"Kamu selalu ada disaat aku butuh kamu Ra. Bahkan ketika aku dengan tidak tau dirinya melarang kamu datang ke rumah Nindi dulu, kamu tetap menuruti keinginanku Ra."
Hembusan angin yang menerbangkan anak rambut Adinda, tak membuatnya menjadi sedikit lebih tenang. Nafasnya juga mulai tersendat karena tangis yang semakin tak dapat ia tahan.
"Tapi.. dengan tak tau dirinya aku justru menghilang saat kamu sedang butuh aku disamping kamu," lanjut Adinda.
Dadanya seakan dihimpit oleh batu yang begitu besar ketika rekaman mengenai kejadian itu terulang.
***
"Din, nanti malam ada acara?"
Ucapan itu menghentikan langkah kaki Adinda dan Adera yang hendak berjalan menuju parkiran sekolah.
"Kenapa Wan?" tanya Adinda dengan menaikkan sebelah alisnya sembari menatap Arwan yang berada didepannya.
"Aku mau ngajak kamu makan malam," lirih Arwan yang masih dapat didengar Adira.
Tatapan Adira beralih pada Adera yang berada disebelah kanannya yang terlihat seakan meminta persetujuan. Gelengan kepala Adera menegaskan bila Adinda tidak boleh pergi.
"Sebentar saja ya?" pinta Adinda dengan tatapan yang dibuat semelas mungkin.