Mohon tunggu...
Febrianti
Febrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah di mana saya menemukan berbagai dunia berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Sisi Gelap Dunia Kerja

4 Desember 2024   18:43 Diperbarui: 4 Desember 2024   18:50 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu setelah ujian kelas XII, aku langsung berniat untuk bekerja karena tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Tujuan tempat kerjaku adalah sebuah pabrik pakaian yang cukup besar (garmen).

Sebelum Ramadhan tiba, aku bertekad untuk mendapatkan pekerjaan itu. Lamaran pertama, aku gagal karena tidak ada lowongan. Lamaran kedua, gagal lagi karena salah satu persyaratan tidak aku penuhi, dan lamaran ketiga, akhirnya aku berhasil!

Hatiku dipenuhi sukacita dan kegembiraan yang tak tertahan. Tak diduga, setelah lamaran itu diterima, aku langsung dipekerjakan. Tentu saja aku tidak keberatan, malah aku merasa antusias. HRD memanggil seorang ADM, lalu aku dan temanku yang diterima juga, di bawa oleh ADM itu ke dalam pabrik besar. Aku melihat-lihat ke dalamnya dengan rasa ingin tahu.

Sebelum masuk, dua orang satpam wanita memeriksa kami terlebih dahulu. Ia berkata. "Jangan memakai pakaian double, kerudung harus di ikat ke leher, jangan memakai jarum, jangan membawa makanan dan minuman ke dalam dan bla ... bla ... bla ...."

Terlalu banyak aturan menurutku, dan itu sangat merepotkan, tetapi kami dengan patuh mengangguk.

Saat kami masuk ke dalam, aku terkagum-kagum dengan berbagai mesin dan keluasan ruangan di dalamnya. Aku ditempatkan dan dipekerjakan di tempat yang cukup ringan, walaupun harus berdiri berjam-jam.

Aku tidak mengira bekerja begitu melelahkan. Bukan hanya fisik, tapi mental harus kuat. Karena bekerja di sana cukup keras. Jika kita tidak patuh atau bekerja lambat, maka harus menanggung omelan yang keras.

Hari pertama, kedua, dan ketiga kerja, cukup membuat tubuhku sangat lelah, pegal dan kesakitan. Ditambah berpuasa. Huh, itu lebih melelahkan dari yang diduga. Pencapaianku berhasil, aku bisa mendapatkan pekerjaan pada awal Ramadhan.

***

Pada gajian pertama, aku sangat mengharapkannya. Siapa yang tidak senang Gajian? Begitu pula aku sendiri. Aku pikir, kelelahan ku dua Minggu ini akan terbayar.

Pada saat itu sore hari sekitar pukul 16.00. Banyak orang yang sudah berkumpul untuk mengambil gaji. ADM loading, yang merupakan orang yang membagikan gaji akhirnya tiba. Semua orang dengan antusias dan mata berbinar menatap rakus kumpulan amplop coklat yang dijinjing di dalam tas transparan ADM wanita itu.

Satu persatu nama dipanggil untuk mengambil gaji mereka. Aku dengan sabar menunggu dia manggil namaku. Lalu tiba-tiba kedua temanku di panggil namanya dan mengambil amplop itu.

"Aku duluan yah," pamitnya. Aku mengangguk.

Jam sudah menunjukkan pukul 16.30. Hanya setengah orang yang tersisa, dan aku bertanya-tanya, mengapa namaku belum juga dipanggil?

Sampai semua orang sudah pergi dengan hanya tersisa ADM-nya, dan langit sudah semakin meredup. Aku menatap ADM itu yang belum juga menyebutkan namaku. Dia mendongak dan menatapku mengernyit.

Aku langsung berkata. "Aku belum dapet, Bu."

Dia mengerutkan kening. Lalu dia mencari namaku amplop-amplop yang tersisa. Setelah beberapa detik, dia berkata. "Tidak ada nama kamu."

Senyum di wajahku seketika luntur. Dia bertanya lagi. "Kamu di bagian apa?"

Aku menjawab pertanyaannya. Dan dia mencoba mencari namaku lagi, tapi tetap tidak ada. Kesedihan menyelimuti hatiku.

"Gak ada nama kamu di sini." Wajahnya agak rumit. Seolah meragukanku, apakah aku bekerja di sini?

Rasanya aku ingin menangis. Aku menunggu dia menyebut namaku, tetapi sampai tak satupun orang tersisa, dia tidak memanggil juga.

"Besok aja," katanya acuh tak acuh.

Aku mengangguk sedih dan mulai berdiri.

"Besok kamu masih kerja, kan?" tanyanya menghentikan langkahku.

"Iya, Bu," balasku lirih nyaris tak keluar. Aku langsung pergi di bawah langit sore yang meredup.

Mengapa? Setelah berharap begitu besar, mengapa aku tidak mendapatkannya? Aku benar-benar kecewa, mengapa namaku tidak ada? Aku menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan hatiku. Mataku panas dan berkaca-kaca.

Saat di rumah, aku langsung menangis dalam diam. Aku lupa bahwa aku tengah berpuasa, tapi saat itu aku hanya ingin melampiaskan kesedihanku.

Besok. Besok pasti aku akan mendapatkan gaji pertamaku.

***

Keesokan harinya, aku dengan semangat pergi bekerja lagi. Saat absen, aku menemui ADM itu dan bertanya. "Bu, kira-kira kapan gajiku?"

Dia menatapku dan menjawab datar. "Nanti ya."

Menekan kekecewaan di hatiku, aku tersenyum dan mengangguk dan pergi. Aku tidak tahu kapan 'nanti' yang dia maksud. Aku mencoba sabar dan menunggu.

Besoknya lagi, aku menanyakan pertanyaannya yang sama kepadanya. Dan jawabannya pun sama. "Nanti. Sekarang lagi sibuk."

Aku mengepalkan tinjuku erat. Mengapa dia begitu acuh tak acuh? Apakah dia meremehkan hak seseorang? Dua hari ini aku sudah sabar, tetapi masih saja aku belum mendapatkannya.

Saat bekerja, teman yang bekerja di bagian yang sama denganku bertanya. "Berapa gaji yang kamu dapet?"

"Aku belum dapet gajinya," jawabku pelan.

Dia langsung menatapku mengernyit. "Belum dapet? Kenapa?"

Aku menggeleng. "Gak tau."

Wajahnya dipenuhi ketidaksenangan. "Kenapa kamu gak bilang sama atasan kita?"

Aku hanya diam. Dia langsung mewakili dan membicarakan tentang ini. Atasanku menyuruhku langsung ke ruangan office. Saat aku ke sana dan mengatakan tujuanku kepada seorang satpam wanita, mereka sama-sama berwajah tidak senang.

 "Aneh. Kenapa kamu belum mendapatkan gaji?" gumamnya.

Setelah beberapa saat menunggu, seorang wanita paruh baya berkata. "Nanti sore tunggu di kantin."

Aku mengangguk dengan lega. Akhirnya aku bisa mendapatkan gajiku hari ini!

Saat sore tiba, aku benar-benar menunggu di kantin. Tapi setengah jam kemudian, tidak ada siapapun yang datang. Aku hanya menatap kosong pada beberapa orang yang dengan antusias memegang gaji mereka.

Semua orang berangsur-angsur pergi dan pulang. Langit semakin meredup, hujan rintik-rintik turun. Aku menatap ke arah kiri, tetapi tidak ada orang yang diharapkan. Aku menahan air mataku. Saat ini aku sangat lelah, dan aku sudah menunggu lebih dari setengah jam di sini.

Sampai tempat ini sepi, aku kembali ke atas. Tapi tidak ada siapapun.

"Mencari siapa?" tanya seorang satpam pria.

Aku memaksakan senyum. Sebelum menjawab, dia berkata. "Semua orang sudah pulang."

Aku mengangguk dan turun kembali. Aku tidak bisa menahan kesedihanku lagi. Air mataku jatuh tak tertahankan. Mengapa? Mengapa harus aku saja? Mengapa aku tidak mendapatkannya?

Aku lelah, tubuhku, pikiranku, tetapi yang diharapkan hanya berakhir kekecewaan. Selama perjalanan pulang, aku hanya menatap kosong semua yang ada di depanku. Jujur saja, aku bahkan belum pernah memegang uang 100rb yang merupakan hasil keringatku sendiri, jadi tentu saja aku begitu sedih tidak mendapatkan gajiku.

Saat aku pulang, aku langsung menangis di kamar meluapkan kekesalan, kekecewaan, dan kelelahan ku tanpa peduli bahwa aku sedang berpuasa. Orang tua ku bertanya-tanya kenapa, dan aku langsung menceritakannya kepada mereka.

Yang aku tidak tahu saat itu, ternyata Ayahku yang merasa tidak terima langsung mendatangi tempat kerjaku. Satpam di sana merupakan temannya, dan dia bertanya, mengapa aku belum juga mendapatkan gaji. Satpam itu cukup tinggi posisinya di sana, dan dia langsung menegur ADM yang merupakan orang bertanggung jawab atas gaji pekerja.

Keesokan harinya, saat aku absen, ADM wanita itu berwajah jutek. Sepertinya dia dalam suasana hati yang buruk. Tiba-tiba, dia berteriak. "Siapa yang bernama ...."

Dia menyebutkan namaku membuatku terkejut. Aku langsung mengangkat tangan. Dia menatapku tajam. "Kamu ngadu ya?!"

"... ha?" Di bawah tatapan semua orang, aku menatapnya bingung. Aku bergumam. "Ngadu apa?"

"Kamu nangis?" tanyanya lagi. Aku mengangguk jujur. Tapi aku merasa heran, mengapa dia tahu bahwa aku menangis? Jika tidak jujur juga, mataku yang bengkak saat ini tidak bisa berbohong.

"Kenapa?" tanya orang yang sepertinya teman ADM wanita itu.

"Dia meneleponku berkali-kali saat malam tadi," jawabnya jengkel.

Aku tidak apa yang dia bicarakan. Dia siapa?

Saat aku bekerja, aku melupakan yang tadi. Tapi, tiba-tiba namaku dipanggil. Aku datang ke tempat tujuan, dan disana sudah ada seorang wanita yang merupakan ADM tadi, dan satu wanita yang aku kenal sebagai atasan paling berpengaruh, dan satunya lagi pria paruh baya berkumis.

Seharusnya jantungku berdebar karena rasa takut dan cemas, tapi entah kenapa aku merasa tenang saat ini. Aku bingung apa maksud mereka memanggilku? Mereka menghadapi ku dengan wajah tanpa ekspresi.

Pria berkumis itu membuka suara. "Kamu hanya debu yang kecil di antara ribuan orang yang ada di perusahaan ini. Kamu tidak seharusnya melibatkan orang lain dalam pekerjaanmu."

Setelah panjang lebar menceramahiku, akhirnya aku mengerti. Dan aku baru tahu ternyata Ayahku ke tempat ini untuk menanyakan masalah gajiku, dan saat ini aku terkena imbasnya. Aku dengan tenang mendengarkan mereka tanpa menyangkal atau berkata bahwa aku tidak tahu apa-apa.

"Kamu tidak seharusnya menangis sedih dan mengadu kepada orang tuamu karena tidak mendapatkan gaji, kamu hanya melaporkan kepada kami tentang masalah ini." Sekarang giliran atasan wanita paling berpengaruh itu berkata.

Hei, aku sudah mengatakannya kepada atasanku yang lain, dan aku sudah menunggu selama kurang dari sejam di kantin. Lalu, kapan aku menangis sedih dan mengadu-ngadu? Soal orang tuaku yang mengetahui tentang aku yang belum mendapatkan gaji, itu wajarkan?

ADM wanita yang berwajah dingin itu sesekali menatapku dan hanya diam. Saat dia tidak menatapku, aku menatapnya datar. Apakah kau mengharapkanku menangis atau gugup? berhentilah menunjukkan wajah sok mu itu. Sepertinya kamu melebih-lebihkan masalah ini kepada mereka.

Sampai selesai, aku tidak mengucapkan sepatah katapun. Sampai mereka membiarkanku pergi, aku melanjutkan pekerjaanku dengan suasana hati yang tidak berpengaruh. Tidak lama kemudian, namaku dipanggil lagi ke ruang produksi.  Dan di sana sudah ada ADM wanita itu, dengan wajah dingin dia memberikanku sebuah amplop yang ku duga gajiku.

"Terima kas---"

"Hitung dulu," potongnya.

Aku mengeluarkan beberapa lembar uang merah itu dan menghitungnya. Setelah itu aku mengangguk pertanda tidak lebih. "Terima kasih."

Dia mengangguk. Aku memutar mata dan keluar ruangan dengan hati cukup senang.

Yosh! Akhirnya aku mendapatkannya! Ya ... walaupun harus menghadapi masalah cukup merepotkan. Tapi, Jika tidak bertindak, kapan gajiku akan didapatkan?

Ini hakku, keringatku, tenagaku, dan aku berhak mendapatkannya. Seharusnya dia tidak menghinakan ini.

***

Dua Minggu kemudian, ku kira semua masalah itu sudah berakhir. Tetapi, aku tiba-tiba dipanggil. Dan orang yang memanggilku adalah ADM wanita itu. Saat aku tiba ke ruangannya, dia melirikku datar.

Lalu dia tiba-tiba berkata. "Ke HRD, yuk!" Nadanya lebih lembut dan lebih sok.

Dia berjalan duluan, dan dengan bertanya-tanya aku mengikutinya ke tempat tujuan. Ada apa ini? Kenapa dia mengajakku ke sana? Suasana hatiku tenang kali selama perjalanan. Aku menduga, bahwa aku akan dipindahkan ke bagian lain, tapi tak pernah diduga ....

"Kamu di off," kata HRD. Walaupun hatiku terguncang, tetapi di permukaan aku tetap tenang. Aku melirik wajah penuh kemenangan ADM tadi di sampingku.

Mengapa? Aku menghela nafas dalam-dalam dan mengangguk.

"Kamu di off pada tanggal 21 April 2022. Dan besok adalah terakhir kamu bekerja," ujar HRD lagi.

Aku mengangguk lagi.

"Soal gaji ... nanti kita calling-calling," celetuk ADM wanita itu dengan tatapan gembira.

Aku tidak tahu, apakah dia senang karena aku dipecat. Ups, maksudku di off. Kata 'pecat' terlalu sadis.

Tanpa mengatakan alasan mengapa aku di off, HRD itu membiarkanku pergi. Awalnya aku tidak sedih, tapi saat aku kembali ke tempat kerjaku, aku menangis. Apalagi saat ditanya oleh teman sepekerjaan, aku semakin sedih. Masalahnya, aku sudah nyaman di sini. Dan aku sudah mengenali mereka dengan baik. Jika aku dikeluarkan, kemungkinan 5% aku bertemu mereka lagi....

***

Keesokan harinya, aku mulai bisa menerima kenyataan. Karena ini adalah hari terakhirku bekerja, Aku meminta maaf jika ada kesalahan kepada mereka semua.

Hanya kurang dari sebulan pengalamanku bekerja. Dan ini memiliki kesan kurang bagus. Walaupun begitu, pengalaman ini cukup menyenangkan. Aku agak menyesal, sepuluh hari sebelum lebaran, aku harus menganggur. Tidak mungkinkan untuk mencari pekerjaan lain.

Tapi ... setelah lebaran, semoga aku mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi.

***

Ini adalah kejadian non-fiksi yang aku alami sendiri di tanggal 20 april 2022, ditulis di tanggal 21 April 2022 dan dipublikasi di tanggal 4 Desember 2024. Jika ada yang penasaran apa yang terjadi selanjutnya, keinginanku terkabul, yaitu mendapat pekerjaan yang lebih baik. Tapi tidak disangka, tiga bulan setelah itu, aku bukan bekerja lagi, tapi mendapat beasiswa kuliah. Aku kehilangan sesuatu, namun Allah malah menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik lagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun