Come on, semua kebijakan itu jelas menunjukkan yang akan kena hajar adalah kelas menengah dan calon kelas menengah, kelompok penyumbang terbesar pertumbuhan PDB Indonesia, dan mayoritas penduduk Indonesia.
Mau sampai di mana "nginjek-nginjek" kelas menengah ini? Sampai mereka terjerembab ke jurang kemiskinan?
Ingat kisah dari Chili yang saya paparkan di atas, kenaikan tarif Metro atau di Indonesia bisa disamakan dengan KRL, bisa memicu social unrest yang mengubah kondisi sosial, ekonomi dan politik di Chili. Apalagi situasi pendukungnya di Chili saat itu, tak jauh berbeda dengan Indonesia saat ini.
Jadi, inikah 'hadiah' bagi kelas menengah Indonesia yang gigih berjuang, Â tarif KRL berdasarkan NIK, seolah-olah status sosial bisa dibaca dari 16 digit angka.Â
Sementara itu, para pembuat kebijakan mungkin asyik berdiskusi di ruangan ber-AC, tak merasakan bagaimana rasanya berdesakan di KRL, menghitung setiap rupiah demi bertahan hidup.Â
Semoga saja, 'Chilean Paradox' yang dulu hanya jadi cerita di negeri seberang, tidak menjadi kenyataan pahit di negeri sendiri. Karena ketika kelas menengah tumbang, negeri ini pun akan oleng.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI