Supervisi klinis adalah proses membantu guru- guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Menurut Acheson dan Gall (1987) Â Supervisi klinis merupakan sebuah model alternatif dan supervisi yang lebih interaktif, demokratis, dan berpusat pada kebutuhan guru.[2]
Sedangkan pengertian supervisi klinis yang dikemukakan oleh tokoh ahli salah satunya  Cogan (dalam Wiles dan Lovell. 1993 : 168) yang dikutip oleh Wahyudi (2009) : 107) bahwasanya supervisi klinis adalah sebagai berikut :Clinical Supervision may therefore by define as the rational and practice designed to improve the teachers classroom performance.Â
It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationships between teacher and supervisor from the basisof the program, procedures, and strategies designed to improve the student's learning by improving the teacher's classroom behavior. ( Supervisi klinis dirancang untuk meningkatkan performansi guru kelas.Â
Untuk kepentingan dimaksud diperlukan data dari kepala sekolah mengenai kejadian dikelas. Analisis dari peristiwa dikelas dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dari bagi program, prosedur, dan strategi yang dirancang untuk meningkatkan pembelajaran siswa dengan cara meningkatkan perilaku guru kelas.[3]
Baca juga : Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah
Jadi, pada hakikatnya supervisi klinis dapat dianalogikan dengan istilah klinis dalam dunia kesehatan yang menunjuk pada suatu tempat untuk berobat. Seorang pasien datang ke klinis bukan karena diundang dokter melainkan karena ia membutuhkan pengobatan agar ia sembuh dari penyakitnya. Selanjutnya, dokter mengadakan diagnosis dan memberikan resep untuk mengobati penyakit pasiennya.Â
Dalam dunia sekolah, guru memiliki kesadaran untuk datang sendiri menemui kepala sekolah dan meminta bantuan memecahkan permasalahan proses pembelajaran yang sedang dihadapinya.[4]
 KARAKTERISTIK/CIRI-CIRI SUPERVISI KLINIS
Banyak pandangan para ahli yang menyatakan mengenahi karakteristik supervisi klinis, diantaranya menurut Ibrahim Bafadal (2004: 67) karakteristik supervisi klinis adalah sebagai berikut:
- Supervisi klinis berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru
- Tujuan supervisi klinis adalah untuk pengembangan profesional guru
- Kegiatan supervisi klinis ditekankan pada aspek aspek yang menjadi perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas
- Observasi harus dilakukan secara cermat dan mendetail
- Analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru, serta
- Hubungn antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan otoritarian.[5]
Menurut La Sulo ciri-ciri supervisi klinis yang ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
- Bimbingan supervisor kepada guru atau calon guru bersifat bantuan, buan perintah atau instruksi
- Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang akan disupervisi, dan disepakati melaluhi pengkajian bersama antara guru dan supervisor
- Meskipun guru atau calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara terintegrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu saja
- Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara supervisor dan guru berdasarakan kontrak
- Balikan diberikan dengan segera dan secara objektif  (sesuai dengan data yang direkam oleh instrumen observasi)
- Meskipun supervisior telah menganalisis dan menginterpretasi data yang direkam oleh instrumen observasi, didalam diskusi atau pertemuan balikan guru atau calon guru diminta terlebih dahulu menganalisis penampilannya
- Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan
- Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka
- Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan,observasi, dan diskusi atau pertemuan balikan
- Supervisi klinis dapat dipergunaka untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, di pihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun  dalam jabatan (pre-service dan inservice education)[6]
Selain itu Acheson dan Gall (1987:14) juga mengemukakan karakteristik mendasar supervisi klinis, sebagai berikut:
- Dalam meningkatkan kualitas keterampilan intelektual dan perilaku mengajar guru secara spesifik
- Supervisi harus bertanggung jawab membantu para guru untuk mengembangkan keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan data yang benar dan sistematis, terampil dalam menguji cobakan, mengadaptasi, dan memodifikasi kurikulum, agar semakin terampil menggunakan teknik pengajaran, guru harus berlatih berulang --ulang
- Supervisi menekankan apa dan bagaimana guru mengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan untuk merubah kepribadian guru
- Perencanaan dan anlisis berpusat pada pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil onservasi.
- Konferensi berkaitan dengan sejumlah isu-isu penting mengenahi pembelajaran yang relevan bagi guru mendorong untuk berubah
- Konferensi sebagai umpan balik menitikberatkan ada analisis konstruktif dan penguatan terhadap pola pola yang berhasil daripada mnyalahkan pola-pola yang gagal
- Observasi itu didasarkan pada bukti, bukan pada pertimbangan nilai yang substansial atau nilai keputusan yang tidk benar.
- Siklus perencanaan, analisa dan pengamatan secara berkelanjutan dan bersifat komulatif
- Supervisi merupakan proses memberi dan menerima yang dinamis dimana supervisor dan guru adalah kolega yang meneliti untuk menemukan pemahaman yang saling mengerti bidanga pendidikan
- Proses supervisi pada dasarnya berpusat pada analisis pembelajaran
- Guru memiliiki kebebasan dan tanggung jawab untuk menganalisis dan menilai isu-isu, meningkatkan kualitas pengajaran dan mengembangkan gaya mengjar
- Proses supervisi dapat diterima, dianalisis dan dikembangkan lebih banyak sama dengan keadan pengajaran yang dapat dilakukan
- Supervisor memiliki kebebasan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan supervisinya atau evaluasi pembelajaran.[7]