Yang ini membuat hati Kaila jatuh di samudera paling dalam sedunia.
Tak jauh dari tempat mereka duduk, Kaila memerhatikan seorang anak laki-laki berumur kisaran empat tahun tengah menggigit jarinya dan menatap Revan. Dia berjalan ke arah Revan, lalu berlari menjauh darinya beberapa saat kemudian sambil terkikik tanpa suara. Anak itu melakukannya beberapa kali hingga mendapatkan perhatian dari Revan.
Revan memanggilnya. “Hei.”
Anak itu malu-malu tersenyum, masih mengigit jarinya.
“Hei, kemari.” Revan melambaikan tangannya.
Anak itu menggelengkan kepala, menyeruakkannya ke pangkuan sang ibu, namun matanya mengintip dari sela-sela jemarinya.
Revan pun merogoh kantung celananya. Kaila pikir dia mau merokok, tapi—oh mana boleh melakukannya di dalam kereta. Dan benar saja, bukan rokok yang terselip di tangannya, melainkan permen.
“Hei, kau mau permen?” tanya Revan menggoyang-goyangkan permen stroberi itu. Oh yeah, anak kecil mana yang tak tertarik akan sepotong permen, maka anak itu perlahan-lahan berjalan dari ibunya. Masih dengan tangan di dalam mulut, dia menghampiri Revan dan seperti kena jebakan yang dibuat musuhnya…
Tak perlu waktu lama, kini dia berada di pangkuan Revan.
Wow, bagaimana mungkin dia melakukannya? batin Kaila.
Anak itu dengan tenang duduk di pangkuan Revan, menatap permen pemberian Revan dengan mata berbinar.