BAGI MEREKA, yang penting, bagaimana bisa hidup dalam arus materialisme di atas selera nafsunya itu, dengan ambisi harta atau kehidupan yang mesti terpuaskan. Mengejawantah di dalam diri!
DALAM ERA INFORMASI seperti sekarang ini, kepribadian sejati manusia dalam harkat martabat kemanusiaannya yang baik dan tinggi. Yang telah diciptakan Allah dan dibedakan dengan makhluk lainnya, oleh posisi kemuliaan yang diperuntukkan baginya, seakan sudah mengalami degradasi dan pengrusakan.
Menurunkan nilai dirinya ke arah kerendahan yang diciptakannya sendiri.
Menjebaknya ke arah keterpurukan hidup, dan tempat tinggal terburuk di alam akhirat!
“Sesungguhya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)” (QS 95:4-5)
KEJADIAN INI MEWUJUD, baik disebabkan oleh lingkungan yang membentuk, dan dibentuk. Ataupun karena adanya kecenderungan nafsu kejahatan dan kesenangan yang diperturutkan. Yang kata mereka, tak bisa dilerai dan dikendalikan.
PADAHAL Allah telah memperlihatkan dan membandingkan, antara nafsu jahat yang diikuti, dan keinginan baik yang dirahmati, berbeda.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku…..” (QS 12:53)
PENGARUH pembauran budaya yang diciptakan era informasi global, revolusi informasi paska mordernisasi, yang supremasi power informasinya dikuasai Barat, sebagai pemegang hegemoni budaya dan peradaban, banyak menjerat kehidupan muslim atau muslimah ke dalam jurang kebinasaan.
CORAK, gaya hidup, sikap, watak dan tabiat kehidupan yang dimiliki Barat, ber-epidemi. Mewabah sedemikian rupa, seolah ingin dilahap habis-habisan, dalam kehausan nafsu hedonistis yang berlebihan.
"Mumpung masih hidup, reguklah kepuasan itu di mana saja bisa ditemui dan didapat." Itulah filosofi dan slogan hidup mereka.