekolah, mahasiswa, santri, remaja masjid, karyawan dan sebagainya yang ingin hidupnya terhindar dari sipat boros. Karena dana-dana yang dimiliki baik pemberian orang tua maupun hasil dari kerja sendiri tentunya tidak ingin kalau hartanya itu tidak bermanfaat. Apalagi dipakai untuk sesuatu yang akan menimbulkan bencana dan dosa.Islam menyandarkan sesuatu bukan berdasarkan akibat dilapangan. Melainkan Islam memandang kepada kekuatan dalil-dalil syara’ yang merupakan hukum dari Allah SWT yang Maha Mengetahui hakekat kehidupan manusia, dalam hal ini Allah SWT berfirman:
    “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa : 32).

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:

Hai golongan pemuda ! Barangsiapa diantara kamu mampu menikah, hendaklah ia nikah, karena yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia puasa, karena (puasa) itu menahan nafsu baginya”. (HR. Bukhori-Muslim).

                            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun