Mohon tunggu...
Feri Nurwahyudi_222111074
Feri Nurwahyudi_222111074 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Syari'ah, Hukum Ekonomi Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa yang mempunyai hobi menggambar

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konsep Dasar Sosiologi Hukum

26 September 2024   08:15 Diperbarui: 27 September 2024   10:04 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Julijanto, S. Ag., M. Ag

Mata Kuliah: Sosiologi Hukum 

Review Buku

Judul Buku: Konsep Dasar Sosiologi Hukum 

Penulis: Hamzarief Santaria 

Penerbit: Setara Press 

Tahun Terbit: 2019

Tebal Buku: 174 halaman 

ISBN: 978-602-6344-85-4

Reviewer: Feri Nurwahyudi 

Buku yang berjudul "Konsep Dasar Sosiologi Hukum" karya Hamzarief Santaria merupakan tulisan seorang sarjana hukum, yang memiliki latar belakang dan pola pikir khas seorang yuris yang telah memiliki pengetahuan tentang bermacam-macam teori ilmu hukum. Buku ini lebih banyak menyajikan tema-tema penting dalam pembahasan sosiologi hukum. Lebih dari itu, penyajian buku ini mengikuti perkembangan paling mutakhir mengenai sosiologi hukum; mencakup isi (content) seperti pembahasan hukum dan struktur sosial, hukum dan perubahan sosial, hukum sebagai kenyataan sosial, fungsi dan tujuan hukum di dalam masyarakat, tipe-tipe hukum di dalam masyarakat, efektivitas hukum di dalam masyarakat, konflik dan penyelesaiannya.
Dalam kaitannya dengan sosiologi hukum, sebagai objek studi kita kali ini, penulis (Hamzarief Santaria) akan mengkaji hukum dengan menggunakan pendekatan empiris, yakni berdasarkan kenyataan yang ada dalam masyarakat atau hukum dalam konteks suatu peristiwa konkret (dassein). Oleh karena itu, dalam buku ini anda tidak akan menemukan uraian secara khusus tentang norma-norma atau peraturan-peraturan hukum tertentu sebagaimana lazim kita temukan dalam studi hukum juridis-dogmatik dengan pendekatan normatifnya, begitu pula dengan kajian-kajian yang sifatnya filsafati.


Hukum Dan Struktur Sosial

Diskusi pada bab ini adalah tentang hubungan saling memengaruhi antara hukum dan unsur-unsur struktur sosial. Secara sederhana, struktur sosial dapat kita definisikan sebagai kesatuan yang terdiri dari berbagai macam unsur-unsur pokok pembentuk masyarakat, yang meliputi kaidah sosial, kelompok sosial. lembaga sosial, stratifikasi sosial, dan kekuasaan atau wewenang.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan tiga hal wang menjadi ciri-ciri atau sifat struktur sosial. Pertama bersifat abstrak. dimana dalam pengertian ini struktur sosial tidak dapat dirasakan secara indrawi. Kedua, struktur sosial bersifat dinamis, yakni selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan zamannya. Ketiga adalah bahwa struktur sosial memiliki dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal maksudnya bahwa dalam masyarakat terdapat hubungan hierarki, seperti hubungan atasan dan bawahan, sedangkan dimensi horizontal adalah bahwa hubungan antara individu dalam masyarakat tidak didasarkan pada hierarki; contohnya suku, agama, ras, dan jenis kelamin.

Hukum Dan Perubahan Sosial

Perubahan dalam masyarakat atau dalam penyebutan ilmiahnya "perubahan sosial" adalah sebuah keniscayaan. Artinya, tidak ada satupun masyarakat di dunia akan tetap stabil dengan kondisinya, baik itu masyarakat tradisional yang sangat sederhana terlebih masyarakat modern yang sudah mapan dalam berbagai hal. Oleh karena itu setiap anggota masyarakat, termasuk saya dan anda, harus tanggap terhadap perubahan sosial tersebut. Kemudian dalam kaitannya dengan hukum, Achmad Ali, pakar sosiologi hukum dari Universitas Hasanuddin, mengemukakan dua aspek penting yaitu sebagai berikut

1) Sejauhmana perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuaian oleh hukum. Dengan kata lain, hukum yang menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat ini menunjukkan sifat pasif dari hukum.
2) Sejauhmana hukum berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu perubahan yang terencana. Di sini, hukum berperan aktif dan sering disebut sebagai fungsi hukum sebagai a tool of social engineering.

Hukum Sebagai Kenyataan Sosial

Salah satu hal pokok di dalam membicarakan hukum sebagai kenyataan sosial adalah bahwa hukum itu tidak otonom. Ini sekaligus menjadi pembeda dari pandangan kaum dogmatis yang melihat hukum sebagai kaidah normatif yang mandiri. Yuris yang beraliran sosiologis melihat hukum sebagai kenyatan dalam masyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh timbal balik dengan unsur-unsur nonhukum seperti ekonomi, politik, kultur, ketertiban, dan agama.

Kajian sosiologi hukum, bagaimana pun tidak dapat dilepaskan dari pem- bahasaan tentang unsur-unsur nonhukum tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kajian ini sifatnya antardisiplin. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo", "Sekarang, hukum tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang otonom dan independen, melainkan dipahami secara fungsional dan dilihat senantiasa berada dalam kaitan interdependen dengan bidang-bidang lain dalam masyarakat."

Pentingnya mempelajari unsur-unsur nonhukum tersebut dipicu oleh perkembangan dan perubahan yang belakangan semakin terasa di dalam masyarakat. Perkembangan zaman telah memaksa para yuris untuk lebih kreatif menciptakan metode baru dalam mempelajari hukum tersebut dan tidak hanya mengkaji hukum dari sudut normatifnya belaka. Para yuris dituntut untuk memperhatikan unsur-unsur di luar dari pada hukum itu sendiri sehingga dapat membuat ide dan konsep-konsep hukum yang selaras dengan kenyataan dalam masyarakat.

Fungsi Dan Tujuan Hukum Di Dalam Masyarakat

Joseph Raz mengemukakan bahwa terdapat dua jenis fungsi hukum, yakni fungsi hukum langsung dan fungsi hukum tidak langsung. Fungsi hukum langsung tersebut kemudian dikelompokkan menjadi dua, yaitu; yang bersifat primer dan yang bersifat sekunder. Termasuk bersifat yang sekunder antara lain pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong dilakukannya perbuatan tertentu. Sedangkan yang bersifat sekunder antara lain; prosedur bagi perubahan hukum dan pelaksanaan hukum.

Fungsi hukum tidak langsung, menurut Raz, adalah memperkuat atau memperlemah kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai moral tertentu, seperti kesucian hidup, memperkuat atau memperlemah penghargaan terhadap otoritas tertentu di dalam masyarakat dan memengaruhi perasaan kesatuan nasional.

Selain fungsi hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Joseph Raz di atas, terdapat lima fungsi lainnya yang secara umum diajarkan dalam ilmu hukum. Kelima fungsi tersebut yakni; a tool of social control, a tool of social engineering, symbol, political instrument dan integrator.


a tool of social control

Hukum sebagai sarana pengendalian sosial, secara umum dapat diartikan bahwa hukum berperan dalam mengendalikan masyarakat adar di dalam pergaulannya tidak menyimpang dari kaidah-kaidah hukum yang telah ditetapkan.


a tool of social engineering

Hukum sebagai sarana rekayasa sosial merupakan instrument bagi pelaksana hukum yang digunakan untuk merubah perilaku masyarakat seperti yang ditetapkan dan diinginkan oleh hukum.


Symbol

Fungsi hukum sebagai simbol adalah memberi istilah sederhana terhadap peristiwa-peristiwa tertentu di dalam masyarakat sehingga dapat dimengerti secara konkrit dan menyeluruh.
political instrument dan integrator
Fungsi hukum sebagai alat politik yakni hukum yang mengendalikan negara dan hukum yang dikendalikan oleh negara. Sedangkan fungsi hukum sebagai sarana pengintegrasian untuk menyelesaikan konflik dan sengketa.

Tipe-Tipe Hukum Di Dalam Masyarakat
Pembahasan mengenai tipe-tipe hukum di dalam masyarakat adalah salah satu hal pokok yang dipersoalkan oleh sosiologi hukum. Sub-bahasan ini akan menjelaskan beberapa tipe hukum yang diperkenalkan oleh ahli hukum seperti Nonet & Selznick, Gunter Teubner, Satjipto Rahardjo, Soetandyo Wignjosoebroto, Romli Atmasasmita, Hans Kelsen, dan John Austin. Masing- masing dari tipe-tipe hukum tersebut memperlihatkan karakteristik-karakteristik tertentu yang ada pada hukum yang berlaku di dalam masyarakat.


Tipe hukum menurut Nonet & Selznick

Dalam bukunya yang berjudul Law and Society in Transition: toward Responsive law, Nonet & Selznick memperkenalkan tiga tipe hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Ketiga tipe hukum tersebut adalah hukum represif (progressive law), hukum otonom (autonomous law), hukum responsif (responsive law). Menurutnya tipe-tipe hukum tersebut merupakan tahapan-tahapan evolusi dari satu tipe ke tipe yang lainnya. Tahapan- tahapan evolusi tersebut selanjutnya disebut sebagai model perkembangan (developmental model). Ketiga tahapan evolusi hukum itu diuraikan oleh Teubner yaitu sebagai berikut:

1) Hukum represif merupakan pelayan kekuasaan represif.
2) Hukum otonom merupakan institusi tersendiri yang mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya.
3) Hukum responsif merupakan fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial.


Tipe hukum menurut Satjipto Rahardjo

Dalam kaitannya dengan pembahasan ini, beliau memperkenalkan salah satu tipe hukum yakni hukum progresif. Hukum progresif secara sederhana dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan radikal yang dapat mengubah sistem hukum. Termasuk juga mengubah peraturan-peraturan yang ada pada hukum jika diperlukan. Tujuannya yaitu agar peraturan hukum dapat lebih berguna atau bermanfaat terutama untuk mengangkat harga diri dan juga menjamin kebahagiaan.

Satjipto Rahardjo sendiri menjelaskan pengertian hukum progresif itu melalui sebuah tulisannya bahwa hukum progresif adalah mengubah secara cepat, melakukan pembalikan yang mendasar dalam teori dan praktik hukum, serta melakukan berbagai terobosan. Pembebasan tersebut didasarkan pada prinsip bahwa hukum untuk manusia dan bukan untuk sebaliknya dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri, yaitu untuk sesuatu yang lebih luas yaitu untuk harga diri manusia, kebahagiaan kesejahteraan, dan kemuliaan manusia.


Tipe Hukum Menurut Romli Atmasasmita

Tipe hukum yang beraliran sosiologis selanjutnya diperkenalkan oleh Romli Atmasasmita yakni hukum integratif. Syamsuddin Pasamai menuliskan bahwa hukum integratif tersebut merupakan gabungan dari teori hukum pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja dan teori hukum progresif yang telah kita bicarakan di atas. Hukum integratif tersebut memandang perlunya mengharmoniskan tiga hakikat hukum yakni norma (system of norm), perilaku (system of behavior), dan nilai (system of value). Sitem norma merujuk pada hukum pembangunan dan sistem perilaku merujuk pada hukum progresif.


Tipe Hukum Menurut Gunther Teubner

Tipe hukum selanjutnya dikemukakan oleh Gunter Teubner. Beliau memperkenalkan hukum refleksif, sebagai respons dan kelanjutan dari tipis refleksi hukum Nonet & Selznick. Beate Sjafjell & Benjamin J. Richardson mengatakan bahwa hukum refleksif dari Teubner merupakan salah satu dari sistem yang tidak mencari arah kebijakan koersif tetapi membatasi dirinya pada peraturan organisasi, prosedur, dan redistribusi kompetensi.

Teubner melandaskan teori hukum refleksifnya atas keyakinanannya bahwa hukum belum mampu menjalankan fungsinya sebagai salah satu instrumen utama dari negara kesejahteraan, dimana ia mengemban tugas yang sangat besar yakni mengatur secara langsung bidang sosial yang luas dan beragam dan harus memadukan secara masif badan-badan sosial, ekonomi, dan ilmu pengetahuan ke dalam sistem hukum.


Tipe Hukum Menurut Soetandyo Wignjosoebroto

Soetandyo Wignjosoebroto adalah salah seorang begawan Indonesia yang paling terkemuka di bidang sosiologi hukum. Berbeda dengan ilmuwan yang lain, Soetandyo melakukan kajian sosiologi hukum dari perspektif ilmu sosial atau sosiologi. Artinya, sosiologi hukum menurutnya adalah bagian dari ilmu sosial sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmu sosial bukan pendekatan ilmu hukum.

Soetandyo mengemukakan beberapa karakter yang menjadi ciri khasnya. Pertama, hukum harus tertulis. Keharusan ini diperlukan untuk melegitimasi hukum sebagai hal yang formal atau resmi sehingga dapat ditegakkan secara formal oleh aparat penegak hukum nasional. Kedua, undang-undang, dalam hal ini hukum tertulis harus diterima sebagai norma tertinggi di dalam masyarakat. Terhadap karakter ini, doktrin supremasi hukum harus dikemukakan sehingga norma-norma sosial yang lain harus berada di bawah norma hukum. Ketiga, hukum adalah hasil karya manusia peru berada danya melekat karakter tertentu, yakni karakter "historiasangan nasional lahir dan dilatarbelakangi oleh sejarah tertentu termasuk perkembangangaruhan masyarakat yang terus berubah sehingga kemampuan hukum untuk memberi kepastian pada masyarakat dari masa ke masa justru menjadi tidak pasti. Artinya, mana hukum juga tidak lepas dari karakter relativitas. Keempat, hukum harus ditegakkan kaji hu oleh aparat penegak hukum yang bekerja secara profesional. Profesionalisme penegak hukum ditunjukkan dengan tindakan mereka yang senantiasa dikontrol oleh norma-norma yang dirumuskan dalam kode etik profesi hukum. Profesionlisme penegak hukum dalam menjalankan tugasnya berbanding lurus dengan meningkatnya wibawa hukum di mata masyarakat sehingga pada akhirnya memudahkan untuk terwujudnya supremasi hukum.


Tipe Hukum Menurut Hans Kelsen

Hans Kelsen adalah tokoh positivisme hukum yang paling utama. Pandangan Hans Kelsen yang kontradiktif dengan tokoh-tokoh beraliran sosiologis adalah bahwa hukum itu tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur nonhukum seperti sejarah, moral, sosiologis, dan politik. Bagi Kelsen, pembicaraan tentang keadilan substantif sebagaimana selalu dipersoalkan kaum sosiologis adalah irasional. Oleh karena itu, hukum menurutnya tidak lain dari pada hukum tertulis yang dibuat oleh negara.


Tipe Hukum Menurut John Austin

Sementara itu, John Austin memiliki cara pandang yang hampir sama dengan Hans Kelsen terhadap hukum. Bagi Austin, hukum tidak lain adalah perintah pihak yang berdaulat, dalam hal ini negara. Hukum ada dalam wujudnya yang positif berupa norma-norma atau perundang-undangan yang dibuat oleh negara dan bebas dari pengaruh-pengaruh nonhukum sebagaimana juga diyakini oleh Hans Kelsen. Pemikiran hukum Austin dikenal sebagai analytical jurisprudence, yang inti ajarannya yaitu hukum merupakan perintah dari penguasa. Perintah tersebut disertai dengan sanksi, dan penguasa adalah pihak yang dipatuhi karena kebiasaan.

Efektivitas Hukum Di Dalam Masyarakat

Lawrence M. Friedman mengatakan bahwa terdapat tiga unsur pokok dari sistem hukum yakni Struktur Hukum (legal structure), Substansi Hukum (legal substance), dan Kultur Hukum (legal culture). Ketiga struktur hukum efektivit ini merupakan elemen yang sangat menentukan dalam mewujudkan hukum yang efektif. Artinya, apabila ketiga unsur ini bekerja dengan baik di dalam masyarakat maka pelaksanaan hukum akan berjalan dengan baik pula.
Konflik Dan Penyelesainnya
Di dalam pergaulan masyarakat, baik masyarakat sederhana ataupun masyarakat modern, fenomena konflik adalah sesuatu hal yang niscaya. Artinya masyarakat dimana pun tidak akan pernah sepenuhnya terhindar dari konflik. Interaksi yang terjalin antara individu-individu di dalam masyarakat pada dasarnya selalu berpotensi untuk memunculkan konflik. Oleh karena itu diperlukan sebuah aturan main (rule of game) yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat di dalam pergaulan keseharian mereka. Rule of game tersebut tidak lain adalah hukum. Dalam hal ini hukum berperan tidak hanya sebagai acuan berprilaku di dalam pergaulan sosial tetapi juga berfungsi sebagai sarana integrator bagi individu-individu yang terlibat di dalam konflik tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun