Dia berpikir pada waktu itu, mengapa pertemuannya dengan sang selalu pada keadaan seperti ini? Meskipun kali ini hujan belum turun, tidak seperti kali pertama mereka bertemu, tetapi langit sudah mengabarkan dengan pasti kalau sebentar lagi hujan deras akan datang. Benar saja, beberapa menit kemudian gerimis halus mulai menetes dengan gemulai.
"Maaf, Mas, kalau kita berteduh dulu bagaimana?" Suara gadis itu melerai bayangan dalam kepalanya mengenai pertemuan pertama mereka. Dia berkata tidak keberatan untuk mencari tempat berteduh terlebih dahulu, malahan hatinya akan sangat senang karena jika hujan benar-benar turun deras, dia bisa menikmati waktu lebih lama bersama makhluk indah yang sekarang diboncengnya.
Sampailah mereka di sebuah kedai kopi yang pada beranda depannya bertuliskan "Kopi Tak Pernah Berkhianat". Aneh sekali nama kedainya, pikir Aska. Aurum, gadis itu yang menyarankan untuk berteduh di kedai ini. Katanya, sekalian dia ingin mentraktirnya sebagai tanda terima kasih karena telah mau mengantarkan pulang pada waktu itu dan pada saat ini.
"Mbaknya duduk saja biar saya yang memesan, bagaimana?" tawar Aska pada gadis itu, entah kenapa tiba-tiba muncul keberanian itu. Untungnya gadis itu setuju dengan tawarannya, membuat hatinya merasa senang?
"Maaf, ini kopinya diberi gula?" Pertanyaan gadis itu diterima dengan janggal oleh kedua telinga Aska. Bukankah setiap seduhan kopi memang diberi gula? Tetapi kenapa gadis itu masih bertanya? Seolah hal itu sangat jarang dilakukan.
"Iya," jawabnya yang tidak bisa berpikir kata apa lagi yang lebih pantas untuk dikeluarkan dari pada kata yang barusan dia ucapkan.
"Kali lain kalau memesankan kopi untuk saya tidak perlu diberi gula. Saya tidak suka." Gadis itu berucap seakan-akan pertemuan mereka tidak akan terhenti sampai hari itu habis dimakan waktu.
"Kenapa? Bukankah itu akan sangat pahit?"
"Rasa kopi memang pahit, 'kan?" katanya balik memberikan pertanyaan, "saya hanya tidak ingin melukai kejujuran dari kepahitannya." Ditutupnya kalimat itu dengan senyum lebar yang memperlihatkan rentetan gigi putihnya. Manis sekali.
"Aska?" Aurum heran dengan laki-laki di hadapannya, yang tengah tersenyum dengan menatapnya, "Aska!" Dengan keras dia memanggil nama laki-laki itu, sampai seluruh pasang mata yang ada di sana mengarah pada mereka berdua.
"I-iya? Ada apa?" Sementara orang yang dipanggilnya merasa gugup karena tahu dia ketahuan melamun lagi.