Kringg..
Kringg..
Suara belum sekolah yang menandakan telah berakhirnya pelajaran di hari itu, membuat banyak para pelajar segera mengemas barang-barangnya dan bersiap untuk pulang. Ya, pulang ke rumah.
Namun, hal itu berbeda dengan Adinda. Kejadian beberapa minggu lalu yang berhasil merenggut nyawa satu-satunya orang yang ia jadikan alasan hidup di dunia.
Saat mendengar bel berdentang, bukan langsung mengemasi barang-barang yang ia lakukan. Melainkan menyembunyikan kepalanya pada lipatan tangan yang ia buat.
Setelah keadaan kelas yang semula gaduh karena berebut keluar menjadi hening, barulah jemari Adinda yang lentik itu mulai memasukkan buku dan alat tulisnya kedalam tas gendongnya lalu keluar dari kelas.
Keadaan sekolah yang sudah sepi seakan mempertegas bahwa dia hanya seorang diri di bumi.
Langkahnya yang terasa semakin lemah dan seakan tak memiliki sebuah arah. Hingga saat ia mendongak, terlihat sebuah gapura yang bertuliskan pemakaman umum di sana.
Dengan langkah pelan, Adira mulai memasuki makam itu. Berjalan lumayan jauh dari gapura, tempat pintu masuk pemakaman ini.
Langkah kakinya berhenti ketika nisan bertuliskan 'Adera Maharani' berada tepat dihadapannya.
Tatapan mata yang sebelumnya kosong dan seperti tak tersentuh barang sedetik pun itu, perlahan mulai memburam. Adinda mulai berjalan ke samping makam Adera. Dengan memposisikan diri berjongkok disamping gundukan tanah itu, Adinda bergumam lirih, "kenapa tinggalin aku sendiri sih Ra."