Mohon tunggu...
Fardan Mubtasir
Fardan Mubtasir Mohon Tunggu... Guru - Human, Culture, and Society

Seseorang yang sedang belajar menjadi manusia dan belajar berbagi coretan-coretan sederhana yang bisa berdampak positif terhadap sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Angin: Saksi Kesempurnaan dalam Hidup

2 September 2024   11:32 Diperbarui: 2 September 2024   11:49 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa yang dia bicarakan? bukankah tadi ada sebuah lubang besar yang menyambungkanku dengan dunia lain?" aku bertanya dalam hati tentang apa yang kualami barusan, aku masih merasa bahwa itu nyata.

"Kakak baik-baik saja? Sebentar lagi hujan akan turun jadi sebaiknya kakak meneduh saja dulu bersama saya." Lagi dan lagi orang itu mengatakan hal yang tak bisa kupahami seakan berusaha merusak kenyataan.

Mendengar ucapannya aku mulai tersadar dan memeriksa dimana aku sedang berada, namun aku masih berada di tempat dimana aku menemukan gerbang tadi. Ini aneh, bukankah aku tadi berada di dunia lain dan bertemu dengan diriku yang lain? Mengapa sekarang tiba-tiba aku kembali berada disini.

"Kak." Orang itu mulai menepuk pundak ku sekali lagi dan memecah pikiranku.

"Ah iya, saya baik-baik saja tapi mungkin masih sedikit pusing." Tanpa sadar aku menjawab pertanyaan itu dengan asal supaya tidak di curigai.

1 Minggu kemudian.

Aku berniat membuka jendela kamar supaya bisa mendapatkan angin segar karena sekarang adalah waktuku belajar untuk ulangan mendatang, mungkin minggu depan jadwalku akan lebih padat dari ini jadi aku harus mulai mengerjakan dari sekarang. Segera setelah itu aku mulai mempelajari materi yang mungkin akan muncul di ulangan, dengan adanya angin luar semakin membuatku bersemangat dan lebih fokus belajar.

Mengingat tentang angin kembali membuatku teringat akan kejadian 1 minggu yang lalu dimana aku pergi ke dunia lain, jika dipikirkan lagi ternyata itu benar-benar lucu. Menurut kesaksian orang yang menepuk pundakku, saat itu ia melihat aku dengan tatapan kosong sambil tersenyum di hadapan angin-angin dan tidak bergeming sedikitpun, karena hujan akan turun membuat orang tersebut mau tidak mau memperingatiku agar tidak terkena hujan. Namun dia mengatakan bahwa aku tidak bergerak sedikitpun meski ditepuk berkali-kali.

Saat itu aku baru menyadari bahwa rasa sukaku terhadap angin membuatku terlena dan jatuh terhadap halusinasi yang aku pikirkan, perasaan sedihku saat itu dan adanya angin yang kusukai membuatku mengalami kejadian itu. Peristiwa yang aku alami tidak benar-benar nyata melainkan khayalanku dan khayalan tersebut adalah sesuatu yang aku inginkan.

"Ternyata aku menginginkan hal tersebut ya." Aku tersenyum tipis mengingat kilas balik yang aku saksikan seminggu yang lalu. 

Itu adalah kehidupan seorang anak yang aku ingin dapatkan. Aku menyadari bahwa aku belum bisa menerima kondisi keluargaku saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun