Dengan demikian, perang dan sanksi ekonomi yang terjadi akan berdampak negatif secara signifikan terhadap pemulihan ekonomi global yang terhantam pandemi Covid-19.
Pertanyaannya kemudian, meskipun sanksi ekonomi terhadap Rusia dianggap efektif, apakah mampu menghentikan Vladimir Putin untuk tak berperang lagi atau membuat Putin secara politik terguncang oleh tekanan dari dalam negeri?
Menurut Tom Kepinsky, Profesor Ekonomi dan Kebijakan Publik Cornell University US, dalam tulisan di blog miliknya Tomkepinsky.com.
Ia ragu sanksi ekonomi ini mampu secara efektif mengubah pendirian Putin dalam hal menyerang Ukraina, apalagi meruntuhkan rezim Putin di Rusia.
Yang menarik Tom menyitir bukunya yang disusun berdasarkan penelitiannya di Indonesia dan Malaysia  saat krisis 1998 lalu yang berjudul  "Economic Crisis and The  Breakdown of Authoritarian Regimes".
Untuk memahami bagaimana dan kapan krisis ekonomi bakal mampu menjungkalkan sebuah pemerintah otoriter, kita harus memahami cara pemerintah otoriter tersebut dalam menghadapi krisis ekonomi.
Dalam pandangan Tom, pemerintahan Putin di Rusia dikategorikan sebagai rezim otoriter. Terlepas dari pandangannya terhadap Putin.
Tom meyakini sedalam apapun krisis ekonomi yang terjadi di Rusia akibat Sanksi Ekonomi Barat dan Sekutunya, secara politik Vladimir Putin tak akan tergoyahkan.
Putin memiliki kebijakan tersendiri untuk berselancar dalam kondisi ini.Â
Menurutnya Indonesia di bawah Soeharto mirip dengan Rusia di bawah Putin. Kroni-kroni super kayanya tergantung pada favoritisme penguasa politiknya dan semua keputusan politik tersentralisasi di satu orang.
Namun bedanya, saat krisis moneter 1998 terjadi, para kroni atau oligarki yang mengelilingi Soeharto saat itu memgisyaratkan bahwa mereka mendukung bukan tanpa syarat.