Mohon tunggu...
Fatikhah Romadhonaaa
Fatikhah Romadhonaaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Mercu Buana

Akuntansi 43222010108 Bpk Apollo. Prof. Dr, M. Si. Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Kepemimpinan Gaya Dewa Ruci Werkudara Pada Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

11 November 2023   23:53 Diperbarui: 12 November 2023   00:11 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fatikhah.R
Fatikhah.R
Korupsi terjadi ketika tidak ditanamkan nilai-nilai antikorupsi yang kuat  dalam diri. Melalui  kebiasaan dan pengembangan nilai-nilai antikorupsi,  seseorang  diharapkan mampu mengendalikan pengaruh negatif dari lingkungan dan terhindar dari praktik korupsi. Strategi antikorupsi telah dikembangkan sesuai dengan teori korupsi. Berbagai hambatan dan rintangan kerap ditemui, namun keinginan bangsa untuk memberantas korupsi tetap teguh karena korupsi tidak hanya berdampak pada satu aspek kehidupan namun juga dapat  menimbulkan efek domino dalam skala besar bagi eksistensi bangsa dan negara. Keadaan ini dapat  memperburuk keadaan perekonomian negara, misalnya sulitnya akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan, rusaknya lingkungan hidup, dan buruknya citra pemerintah di mata dunia internasional. Pemberantasan korupsi harus terus dilakukan dan berkesinambungan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai, dan hukum. Pada lakon Dewa Ruci menggambarkan kisah ketaatan seorang murid kepada gurunya, kearifan dalam bertindak dan perjuangan sengit mencari jati diri atau kebenaran hidup atau  ilmu pengetahuan sesungguhnya. Penemuan jati diri membantu manusia mengetahui asal muasal jati dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Ditemukannya jati diri  ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang dapat menuntun seseorang ke jalan  yang lebih baik dalam bertindak dan dapat mengikuti perintah serta  menjauhi larangannya. Bahkan bisa diselaraskan dengan  kehendak Tuhan  untuk menyatu dengan Tuhan atau biasa disebut  Manunggaling Kawula Gusti (panggilan hamba Gusti). Di dalam Dewa Ruci terdapat gambaran yang muncul dalam penglihatan Werkudara, yang berarti Werkudara mampu menyaksikan berbagai macam peristiwa antara lain yakni pancamaya, caturwarna, hastawarna, dan Pramana. Pada akhirnya Werkudara atau Bima menjadi insan kamil atau sosok manusia sempurna yang mampu menatap batin terdalam dan hamparaan dunia lahir. Dari awal perjalan sampai penemuan jati diri sebagai makhluk Tuhan, semua itu dijalankan dengan penuh kegigihan dan keikhlasan, sehingga mampu menegakkan kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Lakon Dewa Ruci menggambarkan proses pertemuan eksistensi dan esensi kehidupan, yang juga dikenal dengan ngeluruh sarira atau racut, mencair dan melaut. Persamaan Lakon Werkudara atau Bima menjadi Bima Suci atau pertemuan Werkudara. Mengingat identitasnya atau Dewa Ruci, hal ini bisa diibaratkan seperti pertemuan antara  Nabi Musa pada tahun  dengan Nabi Khidir. Hasilnya adalah kesatuan lahir dan batin,  awal dan akhir. Werkudara disebut-sebut mencintai lingkungan dan memberikan pesan untuk menjaga lingkungan dan ekosistem hutan. Dalam cerita Werkudara maupun dalam lakon Dewa Ruci ia dapat memerankan tokoh orang yang cinta lingkungan dan cerita tersebut dapat dijadikan cara bagi orang lain untuk  menjaga  lingkungan. Terbukti dengan keberadaan Werkudara saat berada di bawah laut, ia enggan terjun ke dalam air. Namun dalam upaya persuasinya yang terakhir, Werkudara berusaha untuk menceburkan diri dan melebur ke lautan untuk mencari Air Prawitasari yang akhirnya bertemu dengan Dewa Ruci untuk menerima ajaran kesempurnaan hidup dan l persatuan dengan Tuhan. Dalam hal ini filosofi yang muncul dari kejadian tersebut adalah ingin menyatu dengan alam. Kisah hidup Werkudara merupakan kisah dari Serat Dewa Ruci karya Damar Shashangka. Kisah ini memuat  hikmah yang dapat dipetik dan dijadikan acuan dalam hidup untuk perbuatan, pembelajaran dan ibadah kepada Allah,  manusia dan alam. Kisah merupakan sebuah nilai yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan maupun kepemimpinan karena berisi pengajaran yang patuh terhadap aturan atau perintah. Nilai tersebut tentunya dapat dituangkan dan direalisasikan untuk menjadi sebuah gaya kepemimpinan seseorang dalam memimpin bangsa maupun suatu organisasi atau kelompok, untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah karena tentunya akan menghadapi banyak rintangan dan godaan, terlebih lagi jika harus menangani atau mengambil keputusan dari suatu masalah. Disamping itu, di negara Indonesia ini masih banyak masyarakat atau justru pemangku pemerintah (pejabat) yang melakukan tindakan buruk, seperti korupsi. Korupsi begitu parah sehingga dianggap sebagai pemegang saham utama dalam keruntuhan perekonomian Indonesia. Di antara para pelaku perbuatan tersebut, bahkan ada yang sudah mendekam di penjara, dan ada pula yang masih buron. Selain tidak memunculkan rasa keadilan dalam penegakan peraturan dan penerapan sanksi hukum, penyebaran virus korupsi  memang tidak mudah dihentikan. Korupsi  tidak mengenal ruang dan waktu, hal ini dapat dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja. Di Indonesia, praktik korupsi konon sudah ada sejak  awal masa penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, korupsi semakin meluas. Beberapa kritikus berpendapat bahwa hal ini terkait dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia pegawai negeri sipil, yang antara lain disebabkan oleh lemahnya sistem pelayanan sipil. Sistem pendidikan nasional juga dinilai kurang memperhatikan hak dan kewajiban warga negara terhadap negaranya. Dari sisi lain, terdapat kritik lain yang cenderung menyalahkan karakter masyarakat Indonesia yang masih belum demokratis,  rendahnya komitmen para pejabat senior terhadap penegakan hukum, hal ini semakin diperparah dengan  rendahnya tingkat keteladanan  para pemimpin yang hidup  korupsi, kehidupan bebas dan pentingnya gaya hidup sementara, dimana pegawai negeri sipil menjadi pencari nafkah yang lebih besar dari pilarnya. Fakta ini semakin menegaskan sinyal bahwa korupsi  erat kaitannya dengan permasalahan sosial, budaya, dan struktural. Karena rumitnya permasalahan korupsi di Indonesia, maka diperlukan upaya yang menakjubkan untuk memberantasnya. Akan tetapi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki  citra dan perilaku pengelola. Korupsi tidak bisa dihilangkan hanya dengan kata-kata saja, namun juga harus dilakukan dengan contoh nyata dari para pemimpin pemerintahan, dari tingkat tertinggi. Tentu saja, contoh ini harus didukung oleh penerapan undang-undang yang konsisten dan ketat, yang juga bergantung pada perbaikan sistem pendidikan dan lingkungan. Lalu, seperti apasih gaya kepemimpinan yang diperlukan untuk memberantas korupsi? Jika ditinjau dari cerita dewa ruci werkudara. Mari simak penjelasan berikut ini:

1. Pemimpin yang memiliki sifat patuh pada aturan

Pada cerita dewa ruci (werkudara) tercermin dari ketika, "Werkudara menjalankan perintah dari gurunya dengan sungguh-sungguh, yang mana dari perintah tersebut tentunya menghadapi segala rintangan untuk mencapai sebuah tujuan yang baik." Begitupula dengan sosok pemimpin yang dimana sebagai seorang pemimpin bangsa haruslah patuh dan taat terhadap aturan yang sudah disahkan menurut Undang-Undang sehingga aturan tersebut tidak boleh dilanggar, hal ini bertujuan untuk memberantas korupsi yang ada di Indonesia. Mengingat aturan di Indonesia sangat sulit untuk dipatuhi oleh orang banyak, sehingga praktik korupsi rentan untuk terus-menerus terjadi. Maka dari itu, diperlukan upaya pemerintah untuk berkomitmen penuh dalam menegakkan hukum yang tegas, adil, dan tidak memandang kekuasaan (uang), untuk diterapkan kepada seluruh individu yang terindikasi melakukian tindak korupsi untuk diberikan hukuman yang setimpal, karena dari perbuatannya itu tentunya telah merugikan masyarakat dan negara.

2. Pemimpin yang tetap kokoh dengan pendiriannya (bertanggung jawab)

Pada cerita dewa ruci (werkudara) tercermin dari ketika, "Werkudara tetap kokoh dengan pendiriannya akan tetap mencari Tirta Amerta (air suci) dengan berkata,

"Diriku ini mana bisa dihalangi. Jika mati juga kematianku sendiri. Tujuanku adalah mencapai kesucian diri." Setelah berkata seperti itu, Werkudara bergegas pergi dan saudaranya pun tercengang melihat Werkudara pergi.

Saudaranya merasa prihatin karena Werkudara pergi sendirian tanpa pengikut. Werkudara berjalan menuju Kerajaan Ngastina dengan diiringi petir sampai warga didesa merasa ketakutan dan meringkuk menyembah." Sama halnya dengan sosok pemimpin yang harus tetap kokoh dengan pendiriannya atau konsisten terhadap setiap pengambilan keputusan maupun langkah serta perilaku yang dijalankan. Teguh pendirian sebagai modal utama seorang pemimpin untuk tahan terhadap kritikan dari masyarakat luas, sebagai pemimpin juga tidak boleh plin plan dalam menetapkan Kebijakan ataupun pengambilan keputusan hukum untuk seseorang yang melakukan perbuatan buruk, contohnya korupsi. Seorang pemimpin juga harus dituntut untuk bertanggung jawab, karena dengan seseorang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas dengan baik dan tanggap. Seseorang akan dapat menjalankan tanggung jawab sekecil apapun itu dengan baik, maka akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi juga dari masyarakat atau orang lain. Maka dari itu, implementasi dari tanggung jawab pemimpin menjadi kunci suksesnya pemberantasan korupsi. Tanggung jawab dalam artian setiap melakukan aktivitas pekerjaannya tidak haus oleh kehormatan, kemuliaan, dan kepentingan diri sendiri. Tetapi, harus tetap mengedepankan untuk masyarakatnya

3. Pemimpin yang memiliki sifat berani atau pantang menyerah

Pada cerita dewa ruci (werkudara) tercermin dari ketika, "Werkudara mendapatkan berbagai mara bahaya karena melewati hutan belantara yang terdapat banyak hewan buas serta cuaca hujan lebat. Dengan semangat pantang menyerah dan keteguhan jiwanga semua bahaya tersebut bisa dilalui oleh Werkudara. Sesampai di Hutan Tribasana hatinya merasa gembira sedang mematuhi petunjuk guru, Werkudara tidak sadar sedang dalam tipu muslihat sang guru. Perjalanan  werkudara dari hutan ke Gunung Candradimuka selalu diiringi badai dan petir." Pemimpin yang memiliki sifat berani mempunyai hati yang mantap, rasa percayadiri yang besar dalam menghadapi ancaman atau hal-hal yang dianggap sebagai bahaya dan kesulitan. Seseorang yang memiliki karakter kuat akan memiliki keberanian untuk menyatakan kebenaran, termasuk berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan berani menolak kejahatan. Ia tidak akan menoleransi adanya penyimpangan dan berani menyatakan penyangkalan secara tegas. Dengan begitu korupsi dapat dicegah dengan sifat berani dan pantang menyerah untuk terus memberantas

4. Pemimpin yang dapat mengendalikan nafsu terhadap duniawi

Pada cerita dewa ruci (werkudara) tercermin dari ketika, "Werkudara melihat pancamaya yang merupakan cahaya berwarna 5 macam yaitu, putih, merah, kuning, hitam, dan bening. Kelima Cahaya tersebut memiliki arti mengenai mengendalikan nafsu. Putih menandakan nafsu yang condong kearah kebaikan, untuk warna merah, kuning, hitam merupakan penghalangan atau nafsu yang tidak baik, dan bening menandakan ilmu kebatinan. Jika dapat mengendalikan semua nafsu itu maka ilmu kesempurnaan akan didapatkan serta mampu menyatu dengan tuhan, dari itu werkudara mampu mengendalikannya dan ia dapat melihat juga mengenai 3 boneka berwarna kuning emas." Sama halnya dengan pemimpin yang dapat mengendalikan nafsu akan duniawi, akan menghindarkan kejahatan diri dari perilaku yang serakah, foya-foya, dan haus terhadap harta yang bergelimang. Pemimpin yang ingin memperkuat dalam mengendalikan nafsunya, maka diperlukan mempunyai karakter yakni: ketabahan, kebijaksanaan (hikmah), dan daya upaya dalam mencapai sesuatu dengan cara yang halal

5. Pemimpin yang dapat membela kebenaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun