Mohon tunggu...
Felicia Ivana
Felicia Ivana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

NIM: 46124010014 // S1 Psikologi // Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristoteles

23 Oktober 2024   18:54 Diperbarui: 23 Oktober 2024   18:54 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh, selama pandemi COVID-19, banyak pemimpin di seluruh dunia dihadapkan pada situasi yang sangat tidak pasti. Mereka harus membuat keputusan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, ekonomi, dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Pemimpin yang mampu menggabungkan data ilmiah dengan kebijaksanaan praktis cenderung lebih berhasil dalam mengatasi krisis ini.

Phronesis juga membantu pemimpin dalam menavigasi keputusan moral yang sulit. Misalnya, ketika harus memilih antara efisiensi ekonomi dan perlindungan lingkungan, seorang pemimpin dengan kebijaksanaan praktis akan mampu menemukan solusi yang seimbang, di mana keuntungan ekonomi tidak mengorbankan kesejahteraan jangka panjang.

Fokus pada Kesejahteraan Kolektif

Salah satu aspek utama dalam filsafat Aristoteles yang membedakan pandangannya tentang kepemimpinan adalah penekanan pada kesejahteraan kolektif sebagai tujuan utama. Bagi Aristoteles, kebahagiaan individu tidak dapat dipisahkan dari kebahagiaan komunitas atau kelompok yang lebih besar. Ini mencerminkan konsep kebaikan bersama yang masih relevan dalam konteks modern, terutama dalam masyarakat yang semakin terfragmentasi dan kompetitif.

1. Pengertian Kesejahteraan Kolektif Menurut Aristoteles

Dalam teori politik Aristoteles, negara atau polis (kota-negara) adalah institusi yang dibentuk untuk memungkinkan warga negara hidup secara baik. Aristoteles percaya bahwa hanya melalui kehidupan bersama dalam masyarakatlah manusia bisa mencapai eudaimonia atau kesejahteraan tertinggi. Dengan demikian, kesejahteraan kolektif atau kebaikan bersama adalah tujuan akhir dari negara dan kepemimpinan

. Aristoteles mengatakan bahwa pemimpin yang baik harus selalu mempertimbangkan apa yang terbaik bagi keseluruhan masyarakat, bukan hanya bagi sekelompok kecil individu atau dirinya sendiri.

Di era modern, ide ini diterjemahkan dalam berbagai cara, baik dalam kebijakan publik yang memprioritaskan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, maupun dalam tanggung jawab sosial korporat (CSR) di mana perusahaan tidak hanya memaksimalkan keuntungan tetapi juga bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.

2. Keseimbangan antara Kepentingan Pribadi dan Umum

Pemimpin yang baik harus mampu menavigasi antara kepentingan individu dan kepentingan bersama. Dalam banyak kasus, ada ketegangan antara dua hal ini, terutama dalam konteks kapitalisme modern di mana seringkali keuntungan pribadi diprioritaskan di atas kepentingan sosial. Pemimpin Aristotelian tidak akan jatuh ke dalam jebakan individualisme ekstrem; mereka akan memahami bahwa kesejahteraan jangka panjang individu tergantung pada stabilitas dan kemakmuran kolektif.

Sebagai contoh, seorang CEO yang memprioritaskan keberlanjutan lingkungan daripada keuntungan jangka pendek menunjukkan bahwa dia mengakui pentingnya kesejahteraan bersama. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun