TB 2
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB
Dosen : Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak
Nama : Faridzha Ar'rahman
NIM : 43221010097
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISÂ
PROGRAM STUDI AKUNTANSIÂ
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Socrates, seorang filsuf dari Yunani, percaya bahwa tidak ada manusia yang ingin membuat kesalahan. Socrates mengatakan bahwa menyakiti adalah tindakan melukai diri sendiri dan tidak satupun dari mereka berniat atau berusaha untuk menyakiti diri sendiri. Jika diperhatikan, kesalahan adalah akar dari ketidaktahuan, artinya manusia tidak dapat melakukan kesalahan karena nalurinya menolak untuk melakukannya. Faktanya, tidak ada orang yang dengan sengaja mengorbankan diri untuk melakukan kesalahan, dan orang yang melakukan kesalahan akan menyadari bahwa perilaku yang mereka ambil adalah kesalahan.
Seseorang harus memilih untuk melakukan tindakan yang dia tahu dan yang orang lain anggap salah. Sampai seseorang dapat memilih untuk melakukan apa yang mereka yakini salah untuk diri mereka sendiri. Namun, berbeda dengan seseorang yang tidak memilih untuk melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan keputusan yang salah atau membahayakan dirinya sendiri. Orang juga secara sadar mengetahui bahwa tindakan nyata dapat saling menyakiti, sehingga orang dapat melakukan kesalahan yang merugikan dengan alasan bahwa tujuan kesalahannya adalah untuk mencari kebaikan. , yaitu berbuat baik.
Kesalahan yang dilakukan manusia secara terus menerus dan berulang-ulang tanpa adanya aturan yang mengikat yang dapat ditegakkan akan menjadi kebiasaan manusia untuk melakukan perbuatan tersebut, sehingga pada akhirnya dapat berubah menjadi penjahat. Kejahatan merupakan salah satu sumber yang timbul dari berbagai perbuatan jahat yang dilakukan oleh manusia dan kejahatan hidup berdampingan dengan manusia. Aktivitas manusia dalam hubungan politik, sosial dan ekonomi akan selalu dikaitkan dengan kejahatan. Oleh karena itu, diperlukan seperangkat aturan atau standar yang berlaku untuk mengatur kehidupan manusia dan memiliki keabsahan hukum yang mengikat.
Bagian berikut akan menjelaskan pengertian kejahatan dalam pengertian yang lebih luas dan hubungannya dengan praktik korupsi, mengapa seseorang melakukan kejahatan, dan bagaimana mencegah kejahatan dari sudut pandang paideia.
Apa itu Korupsi?
Kata korupsi berasal dari kata latin, yaitu corruptio atau corruptus yang berarti kerusakan, keburukan, ketidakjujuran, bisa disuap, kebejatan, dan tidak bermoral kesucian.
Kemudian kata tersebut muncul di dalam bahasa Inggris dan Perancis, yautu Corruption yang artinya menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan dirinya sendiri. Berdasarkan kamus lengkap bernama Webster's Third New International Dictionary, pengertian korupsi itu sendiri merupakan ajakan dari seorang pejabat politik dengan pertimbangan yang tidak semestinya. Contohnya yaitu suap untuk melakukan pelanggaran tugas.Â
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Korupsi adalah penyelewengan maupun penyalahgunaan uang negara (contohnya seperti, perusahaan, yayasan, organisasi, dan lain-lain) guna untuk keuntungqn pribadi maupun orang lain. Sedangkan dalam arti luas, pengertian korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi.Â
Â
Menurut Robert Klitgaard
Pengertian korupsi merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara sebab keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, dan lainnya) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan sejumlah tingkah laku pribadi.
Â
Menurut Haryatmoko
Pengertian korupsi merupakan upaya menggunakan kemampuan campur tangan karena posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang, maupun kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.
Seluruh bentuk pemerintah atau pemerintahan rentan dengan korupsi dalam praktiknya. Berat korupsi sendiri berbeda-beda dari paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan guna memberi dan menerima pertolongan, hingga dengan korupsi berat yang diresmikan dan lain sebagainya.
Berdasarkan perspektif hukum pengertian korupsi sudah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 199 yang sudah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci tentang perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana karena korupsi.
30 bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang dijelaskan pada pasal-pasal tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan lagi ke dalam berbagai kelompok, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Â Â Â Suap menyuap
2. Â Â Â Kerugian keuangan negara
3. Â Â Â Pemerasan
4. Â Â Â Perbuatan curang
5. Â Â Â Benturan
6. Â Â Â Gratifikasi
 Jenis-jenis korupsi
Menurut buku "Theory and practice of anti-corruption education" berdasarkan studi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia, praktik korupsi meliputi penanganan uang negara, korupsi, penyuapan dan pemerasan, kebijakan keuangan dan kolusi bisnis. Pada dasarnya, praktik korupsi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yang berbeda, antara lain sebagai berikut:
1. Korupsi
Korupsi adalah pemberian uang atau sejenisnya untuk memberi atau menerima suatu hubungan yang berkaitan dengan korupsi. Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah perbuatan memberi atau menerima suap. Umumnya, suap dilakukan dengan tujuan untuk mendamaikan atau mempermudah tindakan, apalagi jika harus melalui proses birokrasi formal.
2. Penggelapan atau pencurian
Penggelapan dan pencurian adalah delik penggelapan atau pencurian dana publik oleh pegawai negeri, swasta atau birokrasi.
3.Fraud
Fraud atau penipuan dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi yang berupa kebohongan, penipuan dan perbuatan. Jenis korupsi ini sendiri merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan seringkali melibatkan pejabat negara.
4.Pemerasan (Aneh)
Suap adalah salah satu bentuk pemerasan, sejenis penyuapan yang melibatkan penggunaan paksaan oleh pejabat untuk memperoleh keuntungan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan.
5.Utilitarianisme
Utilitarianisme sering disebut sebagai favoritisme, yang berarti penyalahgunaan kekuasaan dalam kaitannya dengan privatisasi sumber daya.
Mengapa seseorang melakukan kejahatan?
Kriminalitas atau kejahatan diyakini sebagai suatu bentuk gejala sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Terdapat berbagai macam faktor yang membuat seseorang untuk bertindak melakukan kejahatan, yaitu faktor ekonomi, lingkungan, keluarga, dan kepribadian. Kriminalitas juga sering disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata dan ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat kota maupun desa.
Kejahatan tidak selalu tentang tindakan, tetapi kejahatan juga bisa berupa ucapan atau perbuatan yang dinilai merugikan masyarakat, melanggar norma, dan membahayakan keselamatan orang lain. Kejahatan dapat dilakukan oleh siapapun, baik laki-laki, wanita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia. Terdapat sebuah perspektif moral yang mengatakan bahwa perilaku yang dikategorikan sebagai kejahatan dicirikan dengan 2 faktor, yaitu mens rea (memiliki niat untuk melakukan perilaku tersebut), dan actus reus (terlaksananya perilaku tersebut tanpa adanya paksaan orang lain).
Dalam mengartikan konsep kejahatan, juga dikenal dengan dua istilah, yaitu pelaku dan korban. Pelaku merupakan individu yang melakukan tindak kejahatan dimana melanggar hak dan mengancam keselamatan hidup orang lain. Begitupun dengan korban, yaitu diartikan sebagai individu yang terlanggar atau terancam hak dan keselamatan hidupnya.
Sejak dahulu, manusia telah berusaha untuk memaparkan mengapa seseorang melakukan tindak kejahatan. Oleh karenanya, berkembanglah sebuah penjelasan mengenai hal tersebut, yaitu Model Demonlogi. Dijelaskan bahwa perilaku kriminal merupakan pengaruh dari roh jahat dan cara untuk menghapusnya adalah dengan mengusir roh jahat tersebut, caranya dilakukan dengan menyiksa atau mengeluarkan bagian dari tubuh yang dianggap jahat. Kemudian seorang Psikologi Autsria, Sigmund Freud (1856 -- 1939) menjelaskan mengapa seseorang bertindak kriminal yang ditinjau dari perspektif Psikoanalisa. Freud mengatakan bahwa seseorang bertindak kriminal karena adanya ketidakseimbangan antara hubungan Id, Ego, dan Superego yang membuat individu lemah hingga pada akibatnya mereka melakukan perilaku yang menyimpang atau kejahatan. Begitupun dengan penyimpangan yang terjadi, Freud menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena adanya rasa bersalah yang berlebihan akibat dari superego yang berlebihan.
Individu yang memiliki superego berlebihan akan merasa bersalah tanpa adanya alasan dan meminta untuk dihukum, hingga cara yang dilakukan sebagai upaya tersebut adalah dengan melakukan kejahatan. Kejahatan tersebut dilakukan untuk menghilangkan superego karena secara tidak sadar individu menginginkan untuk dihukum guna menghilangkan rasa bersalah. Kemudian, Freud juga menjelaskan bahwa kejahatan berkaitan pada prinsip kesenangan. Prinisp kesenangan yang dimaksud adalah sejatinya individu memiliki dasar biologis yang bersifat mendesak dan bekerja guna meraih kepuasan. Keinginan yang dikelola oleh Id adalah makanan, seks, dan kelangsungan hidup. Jika ketiga hal tersebut tidak dapat diperoleh secara legal atau sesuai aturan sosial, maka secara naluriah seseorang akan mendapatkan keinginan tersebut secara ilegal.
Oleh karena itu, pemahaman tentang akhlak baik dan buruk perlu ditanamkan pada setiap individu sejak kecil agar dapat menyeimbangkan dan mengontrol antara yang agung dan yang sederajat. Ketika pemahaman moral dan luhur tidak berkembang, itu menyebabkan individu tidak mampu mengendalikan id, sehingga mereka ingin melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan. Disimpulkan bahwa kejahatan tidak muncul dari kepribadian, tetapi dari ego yang lemah. Dimana ego tidak dapat mendukung manusia super dan id yang lemah, sehingga pada akhirnya manusia rawan berbuat dosa atau tersesat.Â
Selain penyebab kejahatan yang diuraikan di atas, bagian berikut menjelaskan penyebab kejahatan dalam konteks korupsi. Setiap individu atau kolektif yang melakukan tindak pidana korupsi akan menemukan penyebab atau penyebab dari perilaku tersebut. Salah satu teori yang mengemukakan penyebab terjadinya korupsi yaitu Gone Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologna. Menurut Bologna, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan keterpaparan. Keserakahan disebut sebagai sikap serakah individu atau kelompok. Sikap ini sangat kontradiktif karena menghilangkan roh kudus. Jika sikap serakah melewati batas, itu akan menyebabkan seseorang tidak pernah merasa cukup dalam dirinya sendiri. Peluang adalah sesuatu yang memiliki hubungan dengan suatu kondisi atau keadaan organisasi, lembaga, dan masyarakat. Jika peluang untuk melakukan fraud dianggap cukup besar, maka individu atau kelompok akan lebih mudah melakukan fraud.Â
Kebutuhan mengacu pada elemen yang diperlukan untuk mempertahankan hidup. Pengungkapan (exposure) adalah masalah pengungkapan kecurangan dan beratnya hukuman yang didapat oleh pelaku kecurangan. Selain keempat penyebab di atas, korupsi juga dilakukan karena kehendak yang ada pada individu atau kelompok. Kehendak inilah yang menjadi faktor batin, motivasi untuk melakukan perbuatan korupsi yang berakar pada keinginan dan keserakahan. Jika seseorang sudah memiliki niat, kehendak, atau keinginan yang mendasarinya, tidak mengherankan jika mereka secara sadar dapat melakukan kejahatan.Â
bagaimana apa yang dilakukan untuk mencegah kejahatan dan korupsi melalui pendekatan paideia?Â
Bagi Werner Jaegers dalam The Ideals of Greek Culture in English, "Paideia" dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar dalam penelitian humaniora. "Paideia" adalah kata yang tidak dapat diterjemahkan. "Paideia" berasal dari pais = anak dan dalam bahasa Yunani adalah semua termasuk, yang berbagai aspek dalam bahasa modern sesuai dengan kata-kata seperti peradaban, budaya, tradisi, kesucian dan pendidikan. dari "Paideia" dimulai dengan pemeriksaan Iliad dan Odyssey, ekspresi sastra tertua dari semangat Yunani, dan mengarah pada jatuhnya hegemoni Athena setelah Perang Peloponnesia. Bagian kedua dan ketiga membahas kebangkitan budaya Athena pada abad keempat dan konflik antara pembayaran retoris dan filosofis dalam beberapa dekade sebelum penaklukan dunia oleh Makedonia.Â
Plato adalah tokoh sentral dari keduanya. Ide awal Jaeger digunakan untuk melacak perkembangan paideian melalui zaman Romawi dan Kekristenan awal. Masih harus dilihat, bagaimanapun, apakah dia akan mampu melakukan seluruh pertunjukan ini, aspek-aspek yang mungkin menjadi lebih jelas saat pekerjaan berlangsung. Yang pertama adalah bahwa orang Yunani memiliki tempat yang unik dalam sejarah berdasarkan apa yang mereka pikirkan tentang membesarkan sebuah keluarga. Budaya timur memiliki kode dan sistem pendidikan mereka sendiri. Tetapi tujuan mereka di atas segalanya adalah untuk melestarikan lembaga-lembaga keagamaan, politik atau sosial yang ada. Di antara orang-orang Yunani, tujuannya sama berbedanya dengan perkembangan manusia sebagai manusia. Pemikiran Yunani sangat manusiawi, sebuah fakta yang tercermin dalam agama, patung, puisi, filsafat, dan kehidupan sipil mereka. Jaeger mengatakan bahwa di negara lain mereka menciptakan dewa, raja, dan roh, sedangkan orang Yunani menciptakan manusia. Pembedaan ini begitu penting sehingga menegaskan bahwa lebih awal atau mungkin lebih banyak sejarah manusia di dunia dimulai di Yunani.Â
Jadi, orang Yunani adalah orang pertama yang melihat dalam pendidikan model kepribadian yang disengaja yang konsisten dengan citra manusia yang ideal. cita-cita Yunani terbentuk. Gagasan utama pendidikan Yunani adalah humanisme, yang merupakan pembentukan manusia dalam model universal manusia, bukan individualisme atau pengembangan individu yang bebas dari kecenderungan dan kecenderungan karakteristik pribadinya. Sementara cita-cita orang Yunani bukanlah estetika atau kehidupan dalam keindahan, dapat dikatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk hidup sesuai dengan hukum yang mengikat manusia dengan dunia dan tatanan sosial agar menjadi indah. Dan akhirnya, tujuan akhir dari paideian bukanlah teori, karena pengetahuan itu sendiri bukanlah tujuan, tetapi sarana yang dengannya kita dapat melihat cita-cita dengan lebih jelas dan mudah. Temukan cara untuk melakukannya dengan lebih baik.Â
Filsafat politik Plato menyajikan pendidikan sebagai kunci reformasi sosial. Pendidikan beradab (paideia) mengarahkan keinginan anak berbakat untuk menjadi pemimpin yang baik. Sejak dini, dimensi prarasional ditangani melalui musik dan senam agar calon pemimpin memiliki kepekaan terhadap harmoni (indah dan baik). Setelah keinginan itu terbentuk, program selanjutnya adalah mengajarkan ilmu-ilmu teoritis dan seni diskusi. Hanya dengan begitu para filosof raja dan ratu yang bijaksana, berani, rendah hati, dan saleh dapat muncul untuk mereformasi tatanan sosial mereka. Paideia adalah sarana klasik untuk mereformasi tatanan politik. Paideia sedang mempersiapkan munculnya seorang pemimpin yang dapat menginspirasi banyak orang untuk mengikuti teladannya. Di tengah suasana priyayi otokratis yang terjalin melalui ideologi kekerasan agama yang mengancam bangsa ini, paideia adalah upaya budaya di mana kita ingin menjaga demokrasi melalui gerbang kapitalisme keluarga.
Â
Berasal dari sudut psikologi hedonistik, bahwa setiap perilaku yang dilakukan oleh seorang individu dilakukan menurut keseimbangan antara kesenangan dan ketidaksenangan (penyakit). Dengan demikian, individu memiliki hak untuk memilih antara yang baik dan yang jahat, dan memilih tindakan yang menimbulkan kesenangan atau tidak. Cesare Beccaria menjelaskan bahwa, ketika seseorang melanggar hukum, dia mempertimbangkan kesenangan dan rasa sakit yang akan dia dapatkan dari tindakan tersebut. Belakangan, Beccaria juga menunjukkan bahwa, ketika seseorang melanggar aturan yang ditetapkan oleh hukum, mereka juga harus dihukum tanpa memandang usia, kesehatan mental, kekayaan, dan kondisi lainnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan kejahatan agar tidak berkembang lebih jauh atau meluas dan dapat mempertimbangkan tindakan sebelum mengambilnya. Upaya pencegahan kejahatan yang dibahas dalam dokumen ini dilihat dari perspektif pendidikan (paideia).
Ditinjau oleh Werner Jaeger (1888 -- 1961), paideia diartikan sebagai salah satu bagian dari pendidikan dan kebudayaan Yunani. Paideia jika dilihat melalui segi pendidikan, yakni suatu proses pembentukan diri ke dalam wujud tertentu yang ideal. Akan tetapi jika dipandang melalui segi kebudayaan atau kultur, paideia merupakan suatu kesadaran komunal yang ditandai dengan hadirnya arus intelektual dan spiritual yang beragam, berhantaman, dan saling menyeimbangkan. Paideia merupakan hasil pemikiran dari para penyair, negarawan, sastrawan, dan filsuf yang pada perkembangannya bertumbuh menjadi besar membentuk kebudayaan Yunani Klasik.
Orang Yunani memiliki pandangan mengenai pendidikan, yaitu sebagai model karakter yang dibentuk dengan citra ideal manusia. Manusia dikatakan ideal oleh orang Yunani jika dasarnya merupakan makhluk sosial atau politik, terikat oleh hukum, dapat mengekspresikan sifatnya sendiri, dan dapat melayani komunitas manusia ditempat ia berasal. Bagi pendidikan Yunani, humanisme merupakan sebuah gagasan utama. Dimana humanisme merupakan suatu pembentukan manusia untuk sesuai dengan pola manusia universal, bukan dengan individualisme yang berkembang bebas atas kecenderungan dan karakteristik pribadi. Jika dilihat secara jauh, cita-cita budaya yang dimiliki oleh orang Yunani adalah kehidupan yang berjalan sesuai hukum yang mengikat manusia pada tatanan dunia.
Menurut Plato, pendidikan atau paideia adalah salah satu cara untuk mendidik individu dari tempat gelap menuju tempat terang (peristrophe) yang mana dilakukan untuk meraih kebenaran atau kebijaksanaan (periagoge). Suatu hal yang menarik dalam paideia adalah para pendidik harus bersungguh-sungguh dalam mendidik para muridnya. Plato juga mengatakan bahwa pendidikan dapat dilakukan melalui permainan dan artifisal. Individu yang memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin, maka ia harus bermain dengan permainan yang berhubungan pada pengajaran moral. Plato sangat menolak akan mitos yang berkaitan dengan kematian, kebencian, dan kesedihan. Menurutnya, calon pemimpin harus memiliki kebebasan dalam berpikir yang positif dan takut pada perbuatan perbudakan atau penindasan. Selain itu, Plato juga membantah tentang mitos mengenai dewa yang kehilangan batas diri, pahlawan yang gemar korupsi dan melakukan tindak asusila. Menurut Plato, cerita atau mitos tersebut adalah palsu dan jahat.
Plato mengatakan jika negara dan manusia memiliki persamaan, maka dari itu moralitas menjadi hal yang utama untuk diperhatikan dalam kehidupan negara, serta moralitas harus menjadi hal yang hakiki dengan keberadaan para penguasa dan seluruh warga negara sebagai manusia. Negara yang ideal merupakan komunitas etikal dalam meraih kebajikan dan kebaikan. Negara ideal merupakan suatu keluarga dan sebab dari itu setiap warga negara harus memiliki sikap kekeluargaan untuk mencerminkan kerukunan dan keharmonisan. Dalam melahirkan calon pemimpin, menurut Plato metode pembelajaran yang dipakai mengarah kedalam pusat jati diri manusia, yakni jiwa. Dikatakan demikian karena jiwa memiliki karakteristik yang elastis atau mudah untuk dibentuk. Sehingga pendidikan akan memiliki visi yang jelas untuk mengarahkan hiwa para anak didik untuk mencapai tujuan dan cita-cita. Ditegaskan oleh Plato, bahwa dalam memilih calon pemimpin harus yang berasal dari keturunan yang baik, cinta akan kebijaksanaan, cinta pengetahuan dan kebenaran, benci terhadap kebohongan, daya ingat yang bagus, dan unggul akan moral.
Sebagai upaya dalam pencegahan kejahatan dan korupsi, pendidikan merupakan suatu hal mendasar yang dijadikan sebagai media untuk menanamkan moralitas kepada individu. Seperti yang dijelaskan oleh Plato, pendidikan bertujuan untuk menemukan kebenaran sejati dan untuk pengembangan watak. Diungkapkan pula oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan bertujuan untuk melahirkan peserta didik yang memiliki akal budi yang luhur. Pendidikan berbudi luhur artinya pendidikan yang bertujuan menghasilkan generasi yang memiliki keutamaan moral, bijaksana, tangguh, dan adil. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan sebuah sarana dalam mengembangkan karakter individu untuk berbudaya dan bermartabat sebagai manusia.
Upaya dalam pencegahan korupsi tidak hanya diatasi dengan proses penegakkan hukum. Akan tetapi, pencegahannya dapat dilakukan oleh suatu tindakan preventif, yakni menanamkan nilai religius atau moral bebas korupsi melalui pendidikan. Pengembangan mengenai moral bebas korupsi harus semakin dikembangkan, karena hal ini berkaitan dengan kesadaran hukum. Kesedaran hukum merupakan pemahaman seseorang dalam memaknai hukum. Oleh sebab itu, upaya dalam membangun kesadaran hukum juga dapat ditempuh melalui edukasi atau pendidikan.
Berkaitan dengan pencegahan korupsi, pembentukan karakter merupakan hal yang paling utama diterapkan sebagai dasar pendidikan. Jika tidak adanya dasar pembentukan karakter, maka tujuan pendidikan tersebut akan sia-sia. Pendidikan yang dimaksud bukan mengacu sebagai pemberantas korupsi, tetapi sebagai upaya dalam mencegah dengan melatih individu untuk memiliki kesadaran agar berperilaku anti koruptif. Demikian, pendidikan harus menerapkan pemahaman melalui nilai-nilai korupsi sebagai nilai negatif yang dapat merugikan banyak pihak, maka nantinya akan terbentuk karakter individu yang anti koruptif.
Pencegahan Kejahatan (Crime Prevention) merupakan sebuah proses dalam mengantisipasi, identifikasi, dan estimasi akan risiko terhadap kejahatan yang terjadi, serta melakukan inisiasi atau tindakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindak kejahatan. Pada dasarnya hukum dibentuk karena adanya keinginan dan kesadaran setiap individu yang digunakan sebagai aturan dalam kehidupan bermasyarakat untuk menciptakan kerukunan dan perdamaian. Oleh karenanya sebagai salah satu cara dalam mencegah kejahatan, hukum dijadikan sebagai acuan utama untuk para pelaku kejahatan. Dimana hukum mengatur aturan mengenai tindak kejahatan tersebut dan mengatur mengenai konsekuensi atau hukuman yang didapatkan oleh para pelaku kejahatan.
Penerapan moral anti korupsi melalui bidang pendidikan merupakan suatu langkah dalam menanamkan nilai anti korupsi sejak dini. Sebab sumber dari seseorang melakukan korupsi, yakni hilangnya nilai anti korupsi, seperti jujur, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, dan lainnya. Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting untuk mengakselerasikan upaya dalam pencegahan korupsi yang terjadi di negara ini.
Pendidikan dijadikan sebagai jantung dan urat nadi untuk membangun pondasi dalam pembentukan karakter, moral, dan integritas anak bangsa. Sehingga nantinya, menghasilkan generasi yang memiliki ruh kepribadian anti korupsi yang tertanam dalam dirinya. Berdasarkan pada hal tersebut, KPK mengutamkan pendidikan sebagai salah satu sarana dalam pencegahan korupsi. Pendidikan yang dimaksud juga termasuk pendidikan formal dan informal, dari taman kanak-kanak hingga universitas. Dimana, dalam proses pendidikan yang sedang berlangsung, unsur dan nilai antikorupsi dijelaskan kepada anak bangsa.
Citasi :
Ziaggi. (2022, Agustus). Strategi Cara Pemberantasan Korupsi dan Cara Pencegahannya. Retrieved from gramedia.com:
https://www.gramedia.com/best-seller/strategi-cara-pemberantasan-korupsi/
A. Setyo, W. (2017) PAIDEIA Filsafat Pendidikan-Politik Platon. Retrieved from
https://journal-theo.ukdw.ac.id/index.php/gemateologika/article/view/355/251
Tarsy, A. (2013, November 13). Korupsi dalam Tinjuan Filsafat Thomas Hobbes. Retrieved from kompasiana.com:
Apollo. (2022, Februari 27). Apa Itu Paideia (1). Retrieved from kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/balawadayu/621ad27887006404567233c2/apa-itu-paideia
Monica, A. (2022, Maret 26). Upaya Pencegahan Korupsi. Retrieved from kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/26/02000091/upaya-pencegahan-korupsi
Yasir, F. (2009). Teori kera lombroso dalam kajian kriminologi. Retrieved from blogspot.com:
https://fatahilla.blogspot.com/2009/02/teori-kera-lombroso-dalam-kajian.html
Erisamdy, P. (2016). Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan. Retrieved from
https://www.erisamdyprayatna.com/2016/04/teori-penyebab-terjadinya-kejahatan.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H