Dalam perusahaan-perusahaan yang berfokus pada Corporate Social Responsibility (CSR), pemimpin diharapkan untuk menggabungkan pertimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pengambilan keputusan mereka.Â
Misalnya, perusahaan seperti Unilever di bawah kepemimpinan Paul Polman telah menunjukkan bagaimana bisnis dapat berfungsi sebagai kekuatan untuk kebaikan. Polman mengubah fokus perusahaan dari hanya mencari keuntungan menjadi juga memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari produk yang mereka hasilkan.
Ini sejalan dengan kebajikan keadilan Aristoteles, di mana perusahaan tidak hanya memikirkan kepentingan para pemegang saham tetapi juga karyawan, konsumen, dan masyarakat luas. Prinsip ini semakin relevan di era modern, di mana konsumen menuntut transparansi dan tanggung jawab sosial yang lebih besar dari perusahaan.
b. Kepemimpinan yang Inklusif dan Berbasis Inovasi
Kepemimpinan yang berfokus pada inovasi dan inklusivitas juga merupakan penerapan langsung dari phronesis dalam dunia bisnis. Pemimpin seperti Indra Nooyi, mantan CEO PepsiCo, menerapkan pendekatan kepemimpinan yang inklusif dengan melibatkan karyawan dari berbagai latar belakang dalam proses pengambilan keputusan strategis perusahaan.Â
Nooyi percaya bahwa pemimpin yang bijaksana harus mampu mendengarkan berbagai pandangan dan mempertimbangkan semua perspektif sebelum membuat keputusan penting.
Dalam hal ini, phronesis bukan hanya tentang memiliki pengetahuan teknis yang kuat, tetapi juga kemampuan untuk menyeimbangkan berbagai kebutuhan dan harapan dari semua pemangku kepentingan. Inklusivitas ini memungkinkan perusahaan untuk menjadi lebih adaptif dan inovatif, karena berbagai ide dan pandangan yang berbeda disatukan dalam proses pengambilan keputusan.
Elemen Lain yang Penting: Prinsip Retorika Aristotelian dalam Kepemimpinan Modern
Selain kebajikan moral dan phronesis, Aristoteles juga menekankan pentingnya retorika dalam kepemimpinan. Retorika, atau seni berbicara dan mempengaruhi orang lain, memainkan peran kunci dalam bagaimana pemimpin berkomunikasi dengan pengikutnya dan mempengaruhi opini publik.
Aristoteles mengajarkan bahwa retorika yang efektif harus didasarkan pada tiga pilar utama: ethos (karakter atau kredibilitas pembicara), pathos (kemampuan untuk mempengaruhi emosi audiens), dan logos (argumen logis yang mendukung pesan yang disampaikan). Ketiga elemen ini masih sangat relevan dalam kepemimpinan modern.
Aristotelian Leadership: Virtue Ethics, Practical Wisdom, and Ethical Decision-Making