Mohon tunggu...
fathul geograf
fathul geograf Mohon Tunggu... Editor - Suka Menulis

Agar saya tetap dapat berkarya dan memperbaiki karya saya, maka mohon komentarnya dan like.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami Tanggung Jawab Pengelolaan Sampah Elektronik dan Peran Ekonomi Sirkular

29 September 2024   21:38 Diperbarui: 29 September 2024   22:05 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fathul Bari, M.Pd

Pemakaian produk elektronik di kalangan rumah tangga semakin bertambah akibat adanya peningkatan pendapatan sehingga masyarakat mampu memberi produk tersebut. Selain itu karena kondisi yang membutuhkan menjadi dorongan masyarakat untuk memiliki peralatan tersebut. 

Apabia tidak dilakukan pengelolaan dengan baik maka E-Waste tersebut akan menyebabkan lingkungan tercemar serta membahayakan manusia akibat kandungan bahan berbahaya dan beracun di dalamnya. Oleh karena itu berdasarkan karakter yang terdapat pada sampah elektronik yang berbahaya ini memerlukan pengelolan secara khusus agar tidak tercemar pada lingkungan.

Melalui adanya teknologi manusia dapat lebih mudah dalam melakukan aktivitas dalam segala aspek kehidupan. Berbagai kemudahan diperoleh oleh manusia di dalam setiap aspek bahkan dalam setiap aktivitasnya. Perkembangan teknologi yang semakin pesat seiring dengan temuan-temuan baru dan keperluan masyarakat yang beragam. 

Akibatnya kini masyarakat telah ketergantungan dengan teknologi sehingga sulit untuk dipisahkan sepertihalnya fasilitas internet. Hadirnya revolusi Indurstri 4.0 telah membawa kemajuan teknologi pada level berikutnya melalu sistem digital yang menjadi peralatan canggih atau yang dikenal 5.0 yakni jika pada 4.0 era digital berbeda dengan 50 yang tidak hanya berorientasi pada digital bantuan melainkan peralatan canggih.

Teknologi digital yang berbasis internet dapat mempermuda segala lini kehidupan manusia akan tetapi di dalam revolusi industri 4.0 hanya sebatas memberikan peluang dialog antara manusia. Maka seiring dengan pekembangan revolusi industri tersebut membutuhkan perangkat elektronik berupa peralatan canggih untuk mendukungnya. 

Oleh karena itu jumlah produksi perangkat elektronik semakin banyak dan bersifat paralel dengan adanya kemanjuan teknologi. Teknologi tersebut senantiasa terupdate sehingga membutuhkan tempat baru untuk perangkat elektronik yang sesuai untuk menyeimbangkan kehadiran perkembangan teknologi tersebut.

Perkembangan produk elektronik mendapatkan ruang dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Oleh karena itu berbagai macam inovasi produk elektronik dilakukan guna mengantisipasi kemajuan teknologi, hal ini karena perputaran barang elektornik sangat cepat. 

Kondisi semakin sulit dikendalikan apabila adanya sikap konsumtif dari pengguna produk elektronik sehingga pasar elektronik berkembang pesat. Pergantian produk elektronik yang terus menerus akan semakin mempercepa munculnya sampah elektronik. Bahaya dari sampah elektronik karena terdapat kandungan bahan beracun yang membahayakan para mahluk hidup.

Terdapat banyak artikel ilmiah yang membahas terkait dampak sampah elektronik terhadap lingkungan bahkan hingga daur ulang. Sampah elektronik terus mengalamai peningkatan ditiap tahunnya dari tahun 2010 hingga 2018 serta tidak mengalami penurunan. Penyebab utama menumpuknya sampah elektronik adalah skema keusangan terencana yakni metode yang digunakan untuk memberikan ruang bagi dinamisasi pasar ekonomi agar lebih berkembang.

Diperlukan sebuah solusi dari penerapan skema keusangan terencana yang terus menerus berkembang guna meminimalisir sampah elektronik. Tujuan dari skema ini pada dasarnya untuk meningkatkan minat pada lingkaran produksi akan tetapi berdampak tidak baik pada alam dan manusia yakni barang yang dihasilkan tidak berkualitas maka menimbulkan sampah dengan cepat. 

Ada banyak penelitian tentang skema keusangan akan tetapi masih minim yang membahas terkait revolusi industri 4.0. Padahan jika mengacu pada pendapat Merkel (2014) hadirnya revolusi industri 4.0 seharusnya dapat meciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi manusia termasuk menguntamakan sumbedaya berkelanjutan. 

Topik bahasan terkait revolusi industri 4.0 yakni sampah elektronik dan keusangan terencana dihadirkan sebagai sebuah diskursus dalam kaitannya dengan desain berkelanjutan. hasil dari pembahasan ini dapat digunakan sebagai sebuah refleksi dan sumbangsih pemikiran kepada para konsumen, produsen atau desainer serta kepada para pemangku kepentingan dalah hal ini pemerintah. Secara khusus pembahasan ini untuk menanggunlangi dampak berlebih dari hal tersebut di atas terkait dengan ekosistem, ketahanan sumber daya alam serta dasar hukum sebagai regulasi untuk mencegah skema keusangan terencana untuk berkembang.

SAMPAH ELEKTRONIK

Semakin pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan adanya peningkatan produksi barang elektronik akan tetapi peningkatan tersebut menimubulkan sampah elektronik atau e waste. Hal yang sama dikatakan oleh Gaidajis (2010) bahwa e waste merupakan campuran dari zat berbahaya dan tidak berbahaya sehingga memerlukan pemisahan, pengumpulan, transportasi, pengelolaan serta pembuangan. Zat berbahaya dari sampah elektronik ada karena kandungan Bahan Beracun Berbahaya (B3) pada komponennya diantaranya timbal, merkuri, cadmium, PVC, kromium dan PBB.

Semakin banyaknya barang elektronik akibat persaingan produk dapat memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim. Hal ini karena penggunaan produk tersebut menggunakan energi listrik yang bersumber dari (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) PLTU sehingga semakin banyak penggunaan barang elektronik maka memerlukan semakin banyak energi. Salah satu bentuk bahwa individu peduli pada lingkungan adalah dalam kehidupan sehari-harinya mampu menghemat energi dalah hal ini menggunakan energi listrik seperlunya. 

Kebutuhan energi yang berbasis batu bara yang melimpah untuk pembangkitan tenaga listrik sebesar 35,000 MW (Murdiyarso dkk, 2019). Maka semakin banyaknya penggunaan barang elektronik merupakan tantangan tersendiri dalam pencapaian target NDC. Seperti komputer jika dibiarkan selama 24 jam akan menghasilkan sekitar 675kg CO2 yang berarti bahwa 100-500 pohon akan diperlukan untuk mengimbangi emisi tahunan computer.

Menurut Wasista (2020) sampah elektronik adalah isitilah dari segala peralatan elektronik serta komponen di dalamnya yang dibuang tanpa diolah kembali. Artinya benda dari berbagai macam perangkat elektronik termasuk barang elektronik dari rumah tangga hingga perangkat lunak. Secara umum limbah elektronik diartikan sebagai peralatan eketronik yang sudah tidak digunakan sehingga dibuang.

 Pembuangan tersebut akan menimbulkan dampak yang negatif kepada manusia bahkan biota laut selain itu pencemaran udara, tanah dan air serta permasalahan lingkungan lainnya. Permasalahan yang muncul pada lingkungan tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu :

  • Dilansir dari Worl Health Organization (WHO) penyeab pencemaran udara apabilan proses daur ulang dilakukan secara tradisional maka dapat mencemari udara karena perangkat elektronik terdapat bahan seperti timbal serta gas hidrokarbon sehingga apabila dihirup oleh mahluk hidup dapat menyebabkan gangguan pada syaraf otak, muncul penyakit kejang-kejang, kemandulan bahkan hingga kehilangan nyawa manusia.  

  • Pencemaran Air Tanah terjadi karena di dalam sampah elektronik terdapat loga berat yang beracun yakni merkuri, timbal, barium, cadmium, litium dan arsenik sehingga keseimbangan mahluk hidup terganggu. Logam berat tersebut masuk dan mencemari tanah maka diserap oleh batuan akuifer atau sumber air tanah sehingga ekosistem terganggu.

Limbah Elektronik atau Elektronic Waste adalah barang-barang elektronik menggunakan listrik yang telah memasuki masa akhir pakai dan siap digantikan dengan barang- barang baru yang lebih canggih dan berkualitas. Tingginya persaingan produk menyebabkan semakin banyaknya perangkat elektronik seperti semakin banyaknya merek baru serta diakibatkan adanya perbedaan kualitas sehingga senantiasa perangkat elektronik semakin di update. Masih banyak orang-orang yang belum menyadari bahaya dari limbah elektronik yang memang tidak secara langsung dapat dirasakan dampak bahayanya.

Menurut Suwargana (2020) impor limbah B3 serta sampah masih terjadi di Indonesia bahkan sejak 2018-2020 terdapat 3.272 kontainer diantaranya 1.662 kontainer tersebut berisi lmbah B3 yang semestinya tidak bisa masuk karena dilarang diimpor ke Indonesia. Akan tetapi adanya manipulasi dengan menyatakan bahwa sampah tersebut limbah Non B3 maka bisa masuk ke Indonesia. Beberapa limbah B3 dan sampah yang diimpor secara terselubung sebagai bahan baku industri diantaranya adalah :

 



Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai (2019) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2020), sepanjang Januari 2018 hingga Januari 2020 jumlah kontainer yang diimpor ke Indonesia yang didalam dokumen impornya dinyatakan sebagai limbah non B3 mencapai ribuan kontainer (3.272 kontainer) yang diantaranya 1.662 kontainer berisi limbah B3 dan sampah yang dilarang diimpor ke Indonesia. Berdasarkan pendapat Brooks dkk (2018) Adanya peningkatan importasi Limbah Non B3 yang tercampur sampah dan mengandung B3 tersebut dilatarbelakangi kebijakan China guna menolak importasi limbah. Akibat dari penolakan ini limbah yang dahulu masuk ke China kemudian dikirim ke berbagai negara lain termasuk Indonesia.

Keberadaan sampah elektronik tidak mungkin dihilangkan menjadi 0% karena merupakan kebutuhan manusia dan perkembangan zaman maka diperlukan pengetahuan akan bahaya dari sampah elektronik sehingga dapat menjadi kontrol diri dari para penggunanya. Terdapat material yang berharga pada limbah elektronik yang dapat menjadi nilai ekonomi apabila dimanfaatkan. Senada dengan Wahyono (2012) selain mengandung zat berbahaya limbah elektronik mempunyai berbagai material yang berharga diantaranya logam mulia serta logam tanah maka dapat diupayankan untuk dimanfaatkan. 

Menurut Nahor (2019) upaya recovery banyak dilakukan pada limbah eketonik karena terdapat berbagai material berharga seperti loham mulia dan logam tanah langka (rare earth elements). Oleh karena itu diperlukan penganan yang tepat sasaran dan tepat guna serta sinergis dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yakni dengan menerapkan ekonomi sirkular di dalam pengelolaan limbah elektronik.

  •  
  • TANGGUNGJAWAB PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa upaya penanganan terhadap permasalahan pencemaran lingkungan ada dua langkah yakni pencegahan dan pengendalian. Kedua upaya penanganan limbah elektronik tersebut difokuskan pada sumber penyebabnya. Adapun Undang Undang terkait importasi limbah B3 masuk ke Indonesia diantaranya berdasarkan pada:

1) Pasal 69 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang dilarang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI. 2) Pasal 29 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang No 18 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa setiap orang dilarang : a. Memasukkan sampah ke dalam wilayah NKRI; b. Mengimpor sampah Sedangkan untuk importasi limbah Non B3 diperbolehkan, Pasal 69 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang dilarang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dampak buruk dari limbah elektronik juga berpengaruh pada atmosfer, hidrosfer, litosfer dan biosfer. Selain itu juga turut berkontribusi pada peningkatan pemanasan global yakni sebesar 2% dari CO2, perlu imajinasi yang tinggi agar mengubahnya menjadi barang layak jual.  Selain itu racun yang terdapat di dalam e waste bisa mencemari tanah bahkan sekalipun tempat pembuangan sampah canggih yang ditutup menggunakan segel pencegah masuknya racun. 

Sebagai contoh tempat pembuangan akhir dapat menjadi bom beracun yang sewaktu waktu bisa meledak apabila kelebihan muatan. Hal tersebut terjadi karena kandungan gas metana yang terdapat limbah tersebut. Maka metana dapat menjadi sumber pemanasan global yang dihasilkan dari tempat pembuangan akhir.

Terdapat beberapa langkah yang bisa diterapkan guna meminimalisir dampak negatif yang berasal dari sampah elektronik diantaranya adalah :

  • Pemanfaatan kembali limbah elektronik dari perangkat elektronik menjadi bentuk replika robot melalui inovasi termasuk juga kabel.
  • CD bekas dapat dimanfaatkan untuk menjadi teknologi tepat guna, pemanfaatan limbah CD salah satunya adalah dengan menjadikan dalam bentuk kipas angin.
  • Melakukan penanaman pohon dapat menyumbang oksigen dan menyerap karbon sehingga bisa memulihkan kondisi bumi yang disebabkan oleh pembuangan daur ulang sampah elektonik yang belum berhasil. Hal ini karena Satu pohon menyerap antara 1,3 sampai 6,8 kg CO2 setiap tahun.

Adapun cara penanggulangan lainnya yakni dengan menetapkan aturan hukum yang menggunakan sistem sistem Extended Producer Responsibility (EPR) atau Tanggung Jawab Produsen yang Diperpanjang dalammengelola e-waste. Seperti yang ditulis oleh Xinwen, et al (2010), di dalam jurnalnya yakni salah satu upaya dalam menanggulangi permasalahan sampah elektronik yakni melalui sistem hukum e-waste terpadu sektor formal dan informal yang telah berlaku. Konsep ini telah diterapkan  di negara China, sejak Maret 2007 dengan mencakup :

  • Pada proses desain dan produksi menerapkan metode inovatif dalam sistem produksi seperti perubahan penelitian dan proposal desain dengan menyesuaikan proses teknologi.
  • Proses desain, produksi, impor dan penjualan dengan menggunakan label lingkungan sehingga konsumen secara langsung mengetahui kandungan dari perangkat eletronik yang berbahaya sehingga akan mencemari lingkungan.
  • Melakukan pengawasan produk pada proses penjualan sesuai standarisasi industri seperti bahan yang mengandung B3 (Berbahaya, Beracun dan Beresiko).
  • Mewajibkan untuk memenuhi komponen standarisasi industri melalui pengawasan bahan elektronik.

Kebijakan negara-negara maju dalam rangka mengatur limbah elektronik yang menimbun di negaranya berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Amerika Serikat melalui metode Environmental Protecting Agency (EPA) nomor EPA-HQRCRA2004-0012, yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule.
  • Jepang melalui dua peraturan. Peraturan yang pertama adalah Law for the Promotion of Effective Utilization of Resources (LPEUR) tahun 1998 ini fokus pada langkah-langkah peningkatan daur ulang e-waste dan meminimalisir e- waste. Kedua Law for the Recycling of Specified Kinds of Home Appliances (LRHA) tahun 2000 dengan cara membebankan kewajiban tertentu yang terkait dalam daur ulang e waste dan berlaku bagi manufaktur maupun konsumen.
  • Australia menerapkan Product Stewardship (Television and Computer) Regulations tahun 2011. Peraturan ini terkait limbah elektronik jenis televisi dan komputer di Australia, namun tidak berlaku untuk komputer yang diproduksi di Australia (Product Stewardship (Television and Computer) Regulations).

           

  • PERAN SIRKULAR EKONOMI 

Peran dari sirkular ekonomi dalam konteks pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui pengurangan sampah, desain ulang, produksi ulang, menggunakan kembali serta daur ulang. Keberhasilan dari langkah ini dapat diwujudkan apabila melalui transfer teknologi dan penerapan model bisnis baru. 

Sejak tahun 2015 KLHK mulai memanfaatkan limbah B3 menjadi sumber daya baru sebagai bagian dari penerapan ekonomi sirkular. Kendala di lapangan masih ditemukan praktik daur ulang sampah ilegal yang tidak sesuai dengan standar lingkungan, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran dan risiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia (DITJEN PSLB3 KLHK, 2022).

Menurut Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati (2022) Peran Sirkular Ekonomi ini bisa menjadi solusi dari permasalahan pengelolaan sampah dan limbah di Indonesia, sehingga tidak terbuang ke lingkungan dan dapat menjadi bahan baku. Langkah ini perlu dibantu dengan teknologi dan digital oleh start up akan membantu untuk pemilahan dan pengumpulan yang merupakan kunci dari sirkular ekonomi. Model ini mulai diterapkan di Indonesia pada lima sektor yakni mencakup makanan dan minuman, konstruksi, tekstil, ritel (berfokus pada kemasan plastik), serta elektronik. 

Sebenarnya konsep ekonomi sirkular sendiri telah diadopsi oleh Indonesia ke dalam Visi Indonesia 2045. Konsep ekonomi sirkular mulai coba diterapkan oleh pemeirntah ke dalam sistem pengelolaan sampah dengan cara sistem yang diterapkan berprinsip pada minimalisir sampah seoptimal mungkin. Melalui cara ini produk dapat digunakan kembali serta sampah bisa di daur ulang kembali dalam bentuk produk seperti semula maka akan dapat mengurangi sampah di TPA dan lingkungan.

Menurut Kementerian PPN atau Bappenas, ekonomi sirkular di Indonesia mampu membawa dampak positif termasuk dalam hal mengurangi sampah. Pada tahun 2030, diperkirakan sampah mampu diminimaisir menjadi 50%, mealui lima sektor kunci yaitu makanan dan minuman, elektronik, tekstil, konstruksi, dan plastik. Kelima sektor tersebut didukung dengan diberikan kontribusi sebesari Rp 593 triliun atau sekitar USD 41,6 miliar. Jika diperhatikan dari nilai PDB Indonesia, angka tersebut setara dengan 2,3% dari PDB Indonesia per 2030. 

Ketercapaian tersebut dilakukan melalui kombinasi peningkatan pendapatan dari berbagai kegiatan yang terus berputar dengan cara mengoptimalisasi Sumber Daya Alam (SDA) serta produk-produk daur ulang lanjutan. Proses pengimplementasian dalam prinsip ekonomi sirkular (round product), dimana nilai produk dan material dipertahankan dan digunakan selama mungkin, guna mengurangi kerugian sesedikit mungkin sehingga dapat meningkatkan produktivitas secara optimal bagi para pelaku kegiatan yang bersangkutan (Candra, 2021).

 Kesimpulan dari proses pengimplementasian ekonomi sirkular adalah untuk menyeimbangkan aspek lingkungan dan ekonomi, sehingga mereka dapat bekerjasama secara berkelanjutan (Kristina & Larica, 2020).

Pada dasarnya prinsip dari ekonomi sirkular merupakan antithesis dari ekonomi liner yakni produk yang mempunyai masa akhir dan tidak dengan ekonomi liner yang mendesain produk untuk dapat dipulihkan dikembalikan ke siklus material. Menurut Australian Circular Economy Hub, dampak dari desain menentukan sebesar 80 % dampak lingkungan. Melalui adanya perubahan pada area desain mampu memberikan dampak yang lebih besar pada seluruh siklus material. 

Prinsip ekonomi sirkular yakni 'kita tidak diperbolehkan untuk membuang sumber daya hal ini karena perlu adanya kedasaran bahwa sumber daya alam terbatas maka segala material yang digunakan semestinya dapat digunakan kembali, diperbaiki serta diproduksi sehingga bernilai dan berguna kembali. Prinsip secara transformatif dari ekonomi sirkular yakni memberikan penekanan pada arah perbaikan lingkungan. 

Alam menjadi siklus yang tidak mengenal sampah yakni semua kembali kepada siklus alami yang dimana prinsip ini diterapkan pada bahan organik. Pada ekonomi sirkular unsur hara tanah dikembalikan ke tanah sehingga limbah organik dimanfaatkan seperti konsep pertanian regeneratif.

Melalui penerapan ekonomi sirkular dapat mendukung nilai guna jangka panjang sehingga mendapatkan manfaat ekonomi yang signifikan. Senada dengan Rosa Vivien Ratnawati selaku Dirjen PSLB3 KLKH, keterkaitan ekonomi sirkular dengan pengelolaan sampah yaitu mempunyai potensi manfaat yang besar seiring dengan target pencapaian Zero Waste pada tahun 2050 yang diprediksi populasi dunia mencapai 10 miliar sehingga menjadi ancaman keberadaan sumberdaya alam. Oleh karena itu ekonomi sirkular hadir untuk memberikan cara baru guna memitigasi risiko agar bahan produk dapat memiliki siklus masa pakai lama sehingga dapat digunakan secara terus-menerus. 

Pada dasarnya, peraturan perundang-undangan terkait pemanfaatan sampah adalah mengatur cara pengelolaan sampah dengan konsep yang menghubungkan ekonomi sirkular pada kehidupan sehari-hari (circularproduct), yang merupakan cara pembuat produk dalam menciptakan produk ataupun kemasan-kemasan yang lebih irit hingga lebih baik bagus secara kualitasnya dalam memproduksi hasil sampah tersebut dan konsumen harus berkontribusi dalam kegiatan memilah produk untuk diproduksi kembali (Firmansyah, 2021).

Peran penerapa ekonomi sirkular berikutnya yakni melalui pengumpulan bank sampah khsusnya untuk sampah yang dibiarkan begitu saja. Bank sampah berperan sebagai wadah yang sejalan dengan tujuan visi dan misi pengelolaan sampah rumah tangga. 

Cara awal dengan pemilahan sampah kemudian penyimpanan di bank sampah serta dibuktikan dengan buku tabungan sampah sebagai bentuk identifikasi serta hasil yang diperoleh. Berdarkan pendapat (Suwerda & Kurniawan, 2019) diperlukan adanya perubahan paradigma dari pengumpulan dan pengolahan menjadi pengelolaan sampah dan pengelolaan berbasis pengurangan sehingga mengubah perilaku pembuangan sampah dalam pemilahan dan penyimpanan sampah.

Apabila dikaji dari aturan hukum Bank Sampah telah tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah Pada Bank Sampah. 

Beberapa fungsi dari Bank Sampah sebagai gerakan pilah sampah dari sumbernya, mendukung program lingkungan tingkat lokal, mendukung program lingkungan tingkat kabupaten, provinsi dan nasiona serta mampu bersinergi dengan program lain seperti TPS3R, KOTAKU, Adipura, Koperasi. Bank Sampah sebagai gerakan kesadaran dengan tahapan melakukan sosialisasi, memberikan edukasi, pendampingan serta mereplikasi.

  • KESIMPULAN 

Sampah elektronik adalah seluruh perangkat elektronik yang dibuang begitu saja oleh pengguna karena dianggap sudah tidak bermanfaat. Perilaku masyarakat menjadi faktor penyebab timbulnya sampah elektronik akibat dibuang ke lingkungan. Limbah ini menjadi ancaman bagi manusia yang saat ini menjadi masalah secara global sehingga diperlukan penerapan sirkular ekonomi sebagai solusi nyata guna mengatasi permasalahan tersebut.

            Kerusakan lingkungan ditimbulkan akibat zat beracun di dalam limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) seperti logam berat (merkuri, timbal, kromiun, kadmium, arsenik, dan sebagainya), PVC, dan brominated flame- retardants. Pengelolaan limbah elektronik dapat dilakukan dengan cara reparasi, daur ulang, ekspor, penguburan hingga menjadikannya sebagai karya seni yang bernilai ekonomis tinggi. Terjadinya praktik importasi limbah ke Indonesia juga menjadi masalah serta menjadi bukti masih belum efektifnya penanganan limbah elektronik.

SARAN

Perlu dilakuakan penerapan potensi skema EPR (Extended Producer Responsibility) pada rumah tangga dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat melaksanakan program 3R, yaitu reuse, reduce, dan recycle serta dibutuhkan adanya peran industri agar bertanggung jawab terhadap produk dan kemasan yang telah dihasilkan dalam pengelolaan sampah elektronik. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi secara luas dengan berkerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan terkait penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan limbah elektronik. Misalnya dengan membuat kurikulum khusus terkait penangan sampah baik B3 maupun sampah Non B3.

Importasi limbah Non B3 dapat diterapkan sebagai panduan pemeriksaan importasi limbah B3 yang boleh dan dilarang diimpor yang dilengkapi dengan contoh foto limbah beserta penjelasannya. Pencegahan importasi limbah B3 dan sampah ke wilayah Indonesia dapat diwujudkan maka konsep pencegahan melalui pendekatan secara persuasif dan preventif sebagai strategi atau solusi yang tepat dan efektif. 

Strategi pengaturan tersebut dengan membuat aturan khsus importasi limbah B3, limbah Non B3 dan sampah yang lebih ketat dan penerapaanya dengan melakukan pemeriksaan limbah Non B3 impor di negara asal sebelum dikapalkan ke wilayah Indonesia dengan berpedoman pada kriteria teknis dan panduan pemeriksaan importasi limbah Non B3 yang boleh dan dilarang diimpor yang mudah dipahami dan dapat diterapkan oleh pemeriksa limbah.
 

DAFTAR PUSTAKA

Atthariq, K. M. (2022). Analisis Timbulan Sampah Elektronik Sektor Rumah Tangga Di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.                 

Candra, G. C. F. (2021). Analisis Produktivitas Styrofoam Di Masa Pandemi Covid-19 Menggunakan Metode Cobb Douglas Di PT KCS. Industri Inovatif: Jurnal Teknik Industri, 11(2), 123--132. https://doi.org/10.36040/industri.v11i2.3694

Firmansyah, G. C., Herlambang, A. S., & Sumarmi, W. (2021). Peran Sirkular Sampah Produk Untuk Meningkatkan Produktivitas Usaha Masyarakat Desa Bagorejo. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, 9(2), 172-185.

Gaidajis, G. "E-Waste Environmental Problems and Current Management". Journal of Engineering Science and Technology Review, Vol 3 (1), p. 193-199, 2010.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Undang -- Undang RI Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2018. Undang -- Undang RI Nomor : 18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2021. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Sampah Pada Bank Sampah

Suwerda, B., Hardoyo, S. R., & Kurniawan, A. (2019). Pengelolaan Bank Sampah Berkelanjutan Di Wilayah Perdesaan Kabupaten Bantul. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan, 11 (1), 74--86. https://doi.org/10.20885/jstl.vol11.iss1. art6

Murdiyarso, D. Haryanto, J ,T. & Adiwibowo, S. 2019. Nationally Determined Contribution : Antara Komitmen Global Dan Agenda Nasional. Urgensi, Politik dan Tata Kelola Perubahan Iklim. Trilogo Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta : Penerbit Buku Kompas

Kristina, H. J., Kosasih, W., & Larica, L. (2020). Ergonomi Partisipasi dalam Mempromosikan Pengelolaan Sampah Mandiri dan Daur Ulang Kemasan Tetra Pak. Jurnal Madani: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Humaniora, 3(1), 132--140.

Nahor, J. J. H. B. (2019). Implikasi dan pengelolaan limbah elektronik. Buletin Utama Teknik, 14(2), 116-119.

Suwargana, I. (2020). Pencegahan importasi limbah B3 dan sampah ke wilayah Indonesia. Jurnal Good Governance.

Wahyono, Sri. 2012. Kebijakan Pengelolaan Limbah Elektronik dalam Lingkup Global dan Lokal Electronic Waste Management Policies in the Scope of Global and Local. Jurnal Teknologi Lingkungan, 14 (1).

Wasista, I. P. U. (2020, March). Isu Keusangan Terencana Dan Sampah Elektronik Dalam Revolusi Industri 4.0. In SENADA (Seminar Nasional Desain dan Arsitektur) (Vol. 3, pp. 361-368).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun