Mohon tunggu...
Ferry Hermawan
Ferry Hermawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Moch Ferry Hermawan

mahasiswa sosiologi, UIN WALISONGO SEMARANG

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gerakan Hijrah Sebagai New Social Movement Membangun Kontruksi Sosial Pada Kalangan Milenial

11 Juli 2021   12:36 Diperbarui: 11 Juli 2021   12:46 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang gerakan hijrah sebagai gerakan sosial yang membangun konstruksi sosial pada kalangan milenial, khususnya milenial muslim. 

Gerakan hijrah membawa visi untuk mengajak generasi muda untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan menggunakan metode penelitian fenomenalogi yang dilakukan pada gerakan pemuda hijrah yang saat ini sedang ramai di banjiri netizen yaitu "Pemuda Tersesat". 

Gerakan ini aktif melakukan dakwah- dakwah dengan menggunakan metode modern yang memanfaatkan media sosial sebagai media syiar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian penelitian kualitatif, dengan sumber data sekunder atau data data yang diperoleh melalui buku, jurnal- jurnal dan website yang sekiranya mendukung dalam judul penelitian ini. 

Temuan penelitian mencerminkan bahwa gerakan hijrah mampu membangun konstruksi sosial pada kelangan milenial. Hal ini ditunjukkan dengan respons positif dari gerakan hijrah dikalangan generasi muslim milenial yang mampu membangun persepsi publik tentang Tuhan dengan arah sederhana dan mudah dipahami. 

Makna pada gerakan hijrah menjadi wadah untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama, sebagai pembentukan identitas diri setiap anggota itu sendiri, sehingga hijrah adalah penguatan penegasan identitas mereka. Terlepas dari identitasnya sebagai pemuda pada umumnya, dengan keikutsertaan dalam gerakan hijrah ini adanya konstruksi identitas dan pembingkaian kultural mereka menjadi pemuda gaul namun taat dalam beragama.

Kata Kunci : Gerakan Hijrah, New Social Movement (Gerakan Sosial Baru), Media Sosial, dan Konstruksi Sosial.

Pendahuluan

"Gerakan Hijrah" merupakan fenomena semangat keberagaman Islam kontemporer di Indonesia, khususnya dikawasan perkotaan, yang direpresentasikan melalui berbagai gaya hidup emosi islam yang memiliki ke khas-an tertentu (Fuad, 2020). G

erakan hijrah ini merupakan turunan dari gerakan sosial baru yang berkembang dalam lingkup sosial budaya melalui solidaritas dan keterlibatan aktif masyarakat terutama kalangan millenial dalam mengatasi masalahnya. 

Gerakan hijrah menjadi salah satu bentuk transformasi agama yang di implementasikan dalam perubahan perubahan perilaku agama dalam wadah aktivitas kelompok (Rochimah, 2017). Gerakan hijrah ini digelontarkan mengingat bahwa perkembangan zaman atau globalisasi membawa dampak pengaruh terhadap kehidupan sosial, pergaulan bebas anak muda menjadi perhatian utama dalam gerakan hijrah.

Kehadiran gerakan hijrah secara tidak langsung menjadi agensi yang dianggap efektif sebagai transformasi dengan menjadikan asek agama sebagai wadah perubahan. 

Gerakan keagamaan dinilai memiliki agensi yang kuat, yang mana Marx mengungkapkan bahwa agama menjadi candu atau inspirasi, sehingga peran agama sangat kuat dalam menciptakan perubahan dalam masyarakat (Morris, 2019). 

Fenomena gerakan hijrah, cukup populer dikalangan generasi muda yang lekat dengan migrasi dari gaya yang kebarat- baratan (westernisasi) ke arah yang gaya hidup yang islami. Peranan dan posisi aktor milenial dalam gerakan hijrah secara kolektif telah membangun identitas baru sebagai umat beragama yang taat pada aturan Islam.

Generasi muslim milenial merupakan elemen masyarakat yang membentuk pola- pola dalam fenomena hijrah. Makna hijrah bagi generasi muslim milenial, berangkat dari adanya kesadaran kolektif tentang identitas diri yang merupakan bagian dari Islam, sehingga timbul kesadaran untuk berkonstribusi mengamalkan ajaran agamanya (Saputra, Pujiati, & Simanihuruk, 2020).

Gerakan hijrah bukan hanya sekedar gerakan dakwah keagamaan, lebih dari itu Hijrah telah berkembang menjadi sebuah tren sosial yang menarik untuk diikuti. Dalam jurnal Of Islamic Civilization (Addini, 2019), disebutkan bahwa Gerakan Hijrah semakin menguat dengan munculnya tokoh- tokoh dari kelompok Public Figure (artis) yang turut menunjukkan keberpindahannya dari yang tidak mengenakan hijab kemudian berhijab, serta terbentuknya komunitas- komunitas elit dalam mempelajari nilai- nilai keagamaan, seperti halnya yang dilakukan Zaskia Sungkar, Irwansyah dan kawan- kawan. Selain itu, baru baru ini muncul gerakan hijrah yang membawa nuansa humoris dan ramah yang disukai netizen khususnya kalangan milenial yaitu "Pemuda Tersesat".

Kelompok pemuda tersesat ini rame di media diperbincangkan, pasalnya aksi dan kreatifitas yayasan pemuda tersesat ini menjawab pertanyaan atau kegundahan anak muda terkait bagaimana islam menjawab hal hal seputar modernitas yang di jejerkan dengan agama. Selain itu, pemuda tersesat ini juga mengajak generasi muslim milenial untuk berdampingan, berkolaborasi, berkreasi bersama orang non muslim dengan toleransi yang baik. Yayasan pemuda tersesat ini diprakarsai oleh Tretan Muslim, Coki Pardede dan kolaborasi dengan Habib Husein Jafar al- Haddar.

Gerakan hijrah "Pemuda Tersesat" memanfaatkan media sosial seperti youtube, Instagram dan Twitter untuk kegiatan dakwahnya. Walaupun nama gerakan ini "Pemuda Tersesat", akan tetapi tujuannya bukan untuk sesat menyesatkan, melainkan untuk mengembalikan kita ke jalan yang lurus. 

Hal tersebut timbul sebagai upaya ajakan agar orang lain melakukan hal yang sama. Kecanggihan teknologi serta ketersediaan internet yang memberikan fitur kebebasan dalam penyebaran informasi semakin memudahkan Gerakan ini merambah ke seluruh elemen masyarakat, bukan hanya pada kalangan artis/ Public Figure, namun juga merambah ke masyarakat secara umum.

Islam merupakan agama yang di anut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, namun Indonesia bukanlah negara Islam. Tingginya tingkat intoleransi generasi milenial hari ini dirasa cukup mengkhawatirkan ditengah berkembangnya fenomena gerakan hijrah pada media yang mengajak masyarakat untuk lebih mendekatkan diri kepada nilai nilai ke-Islaman.

Dari fenomenologi diatas, tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana gerakan hijrah yang merupakan New Social Movement dalam membangun konstruksi sosial di kalangan milenial.

Metodelogi

Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan sumber data sekunder atau data data yang diperoleh melalui buku, jurnal- jurnal dan website yang sekiranya mendukung dalam judul penelitian ini. Jenis penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research), yaitu: pertama, dengan mencatat semua temuan mengenai konsumsi secara umum pada setiap pembahasan penelitian yang didapatkan dalam literatur- literatur dan sumber- sumber, dan atau temuan terbaru mengenai gerakan hijab pada kalangan milenial yang merupakan kosntruksi sosial. 

Setelah mencatat, kedua: memadukan segala temuan, baik teori atau temuan baru pada pokok pembahasan yang sam dengan topik yang dikaji. Ketiga, menganalisis  segala temuan dari berbagai bacaan, berkaitan dengan kekurangan tiap sumber, kelebihan atau hubunan masing- masing antara wacana yang dibahas didalamnya.

Untuk mendapatkan segala kebutuhan tersebut diatas, bisa dihasilkan melalui perpustakaan baik perpustakaan offline maupun online, jurnal- jurnal, buku- buku, dan jaringan internet dengan mengakses wacana dan informasi mengenai "Gerakan Hijab Sebagai New Social Movement dalam Membangun Konstruksi Sosial pada Kalangan Milenial".

Pembahasan

A. Gerakan Hijrah: Paradigma New Social Movement Generasi Muslim Milenial

Sejarah gerakan hijrah pada mulanya dianggap sebagai proses perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama pengikutnya dari Mekah ke Madinah yang bertujuan untuk menyebarkan agama Allah SWT atau agama Islam. Banyak catatan penting dalam hijrah Nabi Muhammad SAW yang dapat dijadikan sebagai renungan dalam peristiwa penting perjalanan Islam. 

Pertama, hijrah merupakan perjalanan batin, yang seyogyanya setiap manusia yang berhijrah memaknai hijrah dengan makna masing- masing atau sesuai dengan perjalanan batin yang kita alami. Hijrah juga diartikan sebagai perjalan rohanu, dalam meninggalkan keburukan demi kehidupan yang lebih baik, dimana setiap manusia dapat memaknainya secara berbeda sesuai dengan keadaan rohani yang di rasakan (E. Setiawan, 2017).

Kedua, hijrah merupakan pengalaman tentang pembebasan, baik secara historis maupun spriritual. Perbedaan pengalaman itu pula yang membuat manusia memiliki makna tersendiri pada hijrah. 

Hijrah adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik, hijrah pun tidak diartikan secara sempit melalui gaya penampilan seseorang, melainkan memiliki definisi yang sangat luas beragam dimana pemaknaan hijrah dapat berbeda- beda pada setiap manusia yang melaksanakannya, hal tersebut tergantung pada pengalaman, tujuan hidup, alasan, situasi, dan kondisi seseorang (Ramadhan, 2007). 

Ketiga, niat dalam hijrah lebih luas dengan visi yang matang. Hijrah tentu tidak dilakukan secara fokus dan optimal, karena yang menjadikan niat seseorang berhijrah akan didapatkan oleh mereka yang hijrah. Sebagaimana dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab al- Aiman wa an-Nudzur, Nabi mengatakan bahwa:

"Sesungguhnya amal- amal perbuatan tergantung pada niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barang siapa niat hijrah Kepada Allah SWT dan Rosul-Nya maka hijrahnya Kepada Allah dan Rosul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia hijrahi". (HR. Bukhari, hadist No. 54 Fathul Bari) Shahih.

Dengan mengikuti apa yang disabdakan Nabi, penting untuk menentukan niat sebelum melakukan hijrah. Maka, disini sesungguhnya urgensi dari hijrah, adalah tentang bagaiman hijrah tidak hanya semata- mata sebagai sebuah aktifitas dalam rangka strategi dan pengorbanan, namun jauh dibalik itu, niat menjadi faktor utama. Persepsi ini menyatakan bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW, pelaksanaan perintah dan tugas agama adalah tujuan utama hijrah (Uberman & Shay, 2016).

Fenomena hijrah menjadi fenomena sosial yang menandai adanya fase krisis dalam diri manusia, khususnya dikalangan anak milenial. Dalam fase tersebut, seseorang memerlukan  jawaban yang kemudian bertransformasi melakukan perubahan, dalam hal ini ia merubah sesuatu yang ada pada dirinya dari aspek keagamaan. 

Konsep hijrah paling populer menjadi perjalanan spriritual menuju kesalehan sejati. Maka dari itu hijrah dianggap sebagai salah satu proses untuk menstransformasikan perubahan religiutas seseorang. Transformasi hijrah secara makaniyah dideskripsikan sebagai upaya berpindah dari nilai yang kurang baik menuju nilai yang lebih baik , dari kebatilan menuju kebenaran (Yunus, 2019).

Gerakan hijrah merupakan fenomena baru yang sedang berkembang hari ini pada generasi muda atau kalangan milenial, gerakan ini sebagai gerakan keagamaan di Indonesia. 

Paradigma gerakan hijrah pada dasarnya dimaknai sebagai sebuah ritus yang sifatnya personal dan berkembang bergeser menjadi gerakan yang dilakukan secara komunal (Addini, 2019). Hijrah menjadi sebuah trend perubahan sosial bagi generasi milenial, sehingga menjadi sebuah gerakan atau loncatan besar manusia, dalam menumbuhkan semangat reformasi dalam konteks sosial- kemasyarakatan yang beragama. 

Euforia hijrah menjadi gambaran bahwa hadirnya gerakan sosial ini dapat menjadi aspek perubahan sosial dengan menjadikan simbol  agama sebagai sesuatu yang menarik bagi kalangan generasi muslim milenial. Tidak hanya itu, kehadiran media sosial atau teknologi informasi memudahkan penyebaran hijrah lebih meluas.

Dikutip dalam jurnalnya (Zahara, Wildan, & Komariah, 2020) menyebutkan bahwa generasi muslim milenial adalah generasi muda muslim yang terikat oleh cara memandang dunia bahwa keimanan dan modernitas bisa berjalan beriringan. Generasi muslim milenial dipandang sebagai pionir muslim muda modern saat ini. generasi milenial adalah mereka yang bangga dengan kepercayaan mereka, bersifat dinamis, aktif, kreatif, namun demanding. Keberadaan mereka ini akan mengubah budaya dengan cara yang "lembut". Selain itu, ide bahwa sains mengakar kuat pada era keemasan peradaban Islam adalah salah satu faktor yang mendorong mereka untuk mendapatkan kembali posisi mereka di kehidupan modern dan menawarakan pandangan dan bukti bahwa tidak ada hanya agama bisa berjalan beriringan dengan modernitas, melainkan agama juga mampu menginspirasi modernitas. Perkembngan gerakan hijrah dikalangan milenial muslim, memiliki konsep diri tentang bagaimana menjadi individu yang toleran, pluralis, serta dapat menghargai perbedaan dan keberagaman yang melahirkan peluang besar dalam perkembangan dakwah Islam moderat di Indonesia (Zulhazmi & Hastuti, 2018).

Sebagai contoh gerakan hijrah saat ini, yang terkenal dan sangat di sukai kalangan milenial atau anak muda yaitu "Pemuda Tersesat". Kelompok pemuda tersesat ini rame di media diperbincangkan, pasalnya aksi dan kreatifitas yayasan pemuda tersesat ini menjawab pertanyaan atau kegundahan anak muda terkait bagaimana islam menjawab hal hal seputar modernitas yang di jejerkan dengan agama. 

Selain itu, pemuda tersesat ini juga mengajak generasi muslim milenial untuk berdampingan, berkolaborasi, berkreasi bersama orang non muslim dengan toleransi yang baik. Yayasan pemuda tersesat ini diprakarsai oleh Tretan Muslim, Coki Pardede dan kolaborasi dengan Habib Husein Jafar al- Haddar.

Gerakan hijrah "Pemuda Tersesat" memanfaatkan media sosial seperti youtube, Instagram dan Twitter untuk kegiatan dakwahnya. Walaupun nama gerakan ini "Pemuda Tersesat", akan tetapi tujuannya bukan untuk sesat menyesatkan, melainkan untuk mengembalikan kita ke jalan yang lurus. Konten yang berisikan tanya jawab antara netizen dengan Habib Husesin Jafar al- Haddar ini telah mengundang simpatisan bagi mereka yang membutuhkan pencerahan.

B. Metode Dakwah "Pemuda Tersesat" sebagai Gerakan Hijrah yang Modernis

Dakwah merupakan segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan (Aziz, 2004). Kegiatan dakwah tentu harus menentukan cara atau metodenya agar mudah diterima masyarakat dan tidak menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Begitu juga dengan "Pemuda Tersesat", mereka menggunakan metode dakwah dengan meminjam istilah Pierre Bourdieu (Filsuf Postmodernis) yang menjelaskan bahwa untuk mengubah suatu arena (objek) maka perlu habitus (sikap) dan kapital (modal) yang sesuai (Priyangga, 2020).

Berangkat dari dua prasyarat Pierre Bordieu, "Pemuda Tersesat" menyasar atau memfokuskan dakwahnya pada kaum muda atau milenial. Pertama terkait habitus (sikap), dakwah yang dibawakan oleh Habib Husein Jafar al- Hadar dan kawan-kawannya dikemas dengan dakwah yang ringan, penuh dengan humor, dan simpatis kepada masa, serta telah mengundang feedback positif. Hal ini ditunjukan dengan belum ada netizen atau kritikan dari media lain terhadap konten dakwah dalam media "Pemuda Tersesat". Dengan membangun habitus ini, maka akan sejalan dengan apa yang dilakukan para Walisongo yang berdakwah sesuai kultur masyarakatnya (Priyangga, 2020).

Kedua, terkait kapital, pengemasan melalui media sosial adalah wahana yang sangat tepat, ini karena semua anak muda sudah terakses dengan Media Sosial. Mulai dari Facebook, Twitter, Youtube, dan lain sebagainya. Apa yang dilakukan oleh Habib Husein Jafar al-Hadar, Tretan Muslim, dan Coki ini merupaka modifikasi dalam konteks dakwah (Priyangga, 2020).

C. Gerakan Hijrah Membangun Kontruksi Sosial pada Kalangan Milenial

Gerakan hijrah menjadi New Social Movement yang saat ini berkembang di kalangan generasi muslim milenial. Tidak dipungkiri dengan kehadiran media sosial menjadi salah satu hal yang menarik minat generasi muslim milenial untuk terjun ke dalam gerakan hijrah. Ditambah lagi dengan munculnya kontent kreator membuat dakwah dalam media sosial sangat di sukai oleh anak muda. Gerakan hijrah dengan kajian keislaman pada media sosial membawa penyebaran sirkulasi informasi mengenai studi agama Islam secara cepat dan luas. 

Penyebaran gerakan hijrah di media sosial menjadikan konstruksi sosial yang berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata. Setiap gerakan sosial yang disebarkan dengan memanfaatkan unsur teknologi, salah satunya media sosial dapat dengan mudah mendistribusikan informasi dan memobilisasi gerakan dengan berkecepatan tinggi (Merril, Keightley, & Daphi, 2019) dalam (Zahara, Wildan, & Komariah, 2020).

Pembelajaran mengenai unsur- unsur dalam agama Islam yang menyangkut kehidupan sehari- hari ini tidak hanya dilakukan secara tatap muka dalam sebuah pengajian oleh seorang ustadz, namun juga sudah mulai merambah ke era digital (Zahara, Wildan, & Komariah, 2020). Implementasi dari gerakan hijrah ini mencoba menyebarkan gerakannya melalui platform media sosial mulai dari Youtube, Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya baik berupa video, poster, maupun tulisan.

Dalam kegiatan kajian dakwahnya, "Pemuda Tersesat" melalui akun media sosialnya melakukan kegiatan dakwah dengan menjawab seputar pertanyaan pertanyaan anak muda. Selain itu, "Pemuda Tersesat" melalui Habib Husein Jafar al-Hadar juga menyampaikan tausiyah atau ceramah tentang bagaimana islam menyikapi permasalahan- permasalahan dunia hari ini (modernitas) yang sesuai dengan Al- quran dan Sunah Nabi yang dikemas dan di sampaikan dengan ramah dan penuh humor. Tentunya, video mereka yang diunggah di youtube dibanjiri penonton oleh mereka yang sedang mendalami ilmu agama melalui internet.

Tidak jarang pula, banyak generasi milenial yang tengah mengalami krisis kepercayaan, menjadikan konten Youtube gerakan pemuda hijrah sebagai sarana untuk merefleksikan diri menjadi pribadi yang kembali menerapkan unsur- unsur keislaman dalam kesehariannya (Zahara, Wildan, & Komariah, 2020). Sebagian testimoni dari mereka beranggapan setelah menonton kajian tersebut merasa diri lebih tenang, lebih giat untuk beribadah, merubah perilaku, menolong sesama (dalam kegiatan charity) agar kembali hidup sesuai dengan syariat islam. Media sosial memainkan peranan dalam menyebarkan aspek positif berupa gerakan sosial sebagai bagian dari "aktivisme online" (Merril, Keightley, & Daphi, 2019). Konsep aktivisme online dalam gerakan hijrah menjadikan timbulnya partisipasi untuk turut serta dalam gerakan sosial yang difasilitasi oleh media digital. Penyebaran gerakan hijrah dengan memanfaatkan media sosial ternyata terbukti ampuh dalam mengajak khalayak untuk dapat mengikuti langkah yang sama (Addini, 2019).

Ketertarikan generasi muda terhadap gerakan hijrah dibuktikan dengan banyaknya generasi muda yang tertarik mengikuti akun sosial media komunitas dakwah, seperti pada akun Youtube "Pemuda tersesat". Sudah ratusan ribu orang menonton konten video mereka. Selain itu, pembawa dakwah mereka, Habib Husein Jafar al- Hadar disebut- sebut sebagai pendakwah yang humoris dan selalu membawa pesan yang berkesan.

Segmentasi gerakan hijrab bagi generasi muslim milenial menjadi bentuk pendekatan- pendekatan yang digunakan adalah materi- materi dakwah sesuai dengan kebutuhan generasi muda (Zahara, Wildan, & Komariah, 2020). 

Wacana pada gerakan hijrah terimplementasi pada media sosial sebagai seperangkat pesan komunikasi yang menarik dan efisien, berupa konstruksi identitas dan pembingkaian kultural tentang makna hijrah. Konstruksi tersebut dicapai dengan adanya perubahan paradigma yang berpikir tentang bagaimana ritual keagamaan bukan lagi dinilai sebagai segmen masyarakat generasi ibu-ibu maupun bapak-bapak. 

Respon positif dari gerakan hijrah di kalangan generasi muslim milenial mampu membangun persepsi publik, khususnya generasi milenial, tentang Tuhan dengan ara sederhana (Prasanti & Indriani, 2019). Maka dari itu, tujuan dari adanya gerakan hijrah ini menjadikan generasi muda sebagai objek dakwah.

Konstruksi gerakan sosial baru yang berorientasi pada konsep identitas, meletakkan posisi pribadi sebagai kebersamaan yang bebas, manusia yang bebas dalam mengubah identitas dan mencari makna baru bagi identitasnya yang melahirkan perilaku ekspresi kesalehan. Makna pada gerakan hijrah menjadi wadah untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama, sebagai pembentukan identitas diri setiap anggota itu sendiri, sehingga hijrah adalah penguatan penegasan identitas mereka (Prasanti & Indriani, 2019). Peran dan posisi aktor kolektif secara sadar membangun identitas baru dalam melaksanakan hijrah.

Berkembangnya gerakan hijrah tentu mengarahkan pada bagaimana setiap elemen dalam aspek gerakan dapat mereproduksi makna religius. Aktor gerakan hijrah akan memahami diri mereka sebagai individu yang religius karena keterlibatannya dalam gerakan hijrah. Sebagai model gerakan sosial baru, gerakan hijrah mengemas konsep keagamaan dalam setiap gerakannya. Dikutip dari (Goffman, 1974) dalam jurnalnya (Zahara, Wildan, & Komariah, 2020), konsep pembingkaian kultural menjadi bentuk kerangka penafsiran yang memungkinkan orang untuk menempatkan, memahami, mengidentifikasi dan menamai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sekitar mereka maupun dunia secara keseluruhan.

Pembingkaian kultural pada gerakan hijrah dapat menciptakan aktivitas yang mampu memobilisasi, menginspirasi, dan melegitimasi aksi gerakan dalam bentuk menjadikan para aktornya menemukan makna religiusitasnya. Maka, kampanye gerakan sosial dapat menggerakkan dan memobiliasi sekolompok orang untuk turut serta dalam gerakan tersebut (Saputra, Pujiati, & Simanihuruk, 2020). 

Gerakan hijrah telah menjadi pola gerakan sosial yang dilakukan generasi muslim milenial dengan pengemasan ideologi keagamaan dalam gerakan sosial yang dibangun dalam kehidupan bermasyarakat. Proses pembingkaian kultural berkaitan erat dengan diskursus bagaimana suatu gerakan hijrah melalui media sosial dapat memproduksi makna yang kemudian diyakini sebagai kebenaran oleh masyarakat. 

Dari adanya gerakan hijrah yang diwadahi melalui media sosial ini, bagi para generasi muslim milenial akan lebih mudah untuk mengatur mereka bagaimana bertindak dan berperilaku karena sudah memahami apa yang dibenarkan dan tidak dalam agama (Riadi & Drajat, 2019).

Kesimpulan

Fenomena gerakan hijrah di Indonesia merupakan turunan dari gerakan sosial baru yang berkembang dalam lingkup sosial budaya melalui solidaritas dan keterlibatan aktif masyarakat terutama kalangan millenial dalam mengatasi masalahnya. Hijrah menjadi gerakan sosial baru karena mampu merubah seorang generasi milenial yang mulanya jarang melakukan ritus keagamaan bertransformasi secara massal menjadi generasi milenial yang menjalankan kehidupan sesuai syariat agama dan sunah rasul. Pelaksanaan hijrah memberikan kesan untuk menggerakkan setiap muslim agar selalu ada dinamika dalam hidupnya (Ibrahim, 2016).

Wacana pada gerakan hijrah terimplementasi pada media sosial sebagai seperangkat pesan komunikasi yang menarik dan efisien, berupa konstruksi identitas dan pembingkaian kultural tentang makna hijrah. 

Gerakan hijrah dikemas dalam pembingkaian kultural yang mampu memobilisasi, menginspirasi, dan melegitimasi aksi gerakan dalam bentuk menjadikan para aktornya menemukan makna religiusitasnya. Proses pembingkaian kultural berkaitan erat dengan diskursus bagaimana suatu gerakan hijrah melalui media sosial dapat memproduksi makna yang kemudian diyakini sebagai kebenaran oleh masyarakat. 

Dari adanya gerakan hijrah yang diwadahi melalui media sosial ini, bagi para generasi muslim milenial akan lebih mudah untuk mengatur mereka bagaimana bertindak dan berperilaku karena sudah memahami apa yang dibenarkan dan tidak dalam agama (Riadi & Drajat, 2019).

Daftar Pustaka

Addini, A. (2019). Fenomena Gerakan Hijrah di Kalangan Pemuda Muslim Sebagai Mode Sosial. Jurnal Of Islamic Civilization, 109-118.

Aziz, M. A. (2004). Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencaa Prenada Media.

E. Setiawan, e. a. (2017). Makna Hijrah Pada Mahasiswa Fikom Unisba di Komunitas (followers) Akun 'LINE@DakwahIslam'. MediaTor, 97-108.

Fuad, S. (2020). GERAKAN HIJRAH DAN KONSTRUKSI EMOSI KEISLAMAN DI PERKOTAAN. Mimbar agama.

Goffman, E. (1974). Frame Analysis: An Essay on The Organization of Experience. New York: Harper & Row.

Ibrahim, B. (2016). Memaknai Momentum Hijrah. STUDIA DIDKATIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 10(2), 65-74.

Merril, S., Keightley, E., & Daphi, P. (2019). Introduction: The Digital Memory Work Practices of Social. In The Palgrave Handbook of Social Movements, Revolution, and Social Transformation, 373-397. Retrieved from https://doi.org/10.1007/978-3-319-92354-3

Morris, A. (2019). Social movement theory: Lessons from The Socilogy of W. E. B. Du Bois. Mobilization, 125-136. Retrieved from https://doi.org/10.17813/1086-671X-24-2-125

Prasanti, D., & Indriani, S. S. (2019). Konstruksi Makna Hijrah Bagi Anggota Komunitas Lets's Hijrah Dalam Media Sosial Line. Al- Izzah: Jurnal Hasil- hasil Penelitian, 106-119. Retrieved from https://doi.org/10.31332/ai.v14i1.1253

Priyangga, M. R. (2020, 11). Pemuda Tersesat: Dakwah Ringan ala Milenial. Retrieved from Ib.Times.ID -Cerdas Berislam-.

Ramadhan, T. (2007). Muhammad Rasul Zaman Kita. jakarta: Serambi.

Riadi, B., & Drajat, D. (2019). Analisis Framing Gerakan Sosial: Studi Pada Gerakan Aksi Bela Islam 212. Holistik: Journal For Islamic Social Sciences, 3(1), 10-18. Retrieved from https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Rochimah, I. (2017). The Contribution of Social Support and Religious History on Religious Conversion: A Quantitative Study in South Tangerang. Proceedings of the International Conference on Diversity and Disability Inclusion in Muslim Societies (ICDDIMS). Retrieved from https://doi.org/10.2991/icddims-17.2018.15

Saputra, S., Pujiati, & Simanihuruk, M. (2020). Pengemasan Ideologi Dalam Gerakan Hijrah (Studi Kasus Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahku di Medan). Civic Culture: Jurnal Ilmu Pendidikan PKN Dan Social Budaya, 287-300.

Saputra, S., Pujiati, & Simanihuruk, M. (2020). Pengemasan Ideologi Dalam Gerakan Hijrah (Studi Kasus Gerakan Komunitas Sahabat Hijrahkuu di Medan). Civic-Culture: Jurnal Ilmu Pendidikan PKn Dan Sosial Budaya, 4, 287-300.

Uberman, M., & Shay, S. (2016). Hijrah According to the Islamic State : An Analysis of Dabiq. Counter Terorist Trends and Analyses.

Yunus, A. (2019). Hijrah: Pemaknaan dan Alasan Mentransformasikan Diri Secara Spiritual di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Emik, 2, 89-104.

Zahara, Wildan, & Komariah. (2020). Gerakan Hijrah: Pencarian Identitas Untuk Muslim Milenial di Era Digital. Indonesian Journal Of Sociology, Education, and Development, 2(1), 58-70.

Zulhazmi, A. Z., & Hastuti, D. A. (2018). Da'Wa, Muslim Millennials and Social Media. Lentera, 121-138.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun