“Mila, aku gugup.”
“lakukanlah, Din. Bukankan ini yang kamu inginkan.”
“iya, tapi,.. kamu akan menungguku di sini, kan?”
“tentu saja tidak.”
“mengapa?”
“aku tidak ingin melihatmu kembali dengan wujud burung seperti aku.”
“oh, Mila. Terimakasih.” Diandra kembali memeluk Mila.
“menangislah, aku akan pergi.”
“terimakasih sekali lagi, Mila.”
“sama-sama.” Mila terbang jauh keatas.
Diandra perlahan-lahan turun menuju ranting yang agak rendah. Tapi sepertinya Diandra memilih sebuah kursi taman yang sering ia duduki. Sesampainya di kursi tersebut, Diandra tertunduk, hanya dengan satu tangisan, maka ia akan menjadi seorang manusia kembali. Itu mudah baginya, Diandra hanya perlu mengingat kematian ibu dan ayahnya yang tertimpa kecelakaan saat Diandra masih berusia tiga tahun. Lalu meningat masa-masa ia hidup seorang diri bersama pamannya di sudut kota. Diandra tidak pernah sekolah, ia tidak pernah merasakan bagaimana memiliki teman, memiliki kebersamaan, dan sama sekali tidak memiliki semangat untuk hidup. Hingga akhirnya, ia melihat seorang pria yang bermain di taman ini. Diandra sering melihat pria itu dari kejauhan. Tidak ada keberanian sama sekali, sebab Diandra tahu bahwa dirinya berbeda dari perempuan-perempuan lain yang juga mengintai-ngintai pria itu.