Tidak adanya larangan pembukuan, sedangkan Al-Qur'an telah dihafal oleh ribuan orang, dan telah dikumpulkan dan dibukukan pada masa Utsman, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara Al-Qur'an dengan Hadits dan tidak ada kemungkinan untuk tercampur antara keduanya. Khawatir akan hilangnya hadis, karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan orang Arab semakin melemah, sedangkan para ulama telah menyebar di beberapa penjuru negeri Islam setelah terjadi perluasan wilaya kekuasaannya, dan masing-masing dari mereka mempunyai ilmu, maka diperlukan pembukuan Hadits Rasulullah untuk menjaga agar tidak hilang.
Munculnya pemalsuan hadis akibat perselisihan politik dan mazhab setelah terjadinya fitnah, dan terpecahnya kaum muslimin menjadi pengikut Ali dan Al-Qaththan. pengikut Mu'awiyah, dan Khawarij yang keluar dari keduanya. Masingmasing golongan berusaha memperkuat mazhabnya dengan cara menakwil AlQur'an bukan yang sebenarnya, atau membuat nash-nash hadis dan menisbatkan kepada Rasulullah apa yang tidak beliau katakan untuk memperkuat pendapat mereka. Perbuatan demikian dilakukan oleh kelompok Syi'ah. Sedangkan Khawarij tidak membolehkan perbuatan dusta dan menganggap kafir bagi orang yang berbuat dosa besar, apalagi berdusta kepada Rasulullah. Diriwayatkan dari Ibnu Syihab berkata, "Kalaulah tidak karena adanya hadis-hadis yang datang dari belahan timur yang tidak kami ketahui keberadaannya, niscaya aku tidak akan menulis dan tidak mengizinkan penulisan hadis."
Akan tetapi usaha yang dilakukan oleh Umar ibn Abdul Aziz belum menyeluruh dan sempurna, hal ini dikarenakan beliau wafat sebelum Abu Bakar ibn Hazm mengirimkan hasil pembukuan hadis kepadanya. Para ahli hadis memandang bahwa usaha Umar ibn Abdul Aziz merupakan langkah awal dari pembukuan hadis. Mereka mengatakan, "Pembukuan hadis ini terjadi pada penghujung tahun ke 100 pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz atas perintahnya".
Â
Pada periode awal pembukuan hadis, urutan bab-bab dan pembahasan disiplin tiap ilmu belum disusun secara sistematis, upaya pembukuan secara sistematis baru dilakukan oleh Imam Muhammad ibn Syihab Az-Zuhri dengan beberapa metode yang berbeda, yang kemudian para ulama hadis menyusun buku hadis secara sistematis berdasarkan sanad dan bab.
Buku-buku yang ditulis pada masa itu dan kini sudah dicetak antara lain: a) Al-Muwatha' karya Imam Malik bin Anas; b) Al-Mushannaf karya Abdurrazaq bin Hammam Ash-Shan'ani; c) As-Sunan karya Said bin Mansur; dan d) AlMushannaf karya Abu Bakar bin Abu Syaibah. Karya-karya tersebut tidak hanya terbatas pada kumpulan hadis-hadis Rasulullah SAW, akan tetapi bercampur antara hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, perkataan para sahabat, dan fatwa para tabi'in. Kemudian ulama pada periode berikutnya memisahkan pembukuan hanya pada hadis Rasulullah SAW saja.
Â
Periode keempat disebut juga dengan periode pemurnian, penyehatan dan penyempurnaan, periode ini berlangsung dari abad ke III H pada masa dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah Al-Ma'mun sampai Al-Mu'tadir. Para ulama pada periode ini melakukan gerakan penyeleksian, penyaringan, dan pengklasifikasian hadis-hadis, pada masa ini lahirlah enam buku induk hadis (kutubus sittah), di antara kitab-kitabnya adalah:
 1. Al-Jami Ash-Shahih karya Imam Al-Bukhari (194 -- 252 H)
2. Al-Jami Ash-Shahih karya Imam Muslim (204 -- 261 H)
3. Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202 -- 261 H)