Mohon tunggu...
fathul geograf
fathul geograf Mohon Tunggu... Editor - Suka Menulis

Agar saya tetap dapat berkarya dan memperbaiki karya saya, maka mohon komentarnya dan like.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami Tanggung Jawab Pengelolaan Sampah Elektronik dan Peran Ekonomi Sirkular

29 September 2024   21:38 Diperbarui: 29 September 2024   22:05 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 



Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai (2019) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020), sepanjang Januari 2018 hingga Januari 2020 jumlah kontainer yang diimpor ke Indonesia yang didalam dokumen impornya dinyatakan sebagai limbah non B3 mencapai ribuan kontainer (3.272 kontainer) yang diantaranya 1.662 kontainer berisi limbah B3 dan sampah yang dilarang diimpor ke Indonesia. Berdasarkan pendapat Brooks dkk (2018) Adanya peningkatan importasi Limbah Non B3 yang tercampur sampah dan mengandung B3 tersebut dilatarbelakangi kebijakan China guna menolak importasi limbah. Akibat dari penolakan ini limbah yang dahulu masuk ke China kemudian dikirim ke berbagai negara lain termasuk Indonesia.

Keberadaan sampah elektronik tidak mungkin dihilangkan menjadi 0% karena merupakan kebutuhan manusia dan perkembangan zaman maka diperlukan pengetahuan akan bahaya dari sampah elektronik sehingga dapat menjadi kontrol diri dari para penggunanya. Terdapat material yang berharga pada limbah elektronik yang dapat menjadi nilai ekonomi apabila dimanfaatkan. Senada dengan Wahyono (2012) selain mengandung zat berbahaya limbah elektronik mempunyai berbagai material yang berharga diantaranya logam mulia serta logam tanah maka dapat diupayankan untuk dimanfaatkan. 

Menurut Nahor (2019) upaya recovery banyak dilakukan pada limbah eketonik karena terdapat berbagai material berharga seperti loham mulia dan logam tanah langka (rare earth elements). Oleh karena itu diperlukan penganan yang tepat sasaran dan tepat guna serta sinergis dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yakni dengan menerapkan ekonomi sirkular di dalam pengelolaan limbah elektronik.

  •  
  • TANGGUNGJAWAB PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa upaya penanganan terhadap permasalahan pencemaran lingkungan ada dua langkah yakni pencegahan dan pengendalian. Kedua upaya penanganan limbah elektronik tersebut difokuskan pada sumber penyebabnya. Adapun Undang Undang terkait importasi limbah B3 masuk ke Indonesia diantaranya berdasarkan pada:

1) Pasal 69 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang dilarang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI. 2) Pasal 29 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No 18 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa setiap orang dilarang : a. Memasukkan sampah ke dalam wilayah NKRI; b. Mengimpor sampah Sedangkan untuk importasi limbah Non B3 diperbolehkan, Pasal 69 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang dilarang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dampak buruk dari limbah elektronik juga berpengaruh pada atmosfer, hidrosfer, litosfer dan biosfer. Selain itu juga turut berkontribusi pada peningkatan pemanasan global yakni sebesar 2% dari CO2, perlu imajinasi yang tinggi agar mengubahnya menjadi barang layak jual.  Selain itu racun yang terdapat di dalam e waste bisa mencemari tanah bahkan sekalipun tempat pembuangan sampah canggih yang ditutup menggunakan segel pencegah masuknya racun. 

Sebagai contoh tempat pembuangan akhir dapat menjadi bom beracun yang sewaktu waktu bisa meledak apabila kelebihan muatan. Hal tersebut terjadi karena kandungan gas metana yang terdapat limbah tersebut. Maka metana dapat menjadi sumber pemanasan global yang dihasilkan dari tempat pembuangan akhir.

Terdapat beberapa langkah yang bisa diterapkan guna meminimalisir dampak negatif yang berasal dari sampah elektronik diantaranya adalah :

  • Pemanfaatan kembali limbah elektronik dari perangkat elektronik menjadi bentuk replika robot melalui inovasi termasuk juga kabel.
  • CD bekas dapat dimanfaatkan untuk menjadi teknologi tepat guna, pemanfaatan limbah CD salah satunya adalah dengan menjadikan dalam bentuk kipas angin.
  • Melakukan penanaman pohon dapat menyumbang oksigen dan menyerap karbon sehingga bisa memulihkan kondisi bumi yang disebabkan oleh pembuangan daur ulang sampah elektonik yang belum berhasil. Hal ini karena Satu pohon menyerap antara 1,3 sampai 6,8 kg CO2 setiap tahun.

Adapun cara penanggulangan lainnya yakni dengan menetapkan aturan hukum yang menggunakan sistem sistem Extended Producer Responsibility (EPR) atau Tanggung Jawab Produsen yang Diperpanjang dalammengelola e-waste. Seperti yang ditulis oleh Xinwen, et al (2010), di dalam jurnalnya yakni salah satu upaya dalam menanggulangi permasalahan sampah elektronik yakni melalui sistem hukum e-waste terpadu sektor formal dan informal yang telah berlaku. Konsep ini telah diterapkan  di negara China, sejak Maret 2007 dengan mencakup :

  • Pada proses desain dan produksi menerapkan metode inovatif dalam sistem produksi seperti perubahan penelitian dan proposal desain dengan menyesuaikan proses teknologi.
  • Proses desain, produksi, impor dan penjualan dengan menggunakan label lingkungan sehingga konsumen secara langsung mengetahui kandungan dari perangkat eletronik yang berbahaya sehingga akan mencemari lingkungan.
  • Melakukan pengawasan produk pada proses penjualan sesuai standarisasi industri seperti bahan yang mengandung B3 (Berbahaya, Beracun dan Beresiko).
  • Mewajibkan untuk memenuhi komponen standarisasi industri melalui pengawasan bahan elektronik.

Kebijakan negara-negara maju dalam rangka mengatur limbah elektronik yang menimbun di negaranya berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Amerika Serikat melalui metode Environmental Protecting Agency (EPA) nomor EPA-HQRCRA2004-0012, yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule.
  • Jepang melalui dua peraturan. Peraturan yang pertama adalah Law for the Promotion of Effective Utilization of Resources (LPEUR) tahun 1998 ini fokus pada langkah-langkah peningkatan daur ulang e-waste dan meminimalisir e- waste. Kedua Law for the Recycling of Specified Kinds of Home Appliances (LRHA) tahun 2000 dengan cara membebankan kewajiban tertentu yang terkait dalam daur ulang e waste dan berlaku bagi manufaktur maupun konsumen.
  • Australia menerapkan Product Stewardship (Television and Computer) Regulations tahun 2011. Peraturan ini terkait limbah elektronik jenis televisi dan komputer di Australia, namun tidak berlaku untuk komputer yang diproduksi di Australia (Product Stewardship (Television and Computer) Regulations).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun