Menurut Bank Dunia, kelas menengah Indonesia adalah mereka yang memiliki rentang pengeluaran 3,5 kali hingga 17 kali di atas garis kemiskinan.
Sementara aspiring middle class atau calon kelas menengah ialah mereka yang memiliki range pengeluaran antara  1,5 kali sampai 3,5 kali di atas garis kemiskinan. dengan angka garis kemiskinan pada tahun 2024 sebesar Rp550.000.
Mengacu pada standar tersebut, menurut catatan Badan Pusat Statistik(BPS), pada 2019 jumlah penduduk kelas menengah Indonesia mencapai 57,33 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2024 jumlahnya hanya sebesar 47,85 juta jiwa, turun sekitar 9,48 juta jiwa.
Lantas kemana hilangnya mereka, naik kelas kah? tentu tidak, kebanyakan dari mereka turun kelas menjadi aspiring middle class hal itu terbukti dengan kenaikan jumlah di kelompok ini menjadi 137,50 juta jiwa.Â
Jadi setengah dari penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa tersebut adalah calon kelas menengah yang memiliki kerentanan masuk ke jurang kemiskinan hanya dengan sekali "goyang".
Dengan demikian sudah sepantasnya Pemerintah memperluas cakupan perlindungan sosial pada kelompok ini, bukan terus menerus dihajar dengan berbagai kenaikan tarif.
Sebut saja misalnya tentang kebijakan pemberlakuan potongan gaji untuk iuran Tapera, meskipun tak jadi diberlakukan tapi belum dibatalkan, yang sudah pasti adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai berlaku tahun 2025 mendatang.
Tarif KRL Berbasis NIK, Beban Baru Kelas MenengahÂ
Eh di tengah beratnya tekanan ekonomi itu, muncul lagi wacana perubahan pentarifan KRL Jabodetabek dengan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Seperti yang ditulis dalam Dokumen Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025.
Meskipun tujuannya adalah agar subsidi tepar sasaran untuk efesiensi anggaran, kebijakan ini berpotensi menciptakan ketidakadilan baru bagi kelas menengah yang menjadi pengguna mayoritas KRL jabodetabek.
Bagaimana mungkin penumpang dengan layanan dan jarak tempuh yang sama dikenakan tarif berbeda hanya karena perbedaan data NIK? Belum lagi urusan implementasinya yang sangat sulit dilakukan.