Aku sudah menangis, terisak. Asgar mencoba menenangkan.
***
Tiga bulan berlalu. Suasana bandara terasa lengang. Mama dan Papa memelukku erat.
"Jaga diri di sana, ya, Harika," ujar Mama berkaca-kaca. Aku mengangguk, kembali melihat tiket ke Jakarta. Setelah sebulan yang lalu selesai agenda di beberapa daerah, kini aku mantap untuk menetap dulu di Jakarta berkat saran dari editorku. Naskahku akan segera dibuatkan script. Selamat tinggal, kota kecil. Doakan aku dan impian serta keinginan-keinginan ini lekas menjadi nyata. Tunggu aku pulang.
Tak lama ponselku bernyanyi. Ada panggilan masuk. Dari Asgar ternyata.
"Halo, iya ini aku mau berangkat, Gar."
"Aku masih nggak rela aja kamu pergi, Harika. Semangat gapai mimpi. Maaf sempat maksain kamu buat milih. Malam itu aku terlalu emosi. Doakan besok pernikahanku dengan orang lain lancar." Suaranya terdengar dipaksakan baik-baik saja.
Aku terkekeh meski perih menjalari hati, mengangguk. Mata mendadak terasa panas. "Pasti, Gar."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H