Kondisi stagflasi yang menyeret ekonomi Rusia ke dalam jurang resesi ekonomi sudah di depan mata.
Namun bukan hanya Rusia yang akan merasakan dampak dari sanksi ekonomi Sekutu Barat sebagai tanggapan atas perang Rusia dan Ukraina ini.
Secara global banyak negara akan merasakan kerugian karenanya, terutama di sektor energi dan pangan.
Lantaran pasokan tidak stabil, harga minyak dan gas dunia akan naik.
Dilansir CNBCIndonesia.com, Senin pagi (07/03/22), harga minyak mentah dunia jenis Brent hampir menyentuh level US$ 140 per barel atau US$ 139,13 per barel.
Sementara harga gas melalui harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai US$ 775 per metrik ton.
Padahal kita tahu sepertiga pasokan gas Eropa , dan seperempat pasokan minyaknya berasal dari Rusia.
Pun demikian dengan harga pangan, krisis akibat perang dan sanksi ekonomi ini menimbulkan kekhawatiran akan kelancaran pasokannya.
Mengingat 30 persen pasokan kebutuhan gandum dan  20 persen Jagung dunia berasal dari Rusia dan Ukraina.Â
Akibatnya harganya melonjak tajam, di Bursa Komoditas Chicago pada perdagangan Senin (07/03/22) kemarin menyentuh angka teetinggi dalam 13 tahun terakhir.
Berkaca pada kondisi ini, sejumlah ekonom dunia memproyeksikan inflasi global akan terjadi. Lantaran didorong oleh naiknya harga energi dan pangan.