Perbankan syariah di Indonesia telah berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Namun, pertumbuhan ini tidak lepas dari tantangan, salah satunya adalah sengketa yang sering kali muncul antara nasabah dan lembaga perbankan. Dalam konteks ini, penyelesaian sengketa perbankan syariah menjadi isu penting yang perlu dibahas lebih dalam.
 Landasan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
Penyelesaian sengketa perbankan syariah diatur dalam beberapa ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Salah satu dasar hukum utama adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain itu, terdapat juga peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur operasional bank syariah dan penyelesaian sengketanya.
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
UU No. 21/2008 mengatur mengenai prinsip-prinsip dasar perbankan syariah, termasuk di dalamnya aspek penyelesaian sengketa. Pasal 55 UU ini menegaskan pentingnya penyelesaian sengketa secara damai dan berusaha untuk menghindari proses litigasi di pengadilan. Hal ini sejalan dengan prinsip syariah yang mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan permasalahan.
2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK juga memiliki peraturan yang mendukung penyelesaian sengketa di lembaga keuangan syariah. Salah satu peraturan penting adalah POJK No. 1/2016 tentang Layanan Pengaduan Nasabah. Dalam peraturan ini, nasabah diberi hak untuk mengajukan pengaduan atas pelayanan yang tidak memuaskan atau adanya sengketa, yang kemudian akan ditangani oleh lembaga terkait.
3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, antara lain:
4. Â Penyelesaian Secara Musyawarah
Mekanisme pertama yang dianjurkan dalam penyelesaian sengketa adalah melalui musyawarah. Dalam hal ini, perbankan syariah dan nasabah dapat melakukan dialog untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Musyawarah ini dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga jika diperlukan, seperti mediator yang berpengalaman dalam hukum syariah.
5. Mediasi
Jika musyawarah tidak membuahkan hasil, langkah selanjutnya adalah mediasi. Mediasi adalah proses di mana pihak ketiga yang netral membantu kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan. Proses ini lebih formal dibandingkan musyawarah namun tetap bersifat sukarela. OJK menyediakan fasilitas mediasi bagi nasabah yang mengalami sengketa dengan lembaga perbankan syariah.
6. Arbitrase
Arbitrase merupakan alternatif lain dalam penyelesaian sengketa yang lebih formal. Dalam hal ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbiter yang ditunjuk. Keputusan yang dihasilkan bersifat mengikat dan final. Penyelenggara arbitrase di Indonesia, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), telah memiliki pengalaman dalam menangani sengketa perbankan syariah.
7. Jalur Litigasi
Sebagai upaya terakhir, pihak yang merasa dirugikan dapat mengambil jalur litigasi dengan mengajukan perkara ke pengadilan. Namun, proses ini cenderung lebih panjang dan mahal, serta tidak sejalan dengan prinsip penyelesaian sengketa secara syariah yang mengutamakan damai. Oleh karena itu, jalur litigasi sebaiknya dihindari jika memungkinkan.
Tantangan dalam Penyelesaian Sengketa
Meskipun terdapat berbagai mekanisme penyelesaian sengketa, praktiknya masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kurangnya Pemahaman tentang Prinsip Syariah
Banyak nasabah yang belum sepenuhnya memahami prinsip-prinsip syariah dalam perbankan, sehingga ketika terjadi sengketa, mereka kesulitan untuk menemukan solusi yang sesuai dengan hukum syariah. Edukasi mengenai perbankan syariah menjadi sangat penting untuk mengurangi sengketa yang muncul.
2. Ketidakpastian Hukum
Walaupun ada landasan hukum yang jelas, dalam praktiknya, ketidakpastian hukum masih sering terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan interpretasi antara pihak bank dan nasabah mengenai perjanjian yang dibuat. Oleh karena itu, perlu adanya standar yang jelas dalam pembuatan perjanjian untuk mencegah sengketa di kemudian hari.
3. Â Proses Mediasi dan Arbitrase yang Belum Optimal
Proses mediasi dan arbitrase terkadang tidak berjalan optimal karena kurangnya fasilitas atau sumber daya manusia yang kompeten. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kapasitas dalam penyelenggaraan mediasi dan arbitrase agar dapat memberikan hasil yang adil dan cepat.
Contoh Studi Kasus Nasabah Dengan Perbankan Syariah
Salah satu contoh nyata mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah yang melibatkan keputusan pengadilan adalah kasus yang diputuskan putusan Nomor 24/Pdt.G/2021/PTA.Mks.
Kronologi Kasus
Berikut adalah kronologi kasus berdasarkan dokumen yang diberikan:
1. Pengajuan Pembiayaan tanggal 17 Juli 2006
Pihak Terlibat: H. Burhanuddin (Penggugat) dan PT. Bank Syariah Mandiri (Tergugat I). Akad yang digunakan dalam Pembiayaan adalah Murabahah Nomor 82 dibuat antara Penggugat dan Tergugat I, yang mencantumkan klausul penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).
2. Kendala Pembayaran
Penggugat mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada Tergugat I. Tergugat I melakukan penjualan jaminan tanpa menyelesaikan utang yang ada, yang memicu sengketa hukum.
3. Proses Pengadilan
Isi Putusan: Mengabulkan eksepsi Tergugat I, menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, serta menghukum Penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp 1.071.000.
Banding: Penggugat mengajukan permohonan banding pada 18 November 2020.
4. Putusan Banding.
Pengadilan Tinggi Agama Makassar
Putusan Nomor 24/Pdt.G/2021/PTA.Mks pada 4 Maret 2021.
Isi Putusan: Menguatkan putusan Pengadilan Agama dengan perbaikan amar. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp 150.000.
5. Penyelesaian
Penyelesaian sengketa seharusnya diajukan ke Basyarnas sesuai dengan klausul dalam akad. Dengan menerima eksepsi Tergugat I, Majelis Hakim menyatakan bahwa perkara ini tidak dapat dilanjutkan di Pengadilan Agama, sehingga mengarahkan kembali kepada penyelesaian non-litigasi sesuai perjanjian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI