"Tugas itu kan di kumpulinnya minggu depan jadi santai aja kali, yah tapi emang beda sih kalo anak rajin. Kalau begitu aku pulang duluan ya Lana, maaf gak bisa nunggu kamu dan nanti hati-hati di jalan." Pamit Gita tergesa-gesa.
"Oke Gita, kamu juga hati-hati di jalan ya!" balas ku dengan cepat.
Melihatnya berlarian seperti orang yang terburu-buru membuatku berpikir bahwa ia mungkin saja sudah di jemput oleh Ayahnya.
"Dijemput Ayah ya." Batin ku sambil tersenyum tipis.
Aku mulai menghapus beberapa pikiran yang terlintas di dalam kepalaku dan bergegas untuk menyelesaikan tugas sejarah supaya tidak pulang terlalu telat hari ini. Setelah menyelesaikan tugas sejarah aku bergegas merapikan peralatan tulis dan berniat untuk segera pulang ke rumah karena cuaca saat ini sudah terlalu mendung.
"Aku harus bergegas, mungkin beberapa menit lagi hujan akan turun." Gumamku.
Belakangan ini aku memang lebih sering mengerjakan tugas di sekolah dan menyelesaikannya lebih dahulu dibandingkan orang lain, karena aku yakin di rumah pasti akan berisik sekali. Akhir-akhir ini suasana rumah semakin kacau karena Ayahku.
Whuusshhh . . . .
Suara angin yang berhembus dengan kencang membuatku menghentikan langkah dan mengalihkan pandangan pada jalan sekitar. Suara berisik angin ini seratus kali lebih baik daripada suara Ayah yang setiap hari selalu membentak Ibu.
"Ini benar-benar nyaman sekali." Gumamku seraya tersenyum lebar.
"Ah, betapa aku mencintai angin yang membawakan rasa damai dan menerbangkan segalanya secara perlahan." Angin ini terasa sejuk dan membuat perasaanku membaik.