"Di kamar tempat nona biasa tidur,"ujar Mak Cepot lirih. "Lalu dikejar Meneer hingga lari ke sepanjang koridor, lalu tertembak di taman bunga halaman depan non...," lanjut wanita itu.
Aku terhenyak, "Kenapa Emak tidak pernah bercerita sebelumnya!?, tukasku.
"Maaf non, Meneer berwasiat agar saya tidak menceritakan," jawab Mak Cepot sambil menunduk dalam.
Kuhela nafas oanjang, Ternyata  aku yang menjadi tumbal dari kejadian masa lalu. Tampaknya arwah Brams menyukaiku. Bukan hanya memanggil namaku setiap malam, namun juga selalu memberiku bunga mawar pink berpita biru. Hingga kemarin malam, ia memaksa mendekapku dalam tidur.
Tak ada pilihan yang harus kulakukan, "Aku harus pergi...." gumamku dalam hati.
Sesampai di kamar, segera kukemasi semua barang-barangku dalam lemari. "Pak Parmiiin....!!"teriakku dari atas balkon saat melihat pria itu di taman bunga halaman depan.
"Iya noooon........!" Jawabnya setengah berteriak.
"Siapkan mobil, aku mau kembali ke kota!", ucapku dengan nyaring.
Pak Parmin tampak sangat terkejut. Belum sempat ia menjawab, aku bergegas masuk ke kamar. Berdiri di depan lemari pakaian untuk memilih baju terbaik untuk kembali ke kota.
Tapi tiba-tiba, seseorang mendekapku dari belakang. "Jangan pergi...." bisinya lirih. Kulepaskan dekapan itu dan berbalik ke belakang untuk melihat siapa yang berani memelukku dengan kurang ajar. Betapa terkejutnya aku, ternyata Brams!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H