"... ha?" Di bawah tatapan semua orang, aku menatapnya bingung. Aku bergumam. "Ngadu apa?"
"Kamu nangis?" tanyanya lagi. Aku mengangguk jujur. Tapi aku merasa heran, mengapa dia tahu bahwa aku menangis? Jika tidak jujur juga, mataku yang bengkak saat ini tidak bisa berbohong.
"Kenapa?" tanya orang yang sepertinya teman ADM wanita itu.
"Dia meneleponku berkali-kali saat malam tadi," jawabnya jengkel.
Aku tidak apa yang dia bicarakan. Dia siapa?
Saat aku bekerja, aku melupakan yang tadi. Tapi, tiba-tiba namaku dipanggil. Aku datang ke tempat tujuan, dan disana sudah ada seorang wanita yang merupakan ADM tadi, dan satu wanita yang aku kenal sebagai atasan paling berpengaruh, dan satunya lagi pria paruh baya berkumis.
Seharusnya jantungku berdebar karena rasa takut dan cemas, tapi entah kenapa aku merasa tenang saat ini. Aku bingung apa maksud mereka memanggilku? Mereka menghadapi ku dengan wajah tanpa ekspresi.
Pria berkumis itu membuka suara. "Kamu hanya debu yang kecil di antara ribuan orang yang ada di perusahaan ini. Kamu tidak seharusnya melibatkan orang lain dalam pekerjaanmu."
Setelah panjang lebar menceramahiku, akhirnya aku mengerti. Dan aku baru tahu ternyata Ayahku ke tempat ini untuk menanyakan masalah gajiku, dan saat ini aku terkena imbasnya. Aku dengan tenang mendengarkan mereka tanpa menyangkal atau berkata bahwa aku tidak tahu apa-apa.
"Kamu tidak seharusnya menangis sedih dan mengadu kepada orang tuamu karena tidak mendapatkan gaji, kamu hanya melaporkan kepada kami tentang masalah ini." Sekarang giliran atasan wanita paling berpengaruh itu berkata.
Hei, aku sudah mengatakannya kepada atasanku yang lain, dan aku sudah menunggu selama kurang dari sejam di kantin. Lalu, kapan aku menangis sedih dan mengadu-ngadu? Soal orang tuaku yang mengetahui tentang aku yang belum mendapatkan gaji, itu wajarkan?