Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Chilean Paradox, Nestapa Kelas Menengah Indonesia dan Tarif KRL Berbasis NIK

31 Agustus 2024   15:01 Diperbarui: 2 September 2024   16:51 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang menunggu kedatangan kereta rel listrik (KRL) Commuterline tiba di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Kamis (9/5/2024) | KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA

Seluruh rangkaian "kisah" gonjang ganjing sosial, ekonomi dan politik di negara bernama Chili ini, oleh Sebastian Edwards, Profesor Ekonomi di UCLA Anderson School of Management yang juga ekonom Chili disebut sebagai fenomena "Chiliean Paradox" seperti yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul "The Chilean Paradox: High Growth, Low Inequality, and the Rise of the Middle Class"

Dalam tulisannya, Edwards menyoroti fenomena unik di Chili di mana negara tersebut berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan, namun pada saat yang sama menghadapi ketidakpuasan sosial yang meluas, terutama di kalangan kelas menengah.

Edwards menjelaskan bahwa meskipun Chili telah membuat kemajuan ekonomi yang luar biasa, masih ada ketimpangan yang signifikan dalam distribusi kekayaan dan akses terhadap layanan publik berkualitas. 

Hal ini menciptakan rasa frustrasi dan ketidakpuasan di kalangan kelas menengah yang merasa tertinggal dan tidak merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi tersebut.

Nasib Kelas Menengah Indonesia

Nah fenomena "Chilean Paradox" yang intinya memperlakukan kelas menengah secara "tidak senonoh" ini, pembahasannya di bawa dalam konteks Indonesia oleh ekonom Senior Universitas Indonesia Muhammad Chatib Basri atau yang biasa disebut Dede ini.

Dalam beberapa kesempatan, terutama dalam berbagai tulisannya di Harian Kompas, Dede memang sering mengingatkan Pemerintah Indonesia untuk lebih memerhatikan kelas menengah, agar situasi di Chili tak terjadi di Indonesia.

Apalagi saat ini memang kondisi kelas menengah Indonesia menghadapi situasi yang sangat berat, seiring kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya stabil.

Seperti di Chili, Pemerintah Indonesia belakangan lebih banyak memberi atensi pada kelompok miskin dan sangat miskin dengan guyuran berbagai bantuan sosial dan golongan ekonomi atas dengan berbagai insentif perpajakan sementara kelas menengah terabaikan.

Mereka harus menanggung akibat kondisi perekonomian yang tidak stabil itu "sendirian" nyaris tanpa bantuan dari Pemerintah alhasil mereka hidup dalam kondisi megap-megap.

Makanya tak heran jika kemudian dalam lima tahun terakhir jumlah kelas menengah di Indonesia, setiap tahunnya terus mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Sebelum lanjut, saya akan memaparkan siapa sih kelas menengah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun