"Ngelamunin apa, sih? Suka banget ngelamun, kemasukan setan tahu rasa!" Aurum sebal dengan Aska. Hari ini dia begitu suka melamun, entah apa yang dia lamunkan, tidak menjadi pemikiran Aurum. Yang jelas gadis itu tidak suka kehadirannya tak diacuhkan seperti itu.
"Nggak ngelamun, cuma ingat pertama kali aku ke sini dan mesenin kamu kopi yang kuberi gula."
"Terus?"
"Sebenarnya aku udah lama mau nanya ke kamu, kenapa suka sekali minum kopi hitam tanpa gula setiap pagi? Dan kenapa harus kedai ini yang jadi tempat pertama kamu datangi setiap hari?"
"Perlu banget dijawab, nih?"
"Iyalah."
Aurum pun becerita bagaimana awal mula dia merasakan sentuhan kenikmatan dari kopi hitam tanpa gula. Katanya, dulu sekali, saat dia masih kelas satu SMA, dia pergi ke kedai kopi ini untuk menghindari hujan yang lebat. Kebetulan saat itu dia merasa haus dan akhirnya memesan secangkir kopi.Â
Tetapi bukan kopi hitam tanpa gula yang dia pesan, melainkan kopi susu yang manis. Lalu dia duduk di salah satu tempat yang kosong---saat itu keadaan kedai kopi ini sangat ramai.Â
Selang beberapa menit Aurum duduk gelisah sendirian, ada seorang laki-laki yang datang dan meminta izin untuk duduk di bangku kosong di depannya.Â
Orang itulah yang mengenalkannya pada kenikmatan kopi hitam. Kata Aurum, orang itu sangat pandai bercerita tentang bagaimana cara menikmati kopi dengan kejujuran. Katanya, jika kopi yang kita minum itu terasa manis sebab bercampur dengan gula, maka kita membohongi diri kita sendiri.Â
Rasa kopi itu pahit dan saat dia berkata jujur, kenapa kita harus mengkhianatinya? Begitu kalimat yang Aurum kutip dari ucapan orang yang memperkenalkannya pada kopi hitam tanpa gula.Â