"Aku tertabrak Truk ketika menyelamatkan seekor kucing di tengah jalan raya, Â kaki-ku terlindas ban dan ketika sadar di Rumah Sakit, kedua kakiku sudah hilang. Harga yang terlalu mahal untuk sebuah penyelamatan kucing".
Sera terdiam sejenak, tampak berpikir apa yang harus ia katakan.
"Apa kucing itu selamat ?"
"Apa kau lebih peduli dengan kucing itu dibanding hidupku yang hancur ?" Keketusan kembali mewarnai nada bicara Awan.
"Hidupmu tidak hancur, hanya berubah. Kita semua disini seperti itu."
"Hah! Mungkin bagimu mudah, Seperti kata orang-orang itu. Aku ini hanya butuh penyesuaian, semuanya akan membaik, yang terpenting aku masih hidup! Tidakkah kalian mengerti ? aku ini atlet renang! Pemenang medali emas Asian Games, bahkan aku seharusnya ikut Olimpiade! Tak pernah sekalipun kalah, tempat kedua pun tak pernah. Kolam adalah hidupku yang kini tak bisa kujalani. Tuhan mengambil hidupku!"
Kemarahan memuncak dalam diri Awan. Ia selalu kesal terhadap orang-orang yang bilang hidupnya akan membaik. Mereka hanya sok bersimpati! Tanpa pernah sedikitpun melangkah dijalan yang dihadapinya.
Tapi kemarahan yang bergejolak dalam hatinya bukan untuk orang-orang itu, melainkan untuk Tuhan-nya. Awan memang tidak begitu agamis, tapi setidaknya ia taat beribadah. Ia rajin menyumbang untuk kegiatan amal, juga jika sedang tidak ada latihan atau perlombaan, Awan aktif membantu kegiatan di tempat ibadahnya. Tapi apa yang Tuhan berikan ? ia hendak menyelamatkan makhluk hidup namun malah celaka. Tuhan hanya memberinya nafas kembali, bukan hidupnya! Dimana Tuhan yang katanya maha adil dan maha kasih ?
Tangan Sera menepuk perlahan pundak Awan, entah bagaimana tangan itu dapat menemukan sasarannya dengan tepat. Walaupun Sera tidak bisa melihat, namun mendengar sepenggal kisah Awan dan segala kemarahannya membuat gadis itu merasa bercermin. Ia melihat sosok dirinya beberapa tahun yang lalu dalam diri Awan. Seorang gadis bodoh yang hanya penuh kemarahan dan tidak pernah bersyukur.
"Tuhan tidak mengambil hidupmu, ia hanya merubah arah jalanmu dengan pemandangan yang lebih indah."
Tangan Sera memegang erat pundak Awan, berusaha membagi kekuatan yang ia punya.