"Makanya kalau malam jangan minum es, jangan begadang, jangan mandi malam. Kebiasaan sih. Jauhin hal-hal yang bikin kamu sakit."
Termasuk jauhin kamu?
"Udah tahu."
"Pokoknya kamu harus cepat sembuh. Aku kangen sama kamu yang suka bercanda."
Aku mengiyakan semua ucapannya. Saat aku sakit dia memang akan sangat rempong seperti ibu-ibu. Dia pun pergi sebentar kemudian kembali dengan segelas teh hangat dan roti. Tak lupa ada seporsi bubur. Terlalu perhatian berefek membuatku gagal move on.
Kadang laki-laki sangat perhatian bukan karena dia punya rasa, tapi memang orangnya seperti itu. Parahnya perempuan sering terbawa perasaan. Perhatian sedikit saja dikira ada sesuatu yang spesial. Aku menggeleng kepala. Tidak, tidak boleh. Aku harus melepaskan rasa ini.
Rafiq tertawa. "Kenapa geleng-geleng kepala? Pengen joget?"
Aku mendengkus kesal terlalu malas meladeninya di saat sedang flu seperti ini. "Terserah."
Setelah beberapa hari yang sulit itu akhirnya aku sembuh. Berkat Rafiq yang begitu perhatian dan selalu memotivasiku meskipun hal itu berefek pada hatiku yang belum sepenuhnya membaik. Selamat tinggal flu. Selamat datang kembali patah hati.
Rafiq semakin sibuk. Hubungannya dengan Vivian yang semakin dekat membuatnya jarang meluangkan waktu untukku, walau hanya sekedar say hello lewat chat. Aku mencoba ambil sisi positifnya. Mungkin ini waktunya move on. Meski yang sebenarnya terjadi hatiku sangat tidak baik-baik saja.
"Aku tahu obat paling ampuh buat ngelupain seseorang penyebab patah hati."