“mengapa kau tidak memesan yang dingin saja?” Arie mengulangi pertanyaannya.
“aku suka panas, kau akan tertantang jika mencoba ini.”
“oh, aku tidak suka berbasa-basi.”
“oleh karena itu kau memesan yang dingin?”
Arie mengangkat kedua alisnya kemudian menyeduh kembali secangkir kopi miliknya. Rani terdiam, berusaha menyeduh secangkir kopi panasnya miliknya juga.
“kau tahu, terkadang, kita harus merasakan pahitnya kehidupan. Seperti ini, berusaha menang melawan secangkir cappuccino panas yang akan membuat kelu lidahmu. Tapi coba lihat, ketika kau berhasil menelan, kau akan merasakan kemenangan.”
“untuk apa? Aku tidak pernah merasakan bagaimana cappuccino panas melewati kerongkonganku kemudian aku merasa menang. Setiap harinya, aku hanya merasa semakin larut dalam panasnya cappuccino itu. Untuk ini, aku tidak ingin berbasa-basi lagi, entah apakah itu aku merasa menang atau tidak, aku hanya ingin merasakan hidup tanpa berusaha lagi.”
“apa yang terjadi padamu?” Rani bertanya.
“aku ditinggalkan. Tanpa kabar, tanpa sepengetahuan. Bertahun-tahun aku berusaha memperbaiki semuanya. Tapi dia sudah tidak pernah terlihat lagi. Aku berusaha, dia tidak.”
Seketika hening melanda mereka di bawah alunan musik mellow yang mengiringi.
“bagaimana denganmu?” Arie bertanya.