2
Pada keadaan yang sebenarnya kau tidak pernah tahu benar siapa diriku, bahkan aku sendiri pun tidak pernah betul-betul mengenalinya.
_Aurum
Bila semesta memang ingin mempermainkannya lagi, maka dia terima. Akan disambutnya segala takdir yang tentu saja tidak semudah hari-hari sebelum ini. Toh, sudah sepatutnya takdir itu dijalani bukan malah diumpat, apalagi dimintai keadilan, begitu pikir gadis ini. Aurum memang berbeda dengan gadis-gadis pada umumnya.Â
Dia jelita tetapi masih banyak yang lebih jelita dari dia, hanya saja dia berkharisma. Pancaran yang keluar dari jiwanya begitu membuatnya terlihat menonjol di antara gadis-gadis lain. Ya, setidaknya dari penglihatan Aska.Â
Bagi laki-laki ini, tidak ada gadis serupawan gadisnya, Aurum, meski tidak sedikit gadis yang jauh lebih jelita menginginkannya. Hidupnya sebelum pertemuan mereka yang menakjubkan di suatu siang itu begitu sunyi.Â
Mungkin, jika dilihat menurut warna, yang dia miliki hanya hitam dan putih. Tetapi sekarang, setelah dia berhasil memantapkan hati untuk berkata 'jatuh' pada segala hal yang ada pada diri gadis itu, warna-warna lain mulai terlihat oleh matanya, meskipun yang paling terang menampakan diri adalah warna kelabu.Â
Iya, karena seberusaha apa dia mencoba menilik jauh ke dalam diri Aurum, semakin banyak pula tanda tanya yang bermunculan pada tempurung kepalanya. Gadis itu seperti tanda tanya besar yang tersusun dari tanda tanya-tanda tanya kecil yang teramat banyak.
***
Hujan sangat lebat dan hari semakin gelap. Tidak ada remang sinar bulan pun para bintang yang kalah pada pesona awan hitam. Jalanan menjadi sepi, hanya sesekali ada mobil yang lewat memecah ramainya cengkrama air langit dengan sang tanah.Â
Gadis itu terlihat raganya di sebuah emperan toko sepatu yang telah tutup---karena memang saat itu sudah pukul 10 malam---tetapi dengan jelas pula terlihat bahwa jiwanya tidak ada di sana, dia seakan-akan tak hidup.Â
Matanya kosong, tubuhnya seperti sudah beku oleh dinginnya angin yang membersamai hujan. Tentu saja seseorang yang tidak pandai bergaul seperti Aska tidak berani untuk menegurnya.Â