Kaila bersorak kegiarangan. Tiket Bioskop! Yeay!
***
Mereka berdua pun pergi dari rumah Kaila dan naik kereta menuju bioskop. Kaila tak bisa berhenti tersenyum sambil memandang ke arah luar jendela kereta, membiarkan sinar mentari sore menyirami kulitnya yang terasa hangat, dan hatinya juga ikut merasakannya. Entah apa itu efek matahari atau pemuda di sebelahnya yang menyebabkannya jadi seperti ini.
Kaila berpikir, betapa mudah dia merasa bahagia. Terkadang dia menganggap dirinya terlalu gampang dibuat senang seperti ini, dan parahnya, Revan mengetahui hal itu.
“Kau mudah sekali ya tersenyum bahagia,” celetuk Revan tiba-tiba, membuyarkan lamunan gadis itu.
“Beri Kaila tiket bioskop dan dia akan tersenyum sepanjang hari,” tambahnya sedikit sarkastik, alhasil menerima sebuah pukulan ringan yang mendarat di lengannya.
“Aww! Kaila!”
Kaila hanya tertawa tanpa menjawab apa-apa, melanjutkan sesi tersenyumnya dan berkata dalam hati, ini bukan tentang menonton bioskop. Ini tentang kau yang mau menonton bersamaku, walaupun kau tak suka filmnya barang sedikit pun.
Oke, hati Kaila meleleh.
Oh, tapi itu belum seberapa.
Belum seberapa melelehnya ketika melihat pemandangan yang tersodor di depan matanya beberapa menit kemudian. Seolah Revan tahu di mana letak titik kelemahan Kaila dan menekannya hingga habis ke dasar.