Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Menulis fiksi ringan sebagai hobi selingan. Ig @inifatrisia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Story About Us

20 Agustus 2024   17:17 Diperbarui: 20 Agustus 2024   17:20 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Didi, teman beda kelas itu tiba-tiba menghampiriku. Menduduki kursi kantin yang biasanya diduduki oleh Rafiq saat bersamaku.

"Oh ya? Tapi aku nggak tertarik buat dengerin."

"Jutek amat sih, Tia, kayak nggak kenal aku aja."

"Kamu yang sok kenal sama aku." Aku menatap malas Didi. Dia itu termasuk spesies cowok yang terlalu humble di sekolah. Siapa pun pasti diajaknya mengobrol, tak heran banyak yang salah paham dengan tingkahnya dan akhirnya baper. Mungkin hanya aku pengecualiannya. Didi memang rupawan, tapi hobinya yang selalu memegang jambulnya itu yang membuatku malas. Sedikit-sedikit memperbaiki jambulnya padahal jambul kebanggaannya itu sudah rapi, sangat rapi malah.

"Saranku sih, untuk sementara jauhin orang yang kamu suka. Kalau dia merasa kehilangan berarti dia juga punya perasaan yang sama. Kadang seseorang itu bakal sadar sama perasaannya pas dia mulai ngerasa kehilangan."

Didi terus mencecarku dengan kalimat-kalimat yang menyebalkan. Andai saja dia adalah Rafiq, mungkin aku tidak akan sesinis ini padanya. Lagi pula dia selalu bersikap sok bijak. Kembali kulihat tangannya yang menata jambulnya itu, oh astaga ini lebih menyebalkan dari yang kuduga.

Namun, aku juga bingung. Dari mana Didi tahu kalau aku sedang patah hati? Ah pasti karena sikap dan sifatku yang agak berbeda akhir-akhir ini. Selain itu, dia terus saja menemaniku saat di kantin. Menggangguku dengan ucapan-ucapannya yang tidak bermutu, tapi bisa dikategorikan benar. Entahlah.

Aku pun mulai terbiasa akan kehadirannya itu.Seperti saat ini. Dia kembali duduk di depanku. Belum juga bersuara, ada suara lain yang tiba-tiba muncul. Suara familiar.

"Minggir, ini tempatku!"

Aku melihat wajah Rafiq yang tidak bersahabat saat menatap Didi. Mungkin sekarang dia sedang badmood karena gebetannya tidak mau diajak ke kantin. Harusnya dia tidak berhak mengusir Didi dari sini karena Didi yang pertama datang dan duduk di sana. Didi akan berdiri, tapi aku mencegahnya. "Tetap duduk di situ. Kamu duduk di samping Didi aja, Fiq."

Rafiq menatapku tidak percaya bahwa aku baru saja membela Didi. Namun, dia tidak bersuara. Mengikuti perintahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun