Membaca pemikiran Nurcholish Madjid, sedikitnya terdapat tiga gagasan utama yang digulirkannya ke wilayah diskursus intelektual Indonesia sejak awal gerakan pembaruan pada tahun 70-an; keislaman, kemodernan dan keindonesiaan yang didasarkan pada pandangan etis moral yang lebih substansif dan normativitas doktri Islam. Melalui kajian-kajian Islam ini, ia berusaha menampilkan wajah Islam sebagai agama yang toleran dan terbuka, bahkan agama yang berpihak pada nilai-nilai universal kemanusiaan.[10]
Â
   Dalam pandangan Nurcholis Madjid, pada dasarnya kemajemukan masyarakat atau hakekat pluralisme, tidaklah cukup hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk, tapi yang lebih mendasar harus disertai dengan sikap tulus menerima kenyataan kemajemukan itu sebagai bernilai positif, dan merupakan rahmat Tuhan kepada manusia, karena akan memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi dinamis dan pertukaran silang budaya yang beraneka ragam. Menyatakan bahwa masyarakat itu adalah majemuk, terdiri dari berbagai suku dan agama justeru hanya menggambarkan kesan fragmentasi. Pluralisme juga tidak boleh dipahami sekedar sebagai "kebaikan negatif" (negative good), hanya ditilik dari kegunannya untuk menyingkirkan fanatisme (to keep fanaticism at bay).
Â
  Pluralisme harus dipahami sebagai "pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban" (genuine engagement of diversities within bonds of civility). Bahkan, lanjutnya, pluralisme merupakan suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya. Perspektif teologi pluralis ini lah yang "memaksa" Nurcholis Madjid merekonstruksi penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran mengenai pluralisme agama dan hubungan antar umat beragama.
Â
   Dalam tulisannya Cak Nur begitu mengatakan,"Jadi Pluralisme sesugguhnya adalah sebuah Aturan Tuhan (sunnat Allah, "sunnatullah") yang tidak akan berubah, sehigga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari." Dari perspektif ini kemudian mencoba mendekonstruksi makna Islam sebagai; sikap pasrah kepada Tuhan (arti generiknya); Islam (sebagai agama formal) merupakan hasil produk sejarah: dan Islam sebagai common flatform, kalimatun sawa, agama-agama.
Â
D. PenutupÂ
Â
Sebagai seorang tokoh yang dilahirkan di lingkungan yang sangat kental dengan nilai-nilai ajaran agama Islam serta mendapatkan pendidikan barat yang modern dan sekuler, telah membuat sosok Nurcholis Madjid menjadi seorang yang benar-benar ampuh dan mumpuni dalam memadukan khazanah Islam klasik dan khazanah keilmuan modern. Hal ini pula yang menjadikan cak Nur sebagai seorang figur yang sangat dikagumi baik oleh para gurunya, rekan dan mahasiswanya. Beliau tidak hanya merupakan seorang tokoh yang dekat dengan iman, tapi juga merupakan tokoh yang sangat dekat dengan kebeban berfikir.