Mohon tunggu...
ari_usman
ari_usman Mohon Tunggu... -

I was a young writer. If the writing is far from perfect, it means I am still a beginner. Please be advised, since want to be a novelist talents.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Waktu ke Masa Depan - Part 2 [Tamat]

29 Januari 2016   20:51 Diperbarui: 29 Januari 2016   21:08 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jawab aku, sebenarnya kamu siapa?”

 

Aku ingin memberikan jawaban kalau saya ini adalah dirinya yang berada di tahun 2031. Saya adalah orang yang sama, namun saya berada di zaman berbeda.

 

Belum sempat aku jawab, tiba-tiba si bayi kecil alias anakku, menangis di kamar.

 

“Oh, anakku menangis di dalam. Tunggu sebentar yah, dek.”

 

Kakak ganteng masuk di kamar untuk mengurusi si bayi yang menangis di dalam kamar.

 

Sementara aku masih memikirkan jawaban apa yang akan aku berikan pada si kakak ganteng.

 

Aku yang melihat diriku sedang menggendong anak yang sedang menangis, tak tahu dia mau minta apa.

 

“Sudah, sudahlah Nak, jangan nangis. Cup, cup, cup, sudah nak.” ujar diriku seraya menghentikan si bayi lucu yang gemesin dan juga anakku.

 

“Ya sudah mas, biar saya saja yang urusuin si dedek.”

 

“Iya say.”

 

Setelah si bayi sudah ada di tangan si kakak cantik alias istriku, si kakak ganteng kembali tanya padaku soal barang-barangnya yang sama denganku. Dan di situ juga, aku sudah siap untuk memberikan jawaban.

 

“Dek, kakak tahu kakak punya barang yang sama seperti kamu. Tapi kakak butuh kejujuran darimu. Kamu sebenarnya siapa?”

 

“Aku... aku...”

 

Aku pun menjawab pertanyaan dari kakak ganteng.

 

“Sebenarnya aku... adalah kakak. Aku adalah kakak. Aku dari tahun 2016, tak sengaja aku berada di tahun 2031. Aku tahu semua yang ada di rumah ini. Dulu rumah ini rumah yang sangat sederhana dan tinggal dengan Ayah Ibuku.” seru saya sembari kesal.

 

“Jadi... kamu bukan traveler, namun kamu time traveler? Kamu tak sengaja jelajahi waktu ke tahun ini? Memang kamu naik apa supaya sampai kesini?”

 

“Aku ceburkan diri ke “kolam” tergenang, tapi aku tak tahu apakah itu masih ada atau tidak. Tapi aku tetap melihat masa depanku seperti apa.”

 

Akupun menunjukkan buku catatan saya kepada si kakak ganteng alias diriku sendiri yang sudah berumur 31 tahun.

 

“Ini, buku catatan saya yang aku tulis.”

 

“Ini, bukannya buku catatan saya yang pernah kutulis juga saat SMA? Rupanya kau memang diriku. Oh ya, itu apa? Apakah itu rapor SMA-mu?”

 

“Iya kak. Mau lihat?”

 

Si kakak ganteng melihat raporku. Dia juga tidak menyangka ternyata ada dirinya di tahun 2031. Terbukti bahwa aku punya barang yang sama dengan punya si kakak ganteng.

 

“Wah, dek. Tidak menyangka aku bisa ketemu dengan masa remajaku dan bisa ingat lagi masa remajaku dulu. Ya, itu kamu dek.”

 

“Makasih juga kak. Ini semua karena masa depan yang selalu aku tulis di buku catatanku. Jadinya aku bisa ketemu dengan diriku yang berusia 31 tahun. Walaupun udah berkepala tiga, tapi kakak tetap ganteng. Itu yang aku harap di masa depan nanti.”

 

“Iya dek. Aku juga berharap begitu saat SMA dulu. Mungkin pengalaman yang sama denganmu.”

 

“Iya kak. Tapi, besok cuaca hujan tidak besok?”

 

“Hmm, mana kakak tahu? Besok kakak akan cari tahu ramalan cuaca nanti.”

 

“Iya kak.”

 

Seru juga bicara dengan diri kita sendiri, namun beda usia dan beda jaman. Si kakak ganteng semakin ganteng saja kalau tersenyum senyum. Mungkin itulah diriku.

 

Tiba-tiba, istri si kakak ganteng memanggilnya dan meminta menggendong anaknya karena istrinya mau masak.

 

Si kakak ganteng menggendong anaknya dengan sangat baik, bahkan si bayi lucu dan gemasin itu ketawa-ketawa melihat Ayahnya yang lucu-lucuan. Mungkin seperti itu diriku di masa depan nanti saat aku berusia 31 tahun. Si ayah ganteng masih membuat anaknya tertawa, dan anaknya selalu tertawa dan menjadi sangat menggemasin. Aku juga melihatnya menggemasin banget, mungkin itulah anakku di masa depan.

 

Aku tak menyangka diriku bisa menjadi super ayah karena sang istri sedang mengurus sesuatu, dan kita yang jadi kepala keluarga harus ngurusin anak karena sang istri terlalu sibuk.

 

“Ini mungkin anakmu, dek. Lucu, ‘kan?”

 

“Iya kak, lucu. Aku lihat ini di rumah sakit bersalin kemarin.”

 

“Oh ya? Kamu pergi ke rumah sakit bersalin? Buat apa di situ?”

 

“Aku tak sengaja melihat para keluarga dan yang lainnya pergi ke rumah sakit bersalin, dan tak disangka kalau ada diriku di situ.”

 

“Oh gitu ya?”

 

“Tapi... aku lebih suka kalau yang sekarang, bisa menjadi kakak, bisa bekerja, bisa segalanya.”

 

“Tapi kamu harus nunggu 15 tahun lagi untuk bisa sepertiku. Bisa mendapat istri yang cantik, mendapat anak yang lucu, bisa bekerja jadi dokter, dan yang lainlah.”

 

Tiba-tiba, diluar sedang ada hujan. Hujan yang sangat lebat. Mungkin inilah waktuku untuk pulang.

 

“Kak, kurasa aku harus kembali jadi remaja lagi deh. Ke masa sekarang. Aku harus menunggu 15 tahun lagi untuk menjadi seorang Ayah yang baik dan Kepala Keluarga yang bijaksana.”

 

“Kamu harus sabar yah. Waktu itu tak akan berjalan lama kok. Bagaikan air yang menumpahkan segala isinya. Sama dengan waktu. Kalau kita semangat dalam menjalani aktifitas, kakak yakin kamu bisa mewujudkan keinginan kamu.”

 

“Iya kak, saya tahu.”

 

“Aku juga teringat tentang pesan guruku waktu SMA. Kamu mungkin sudah berada di tahun 2031. Namun kakak yakin ini adalah mimpimu. Mungkin ini khayalan kamu. Walaupun ada yang bilang kalau ini nyata, tapi ini adalah masa depan kamu sendiri. Kau harus ingat. Jalanmu masih panjang, dan mungkin kamu masih lama akan meraih masa depanmu. Masa depan hanya bisa dibayar oleh kerja kerasmu. Kerja keras itu bagaikan uang yang dibelanjakan. Kalau kerja kerasmu terkumpul, masa depanmu sudah terbayar.”

 

“Lho, bukannya ini adalah pesan yang juga disampaikan sama wali kelasku? Perasaan kemarin baru disampaikan padaku.”

 

“Kan sudah kubilang, kita ini adalah orang sama, namun beda usia dan beda jaman. Mengerti?”

 

“Iya kak. Kalau begitu, aku ingin pulang ke masaku yang sekarang.”

 

Aku pun mengambil tas travellerku dan pergi dari rumah yang sangat besar itu. Namun, sebelum pergi, si kakak ganteng memelukku seolah-olah kita kayak kakak adik.

 

“Sampai jumpa yah dek. Kuharap, kita bisa bertemu lagi di masa sekarang.”

 

“Apakah bisa, Kak?”

 

“Aku yakin, aku bisa ketemu denganmu di tahun 2016.”

 

“Tapi, bagaimana dengan...”

 

“Pasti, pasti ada orang yang akan mirip denganku.” potongnya.

 

“Iya kak. Aku harus pergi.”

 

 

Aku pun pergi dalam keadaan yang basah kuyub sama seperti saat aku pulang dari cafe minimarket.

 

Tinggal mencari air yang tergenang lagi di jalan. Semoga itu menjadi jalanku untuk pulang. Akhirnya, aku mendapat air yang tergenang lagi. Semoga itu bisa menjadi kolam untuk menuju ke masaku yang sekarang.

 

Aku sempat menaruh kakiku di dalamnya, namun itu bukan kolam. Aku mencari lagi air yang tergenang di jalan-jalan namun tidak ditemukan adanya kolam. Aduh, bagaimana ini? Bagaimana caraku untuk bisa pulang? Aku harus cari cara untuk bisa pulang ke masaku yang sekarang.

 

Saat aku capek-capek mencari jalan untuk pulang, akhirnya aku menemukan sebuah pantai tanpa pengunjung. Mungkin ini satu-satunya jalan bagiku untuk pulang. Dengan semua pakaian basah kuyub dengan jaket yang terlapis di badanku, aku sempat memohon apakah ini jalan terbaikku untuk pulang? Aku berdoa semoga dari apa yang kulihat dari tahun 2031 ini, bisa terwujud pada 2031 yang sesungguhnya.

 

Aku pun melihat air laut dan aku pun menceburkan diriku ke dalam air laut itu. Setelah berapa lama aku di dalam air laut itu, aku pun kembali lagi di “kolam” tempat air tergenang saat hujan.

 

 

------

 

Aku pun kembali lagi di tahun 2016. Setelah sempat satu setengah hari di tahun 2031 bersama orang yang aku anggap sebagai kakakku sendiri yaitu diriku sendiri di tahun 2031.

 

Aku kembali lagi di cafe minimarket itu, tapi suasana sudah berbeda dari pertama aku berkunjung. Aku seperti biasa pesan mie instant cup dengan telur rebus. Aku pun makan dengan lahap karena aku sangat lapar.

 

Setelah aku makan di cafe minimarket itu, aku melihat sosok yang kuanggap sebagai kakakku di tahun 2031. Mungkinkah si kakak ganteng muncul di tahun 2016?

 

 

Saat aku pulang sekolah, aku terbiasa kalau sempat berpikir aku tak peduli dengan orang-orang yang ada di sampingku. Tak berapa lama, aku tak sengaja menyenggol seorang pekerja yang sedang membawa banyak kertas. Di situ aku minta maaf. Tapi, aku melihat wajah si pekerja ini tidak asing bagiku. Setelah dilihat-lihat, ternyata dia adalah super Ayah dari tahun 2031, dan merupakan diriku di tahun 2031.

 

“Maaf, aku tidak lihat kak. Maaf yah.” itu yang selalu aku ucapkan kepada kakak itu.

 

“Iya gak apa-apa.”

 

“Tunggu sebentar.” aku menahan si kakak itu.

 

“Maaf ya dek, saya buru-buru.” si kakak itu melepaskan tanganku dari lengannya.

 

Aku tak sempat bicara dengan si kakak itu, karena katanya dia sedang buru-buru.

 

-------

 

Sebentar malam adalah malam minggu. Aku tak tahu apa yang akan aku lakukan nanti pada saat malam minggu. Sore-sore seperti biasa aku selalu cari udara segar dengan berkeliling naik motor. Saat aku jalan-jalan naik motor, aku melihat sebuah spanduk besar berisi seminar tentang cara mencari solusi ketika sedang ada masalah.

 

Nah, ide yang tepat untuk mengisi malam minggu. Aku pun membeli tiketnya secara online, dan nanti malam aku akan pergi di gedung tempat seminar berlangsung.

 

Akhirnya, aku sudah duduk di kursi yang sudah aku pilih, dan seminar sudah dimulai.

 

Di situ aku terkejut kalau narasumber dari seminar itu adalah kakak yang tadi. Rupanya dia menjadi narasumber di seminar itu, pantasan dia tadi terburu-buru. Aku menonton seminar itu sampai selesai dengan 1 pertanyaan yang aku ajukan ke narasumber.

 

Setelah acara seminar itu, aku sempat menahan kakak itu.

 

“Kak, tunggu dulu kak. Kurasa aku kenal kakak deh.”

 

“Oh ya? Memang kamu kenal aku?”

 

“Kenal kak. Punya istri dan seorang anak yang baru lahir.”

 

Si kakak itu mengerutkan dahinya dan teringat...

 

“Lho, kok kamu tahu kalau aku udah punya istri dan punya anak yang baru lahir?”

 

“Yah, aku tahu dari buku catatan yang selalu aku tulis kak. Apakah kakak bermimpi semalam?”

 

“Mimpi apa sih? Aku tak paham maksud kamu.”

 

“Mimpi tentang tahun 2031. Aku yakin kalau perbuatanku ini gila, tapi di dalam mimpi kakak berkata kalau suatu saat nanti kita akan ketemu lagi. Dan inilah pertemuan keduaku dengan kakak.”

 

Si kakak itu sempat berpikir sejenak, dan akhirnya memang dia bermimpi tentang itu dan suatu saat dia akan ketemu dengan dirinya di masa remaja.

 

“Iya, aku ingat kok tentang mimpi itu. Aku juga ingat kalau kau sudah menganggap aku sebagai kakakmu. Kau bilang juga aku adalah dirimu di tahun 2031. Sekarang di tahun ini, kita bertemu lagi.”

 

“Iya kak, kita ketemu lagi. Dan aku juga sudah berdoa semoga di tahun 2031, bisa menjadi yang sesungguhnya.”

 

“Iya dek.”

 

“Tapi aku lupa dengan nama kakak. Siapa nama kakak?”

 

“Nama kakak adalah Dika. Salam kenal yah.”

“Iya kak.”

Akhirnya, aku sudah menganggap kalau Dika adalah kakakku. Aku akan selalu ingat Dika yang sangat ganteng, seperti gantengnya aku di tahun 2031.

 

Epilouge :

 

Sebuah mimpi dapat kita raih dari diri kita sendiri, asal kita terus berusaha dan kerja keras. Ingat, waktu terus berjalan. Manfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Mungkinkah kita akan bermimpi bertemu dengan diri kita sendiri namun beda usia dan jaman, apakah nanti kita bisa bertemu dengan seorang kakak berdasarkan mimpi kita saat menjelajah waktu? Itu yang selama ini aku rasakan. Mungkin ini cuma mimpi, namun yang aku rasakan benar-benar bukan mimpi. Aku ada di tahun 2031 selama satu setengah hari dan pulang. Aku tak bisa melihat si bayi gemes yang notabene adalah anakku di tahun 2031, aku tak bisa melihat si kakak ganteng yang notabene adalah diriku di tahun 2031. Semua mimpi dan imajinasiku akan tertuang dalam buku catatan yang masih ditulis hingga sekarang.

 

Pesanku di cerpen ini adalah, masa depan adalah masa yang kita nanti-nantikan setelah kita sekolah selama 12 tahun, kuliah selama 4-5 tahun, bekerja dan mendapatkan kesuksesan. Kesuksesan itu berawal dari kerja keras kita selama kita bersekolah sampai bekerja. Seperti kata pepatah “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Apabila kita mau sukses di masa depan, kita harus menimba ilmu dengan bersekolah. Lalu kita akan pilih sesuai bidang kita di perkuliahan. Lalu setelah bidang kita diakui di perkuliahan, mungkin kita sudah pilih di mana kita akan bekerja. Dan setelah kita mendapat semuanya, kita tentu harus memilih calon pasangan hidup. Semua kesuksesan berawal dari kerja keras kita. Apabila kita terus-terus memikirkan masa depan, tapi tidak dikerjakan sekarang, itu sia-sia saja. Masa depan yang sesungguhnya akan menjadi angan-angan. Kunci kesuksesan, harus bekerja keras.

 

 

TAMAT

 

Ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun