Dalam konteks menakar kesiapan Indonesia menghadapi perjanjian perdagangan,Â
tulisan ini memanfaatkan kedua pendekatan tersebut. Pertama, melihat kesiapan pelakuÂ
domestik untuk memanfaatkan akses pasar yang tersedia (ofensif) dari perjanjianÂ
perdagangan yang disepakati. Kedua, menilai kesiapan defensif dalam meningkatkanÂ
daya saing akibat dari dibukanya akses pasar bagi produk asing ke pasar domestikÂ
Indonesia. Telaah atas dua aspek tersebut sejalan dengan kajian Kusumah (2019) yangÂ
menunjukkan bahwa respons pemerintah Indonesia atas konsekuensi dari pembukaanÂ
pasar akibat perjanjian perdagangan internasional merefleksikan pertarungan antaraÂ
berbagai kepentingan domestik. Oleh karena itu, tulisan ini lebih jauh akan mendiskusikanÂ
bagaimana kesiapan Indonesia dalam merespons komitmen perjanjian perdaganganÂ
internasional melalui pembacaan atas kontestasi kepentingan berbagai kelompok domestikÂ
yang diwujudkan dalam kepentingan ofensif dan defensif tersebut.
Tulisan ini dibangun dengan argumen bahwa pemerintah Indonesia masih kesulitanÂ
dalam memanfaatkan peluang yang tersedia akibat dari kurangnya insentif dan rendahnyaÂ
minat pelaku domestik untuk memanfaatkan akses pasar yang tersedia. Salah satuÂ
disinsentif untuk memanfaatkan akses pasar internasional tersebut terutama akibat luasnyaÂ
pasar domestik yang juga masih bisa digarap. Penyebab lainnya adalah terlepas dariÂ
makin berkurangnya hambatan tarif, akses pasar di negara mitra masih menghadapiÂ
hambatan lain berupa non-tarif. Sedangkan di sisi lain, sejumlah kebijakan yang dapatÂ
memitigasi untuk menjamin daya saing domestik masih perlu ditingkatkan. Hal iniÂ
penting agar masuknya produk asing akibat dari perjanjian yang bersifat timbal balikÂ
dapat dioptimalkan untuk menjamin suplai bagi rantai produksi domestik, alih-alih justruÂ
mematikan produsen domestik
Kita Sebagai Masyarakat dan mahasiswa perlu memahami hal ini mengingat tentang perdagangan bebas yang akan terlaksana di dunia perdagangan internasionalÂ
Tidak adanya tarif bea masuk yang diberlakukan oleh negara mitra, tidak serta mertaÂ
memudahkan produk-produk Indonesia dapat leluasa masuk ke pasar mitra. TerdapatÂ
sejumlah ketentuan yang biasanya menyangkut standar produk baik dari sisi teknis,Â
lingkungan hidup, kesehatan maupun perlindungan terhadap buruh yang musti dipenuhiÂ
agar produk asing dapat dipasarkan di negara mitra
Dalam konteks ini, luasnya pasar domestik dapat menjadi disinsentifÂ
bagi pelaku bisnis Indonesia untuk melakukan ekspansi pasar internasional. Selain itu,Â
meskipun berbagai perjanjian perdagangan dapat memberi peluang karena dihilangkan nya hambatan-hambatan yang bersifat kasat mata seperti tarif, namun hambatan non-tarif
masih menjadi ganjalan. Memastikan bahwa kesepakatan yang diperoleh mengatur secara
detail mengenai hambatan non-tarif merupakan catatan bagi pemerintah Indonesia dalam
menginisiasi perjanjian serupa di masa datang. Sedangkan dari kepentingan defensif,
diperlukan sejumlah kebijakan untuk memastikan masuknya produk asing sebagai
konsekuensi dari perjanjian yang bersifat timbal balik tidak mematikan potensi produsen
dalam negeri. Namun sebaliknya justru dapat menjadi pelengkap rantai produksi domestik
dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik yang tidak dapat dipenuhi akibat
terbatasnya kapasitas produsen domestik.
maka dari itu perlu kita mengkaji dan memahami hal ini untuk mempersiapkan diri menghadapi perdagangan internasional di pasar bebas
Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Perdagangan internasional: Budi Ardianto, S.H., M.H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H