Positivisme hukum menciptakan sistem hukum yang konkret dan menghindari konsep-konsep abstrak yang dapat menyebabkan ketidakpastian. Hal ini sejalan dengan konsep kepastian hukum yang mengutamakan jaminan keadilan yang jelas. Seperti yang dikemukakan oleh John Austin, kepastian hukum adalah tujuan utama dari positivisme hukum. Dalam pandangan ini, untuk mencapai kepastian hukum, diperlukan pengaturan yang konkret dan berlaku di tengah masyarakat (hukum positif). Dengan pemahaman ini, eksistensi nilai kepastian hukum dapat terjamin.
Aliran positivisme ditandai dengan kodifikasi hukum melalui hukum tertulis yang disusun oleh lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, masalah keadilan tidak menjadi prioritas utama. Ketika suatu masalah telah diatur dalam kodifikasi hukum yang menjamin kepastian, maka menurut aliran ini, keadilan dapat diterapkan langsung tanpa perlu dikhawatirkan. Dalam perspektif positivisme, keadilan tidak dipahami secara hakiki, melainkan sebatas pada formal justice atau keadilan yang bersifat prosedural.[14]
Â
- Kontradiksi Nilai Kepastian Hukum dan Nilai Keadilan berdasarkan Aliran Positivisme Hukum
Â
Aliran positivisme hukum menekankan pentingnya kodifikasi hukum yang spesifik, yang memberikan aturan secara jelas dan terperinci melalui peraturan tertulis. Menurut aliran ini, hukum bersifat normatif, yang berarti mengatur dan mewajibkan.[15] Disebut normative ketika pemerintah yang sah dan berwenang mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap sebagai suatu ketentuan yang hidup secara positif dan sedang diberlakukan. Pemikiran ini menitikberatkan pada pentingnya kepastian hukum, karena didasarkan pada kodifikasi tersebut maka kepastian hukum merupakan jalan akhir ataupun tujuan akhir dari aliran positivisme ini.
Â
Namun, sayangnya aliran ini tidak terlalu mementingkan keadilan. Ketika adanya suatu kodifikasi secara tertulis maka langsunglah kepastian hukum itu akan muncul. Namun, masalah keadilan bukanlah suatu permasalahan yang turut menjadi tujuan dari adanya aliran ini. Apalagi, untuk membentuk suatu norma melalui kodifikasi terkadang mengesampingkan nilai-nilai moral yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Namun, nilai keadilan tersebut sarat akan adanya nilai moral didalamnya. Disinilah letak kontradiksi utama pemikiran aliran positivisme terhadap nilai kepastian dan nilai keadilan. Ketika nilai kepastian hukum yang dijadikan tujuan maka akan ada kontradiksi dengan nilai keadilan yang mengharapkan perlakuan yang sama. Padahal, nilai kepastian dan nilai keadilan sama-sama menjadi tujuan hukum dan sama-sama memiliki nilai yang saling berkaitan.
Â
- Kritik terhadap Aliran Positivisme
Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai aliran positivisme ini maka dapat ditarik beberapa kritik terhadap aliran positivisme dalam memandang kepastian hukum dan keadilan, diantaranya:[16]Â
- Doktrin kepastian hukum sebagai anak ajaran legisme yang dibela oleh para pengikut teori hukum murni ini, yang mengagungkan rasionalisme dalam kajian hukum dan praktik peradilan adalah sesungguhnya ajaran yang berkembang dan didukung para penganut pada suatu era tatkala proses demokratisasi tengah berlangsung, dengan cita-cita bahwa kekuasaan Negara harus bisa dibatasi dan dikontrol oleh hukum. Negara haruslah dikonstruksi sebagai negara hukum dan bukan negara kekuasaan.
- Dalam kenyataan, apa yang dicita-citakan bahwa "setiap warga Negara berkedudukan sama di hadapan hukum dan kekuasaan" itu tidak selamanya dapat direalisasi. Apa yang telah diberikan di dalam cita-cita dan konsep normatif tidak selalu merupakan diskripsi apa yang dapat ditemui dalam pengalaman yang nyata. Menurut konsep hukumnya setiap warga masyarakat dan warga negara itu dianggap berkedudukan sama, namun dalam realitas kehidupan yang sudah bersifat serba kontraktual ini kesepakatan- kesepakatan yang terjadi antar-pihak tidaklah selalu dan selamanya mencerminkan perlindungan kepentingan yang berimbang.
- Menempatkan para penegak hukum untuk berfikir dan bertidak secara legal formalistic, dengan menempatkan keadilan hukum (legal justice) sebagai tujuan hukum. Dalam perkara-perkara tertentu, positivisme hukum tidak dapat memberikan solusi.
 3. Solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi antinomi antara kepastian dan keadilan
Ketika antinomy hukum adalah suatu keadaan yang kontradiktif antara satu dengan yang lainnya, kemudian turut tidak dapat dipisahkan, tidak dapat saling ditiadakan dan saling memerlukan maka persoalan ini perlu diselesaikan melalui suatu aktivitas yang dapat menyelaraskannya. Harmonisasi hukum pun muncul sebagai respon adanya antinomy hukum ini.[17] Keseimbangan dan dan kesesuaian unsur perlu ditonjolkan dalam menyelesaikan permasalahan antara antinomy nilai kepastian hukum dan nilai keadilan. Konsep harmonisasi tidak bisa dilepaskan dari peran hukum bagi kehidupan manusia. Keseimbangan atau harmonisasi dihadirkan sebagai peneguh eksistensi hukum yang berfungsi sebagai pranata sosial yaitu untuk menciptakan sistem tertib lalu lintas dalam segala bidang kehidupan manusia. Di sisi lain, ketika hukum mengusung tujuan yang diembannya yaitu menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kepastian, pada akhirnya ratio legis hadirnya hukum akan menemukan alasan pembenar. Misalnya, ketika aspek keadilan dan aspek kepastian hukum pada titik tertentu terjadi pertentangan dan berlawanan maka aspek kemanfaatan hadir sebagai penghubung diantaranya. [18]Berdasarkan pemahaman ini dapat dimaknai bahwa antara nilai kepastian hukum dan nilai keadilan sama-sama hal yang sangat penting dan penting untuk diutamakan. Namun, perlu adanya penekanan nilai kemanfaatan didalamnya.