Mohon tunggu...
Farid Ramadhan
Farid Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Life is Good, Life is Fun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

12 November 2022   16:26 Diperbarui: 17 Juli 2023   13:16 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas ini terdiri dari 3 bab, dan dalam bab tersebut terdapat beberapa subbab yang menjelaskan lebih detail lagi mengenai apa yang ingin disampaikan pengarang. Berikut adalah penjelasan singkatnya.

 

I. ISLAM DAN KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

Pada bab pertama ini, kita langsung disuguhkan bagaimana derajat perempuan itu sendiri dalam kacamata Islam. Salah satu keutamaan ajaran Islam adalah memandang manusia secara setara dengan tidak membeda-bedakannya berdasarkan kelas sosial (kasta), ras, dan jenis kelamin. Sejarah Islam mencatat, orang yang pertama kali menangkap dan menghayati kebenaran Islam adalah seorang perempuan, yaitu Khadijah. Dialah yang meyakinkan Nabi Muhammad saw bahwa ia adalah seorang utusan Allah Swt yang harus menyampaikan ajaran-Nya kepada umat manusia. Selain Khadijah, perempuan lain yang juga dekat dan yang paling disayang Nabi Muhammad saw adalah Aisyah. Kepadanya Nabi Muhammad saw mengajarkan separuh pengetahuan yang ia miliki, sehingga Aisyah, istri Nabi Muhammad saw itu, tumbuh dan berkembang sebagai seorang ahli ilmu agama Islam dan ahli sastra. Para sahabat Nabi Muhammad saw dan penerusnya (tabiin) banyak yang berguru kepadanya. Lalu ada Fatimah, yang merupakan anak perempuan dari Nabi Muhammad saw yang sangat disayangi. Bukan dalam bentuk harta dan nama besarnya, namun Nabi Muhammad saw mendidiknya dengan pembentukan mental yang kuat dan hidup dalam kesahajaan. Ketiga perempuan inilah yang paling disayangi, dihormati, dan disantuni Nabi Muhammad saw sepanjang hidupnya.

Konsep dasar Islam yang harus dimaknai bersama adalah Allah Swt menciptakan manusia; laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin (QS. Al-Baqarah: 30). Pemimpin di sini memiliki makna dan cakupan yang sangat luas. Ia bisa menjadi pemimpin pemerintahan, pemimpin pendidikan, pemimpin keluarga, dan pemimpin untuk diri sendiri. Namun, yang jauh lebih penting dari makna kepemimpinan adalah bahwa manusia pada dirinya memiliki tanggung jawab yang harus diemban dan dilaksanakan dengan penuh amanah. Ayat Alquran yang oleh sebagian orang dijadikan argumentasi untuk menolak kepemimpinan perempuan, seperti ayat, “Laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan”(QS. An-Nisa’: 34). Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kedudukan pria pada posisi yang superior, sementara perempuan pada posisi yang inferior. Argumen superioritas laki-laki didasarkan pada asumsi bahwa umumnya laki-laki dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-Aql), tekad yang kuat (al-Hazm), keteguhan (al-Aznl), kekuatan (al-Quwwah), kemampuan tulisan (al-Kitabah), dan keberanian (al-Furusiyyah wa al-Ramy). Karena itu, dari kaum laki-laki ini lahir para nabi, ulama, dan imam.

Meskipun ajaran Islam tidak membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin, pemimpin perempuan di kalangan umat Islam jumlahnya masih sangat terbatas. Faktor yang menyumbat potensi kepemimpinan perempuan ini, di antaranya adalah pemahaman yang salah kaprah tentang ajaran Islam. Faktor lainnya adalah ego kolektif masyarakat muslim yang melanggengkan nilai-nilai patriarki. Yang di mana internalisasi nilai bahwa laki-laki sebagai manusia utama, dan perempuan sebagai pelengkap.

 Karena itu, penting membentuk sebanyak mungkin pemimpin perempuan Islam dalam berbagai ranah kehidupan dengan cara: 1) Sejak kecil, pola pendidikan watak kepemimpinan, perempuan atau laki-laki sebaiknya tidak dibeda-bedakan. 2) Anak perempuan dan laki-laki berhak mengakses apa saja sepanjang membuat diri mereka berkembang. 3) Memberikan kebebasan untuk memilih sesuai pilihan nuraninya. 4) Melatih perempuan jatuh bangun dengan pilihannya, karena dalam proses itu akan muncul pendewasaan hidup dan “otonomi” diri. 5) Menghindari pengerangkengan perempuan dalam sangkar emas atas nama “perlindungan”, karena bisa menjebak perempuan menjadi kerdil dan tahap berhadapan dengan realitas kehidupan nyata.

1. KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DAN OTONOMI DIRI

Dalam masyarakat Islam, ganjalan terkuat seputar kemunculan pemimpin perempuan adalah ganjalan teologis. Benazir Bhuto seorang pemimpin perempuan muslim asal Pakistan, menyebut bahwa para mullah (ulama konservatif) Pakistan sebagai “sekelompok agamawan yang bisa mendikte apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang”, misalnya menentang keras kenaikan Benazir Bhuto. Dengan cerdik, Benazir Bhuto berargumen tidak adanya ayat Alquran yang secara tegas melarang perempuan menjadi pemimpin pemerintahan. Sebaliknya, Alquran menggambarkan Ratu Bilqis (semasa Raja Sulaiman) yang berhasil memimpin negeri Saba secara arif, adil, dan bijaksana. Benazir Bhuto mengatakan, “Perempuan dan laki-laki di hadapan Tuhan berkedudukan sama. Saya bangga menjadi perempuan Islam. Isu dalam pemerintahan Pakistan bukanlah laki-laki melawan perempuan, tetapi diktator melawan demokrasi. Adalah interpretasi salah kaum pria atas ajaran Islam, dan bukan ajaran itu sendiri yang membatasi kesempatan perempuan untuk memerintah. Sejarah Islam sebenarnya penuh dengan perempuan yang memainkan peran penting dalam masyarakat serta pemerintahan yang tidak kalah penting dari pria” (The Straight Time, 18 November 1988).

Gejala tersebut sebenarnya tak ada dalam spirit ajaran Alquran. Karena prinsip dasar Allah Swt menciptakan manusia; laki-laki dan perempuan adalah untuk menjadi (innī jā'ilun fil ardhi khalīfatan). Kepemimpinan itu dibentuk, tidak datang dengan sendirinya. Sejak kecil, pola pendidikan watak kepemimpinan, perempuan dan laki-laki sebaiknya tidak dibedakan. Anak perempuan dan laki-laki, berhak mengakses apa saja sepanjang mampu membuat diri mereka berkembang. Pengerangkengan perempuan dalam sebuah sangkar emas atau atas nama “perlindungan” dan “kasih sayang” yang selama ini sering dilakukan, bisa menjebak mereka menjadi kerdil dan gagap berhadapan dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya.

2. KEPEMIMPINAN PEREMPUAN: ANDAI MEGAWATI JADI PRESIDEN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun