Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hukuman Mati bagi Koruptor di Indonesia, Kilas Balik dan Menakar Efek Jeranya

10 Desember 2021   11:06 Diperbarui: 10 Desember 2021   11:24 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dicky yang merupakan Ayahanda dari produser film Nia Dinata ini dituntut hukuman mati oleh JPU yang dipimpin oleh Sahat Sihombing dalam persidangan di PN Jakarta Selatan pada 6 Juni 2006.

JPU mengenakan tuntutan maksimal yakni hukuman mati dalam perkara tersebut dengan menggunakan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pertimbangan Jaksa penuntut ketika itu, Dicky memiliki peran sangat besar dalam pembobolan Bank BNI senilai Rp1,7 triliun. ia duduk sebagai Dirut PT. Brocolin Indonesia, yang menerima kucuran dana hasil pembobolan Bank BNI sebesar Rp. 49,2 miliar dan US$ 2,99 juta dari pencairan L/C fiktif PT. Gramarindo Group pada Bank BNI Cabang Kebayoran Baru.

Alasan lain menuntut hukuman mati Dicky, lantaran Dicky merupakan residivis dalam perkara korupsi di Bank Duta. Dalam perkara tersebut Dicky di vonis hukuman 8 tahun penjara oleh PN Jakarta Pusat dan membayar uang pengganti sebesar Rp. 800 miliar.

Uang pengganti ini hingga saat ini belum di bayar oleh yang bersangkutan.

Namun, tuntutan JPU tersebut tak dikabulkan oleh Majelis Hakim yang dipimpin Efran Basyuning, ia tak sependapat dengan Jaksa. Hakim lebih memilih mengenakan Pasal 2 ayat 1 UU nomor 31/1999 yang ancaman hukuman maksimalnya 20 tahun penjara atau seumur hidup.

Hakim kemudian menjatuhkan vonis 20 tahun penjara dan membayar denda  sebesar Rp. 500 juta subsider kurungan 5 bulan, bagi Dicky Iskandar Dinata.

Dalam, kasus L/C fiktif BNI ini, hukuman tertinggi justru dijatuhkan pada Adrian Woworuntu, ia dianggap sebagai otak dari perkara pembobolan ini dan di ganjar hukuman seumur hidup.

Nah, dalam kasus Heru Hidayat yang juga dituntut hukuman mati dalam kasus ASABRI,pihak  JPU juga menggunakan kontruksi hukum yang sebangun dengan kasus Dicky Iskandar Dinata yakni  menggunakan Pasal 2 ayat 2 UU nomor 31/199 yang menyatakan

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan." Pasal ini menyebutkan “keadaan tertentu”, keadaan yang dimaksud adalah ketika bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana hukuman mati."

Pun dengan alasan lain yang dijadikan sebagai dasar penguat tuntutan mati oleh JPU pun serupa dengan alasan yang digunakan Jaksa dalam persidangan Dicky Iskandar Dinata, yakni karena Heru Hidayat telah melakukan kejahatan korupsi yang sama secara berulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun