Mohon tunggu...
Fajriah Nur Kholifah
Fajriah Nur Kholifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi Masalah-masalah Sosial dalam Film "Untuk Angeline" Karya Sutradara Jito Banyu

7 Januari 2022   02:37 Diperbarui: 7 Januari 2022   02:48 1656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Representasi Masalah Sosial dalam Film Untuk Angeline Karya Sutradara Jito Banyu : Tinjauan Sosiologi Sastra

 

Disusun oleh   : Fajriah Nur Kholifah

Kelas                  : 07SIDP001 / Reg A

 

Judul Film        : Untuk Angeline

Sutradara         : Jito Banyu

Produser          : Duke Rachmat, Niken Septikasari

Penulis              : Lele Leila Nurazizah

Pemeran           :Kinaryosih, Naomi Ivo, Teuku Rifnu Wikana, Roweina Umboh

Penata Musik : Joseph S. Djafar

Perusahaan Produksi : Citra Visual Sinema

Tanggal Rilis    : Rabu, 20 Juli 2016

Durasi               : 101 menit

Karya sastra adalah suatu hasil karya yang diciptakan dari ide, gagasan, atau pemikiran kreatif seseorang yang dapat diambil dari imajinasi ataupun pengalaman pribadi sang pengarang yang disampaikan menggunakan media bahasa baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. 

Hal tersebut sejalan dengan pendapatnya Sumardjo dan Saini (1988:3), bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan ide, semangat keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. 

Dengan kata lain, karya sastra juga dapat dikatakan sebagai media yang dimanfaatkan oleh para pengarang untuk menyampaiakan pemikiran, ide, atau gagasan-gagasannya. Karya sastra memiliki beragam jenis. Salah satu jenis karya sastra yaitu film yang merupakan suatu kajian sastra popular. 

Film termasuk sebuah karya sastra yang disajikan dalam bentuk audio visual, artinya film menampilkan suara disertai dengan gambar bergerak yang di dalamnya menceritakan kehidupan suatu tokoh. 

Film memiliki fungsi sebagai media komunikasi atau penyapai pesan seperti pesan moral dalam kehidupan. Selain itu, film juga berfungsi sebagai media hiburan dan kepuasan batin bagi para penonton.

Film sebagai suatu karya berisi berbagai kisah kehidupan suatu tokoh baik itu diambil dari kisah nyata maupun dari hasil imajinasi seorang pengarang. 

Banyak film yang menggambarkan mengenai fenomena kehidupan sosial yang ada di masyarakat. Berbagai permasalahan yang ada di masyarakat dapat diangkat kisahnya menjadi sebuah film. 

Pada zaman sekarang ini  sering kali ditemukan film dengan tema atau isu yang diangkat mengenai isu kritik sosial yang terjadi di masyarakat. 

Kritik sosial muncul  dari berbagai masalah-masalah sosial yang terjadi di kehidupan masyarakat. Kritik sosial ini memiliki tujuan untuk mengecam ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di masyarakat dan juga mengharapkan agar ketimpangan tersebut bisa berkurang atau dihilangkan.

Berdasarkan hal tersebut, salah satu film yang menggambarkan kisah tentang berbagai masalah sosial dalam masyarakat yakni film “Untuk Angeline” karya sutradara Jito Bayu. 

Film tersebut diangkat sebagai kritik sosial terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Permasalahan atau konflik yang terjadi dalam film sangat relevan dengan kehidupan masyarakat.Film ini juga merupakan salah satu film yang diambil dari kisah nyata. 

Dalam hal ini, untuk mengkaji lebih dalam mengenai film “Untuk Angeline” maka pendekatan sosiologi sastra dirasa tepat mengungkapkan permasalahan sosial dalam film tersebut, yang mana pendekatan sosiologi sastra merupakan pendekatan ynag melihat karya sastra sebagai cerminan dari kehidupan masyarakat. 

Oleh karena itu, film “Untuk Angeline” menarik untuk dikaji lebih dalam, mengenai berbagai masalah sosial dalam masyarakat yang tergambarkan atau diceritakan di dalamnya. 

Menurut Soerjono Soekanto, (1990 : 406) masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masayarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan pokok warga sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan sosial. Artinya bahwa masalah sosial dapat merugikan atau membahayakan suatu masyarakat tertentu. 

Masalah sosial yang ada di masyarakat tentunya sangat beragam seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, peperangan, disorganisasi keluarga, dan lain sebagainya. Dalam hal ini beberapa masalah sosial tersebut tergambarkan dalam film “Untuk Angeline”

Film “Untuk Angeline” merupakan sebuah film yang menceritakan tentang kisah seorang gadis kecil bernama Angeline. Angeline lahir dari pasangan Samidah dan Santo. Ketika Samidah melahirkan Angeline di rumah sakit, suaminya Santo tidak dapat menebus biaya rumah sakit tersebut. 

Hingga akhirnya Santo bertemu dengan sepasang suami istri bernama John dan Terry, Santo memutuskan untuk memberikan bayinya kepada mereka. Dan bayinya tersebut akhirnya diadopsi oleh John dan istrinya yang diberi nama Angeline. 

Mereka memiliki perjajian bahwa Santo dan istrinya Midah tidak boleh menjenguk Angeline sebelum Angeline berusia 18 tahun. Angeline akhirnya dirawat oleh John dan istrinya. John begitu menyayangi Angeline, namun sebaliknya, Terry istri dari John begitu membenci Angeline. 

Hingga suatu hari John meninggal dunia, Angeline tetap tinggal bersama Terry ibu angkatnya tersebut. Sepeninggalan John, Angeline hidup dengan penuh penderitaan, ia banyak mengalami kekerasan yang dilakukan oleh ibu dan kakak tirinya. Hingga suatu hari Angeline dikabarkan hilang padahal ia telah meninggal karena dianiaya oleh ibu tirinya.

Berdasarkan pengamatan dan analisis yang telah penulis lakukan, film ini merepresentasikan berbagai masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat. Masalah sosial yang digambarkan dalam film “Untuk Angeline” yakni meliputi kemiskinan, disorganisasi keluarga, pengangguran, dan yang paling menonjol adalah masalah mengenai kekerasan terhadap anak. Berikut ini penjelasan mengenai representasi masalah sosial yang tergambarkan dalam film tersebut.

a. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun kebutuhan keluarganya sesuai tingkatan kehidupan lingkungan sekitarnya. Sehingga, memunculkan anggapan bahwa apa yang dimilikinya tidaklah dapat mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya. 

Permaslahan kemiskinan sangat ditonjolkan dalam film ini. Pengarang film menggambarkan secara jelas kemiskinan yang dialami oleh suatu keluarga yang tinggal di lingkungan masyarakat Bali. Hal ini dapat dibuktikan dengan bukti percakapan atau dialog tokoh dan gambar adegan dalam film sebagai berikut.

Santo : “Harusnya waktu hamil itu kamu jaga Kesehatan, jadi nggak perlu ke rumah sakit. Kalo ke dukun kan kita ngga perlu pusing kaya gini.”

Midah: “Duit tabungan kita”

Santo: “Habis”

Midah: “Harusnya masih ada aku simpan buat keperluan anak kita”

Santo: “Kamu pikir kita nggak punya keperluan lain apa?”

Midah: “Sepeda motor kita jual saja buat nebus rumah sakit”

Santo: “nggak. Itu sepeda motor buat kerja, buat cari uang.”

Midah: “Kamu lebih sayang sepeda motor disbanding anakmu sendiri”

Berdasarkan bukti kutipan dialog tersebut terlihat bahwa terdapat permasalahan kemiskinan yang digambarkan dalam film ini yakni kemiskinan yang dialami oleh Santo dan istrinya Midah. 

Mereka tidak mampu menebus biaya kelahiran anaknya di rumah sakit, hingga Minah mengingginkan agar suaminya menjual satu-satunya sepeda motor miliknya, tapi hal itu tidak disetujui oleh suaminya, justru suaminya mencari cara lain untuk dapat menebus biaya rumah sakit tersebut. 

Cara yang dilakukan Santo untuk menebus biaya rumah sakit tersebut sangatlah mengejutkan yakni dengan memberikan anaknya kepada orang lain atau anaknya akan diadopsi oleh orang lain sehingga biaya rumah sakitnya dapat ditebus. 

Kemiskinan yang dialami oleh Midah dan Suaminya membuat Midah sangat menderita, ia harus merelakan anaknya meskipun dengan penuh keterpaksaan, anaknya terpaksa diadopsi oleh orang lain dan ia akan dapat bertemu ketika usia anaknya sudah 18 tahun. Selain anaknya harus diadopsi oleh orang lain, akibat dari kemiskinan tersebut juga membuat Midah harus bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga demi mencukupi kebutuhan dirinya dan suaminya.

b. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga dapat diarikan sebagai tidak berjalannya peran atau fungsi keluarga sehingga dapat memberikan pengaruh kepada kehidupan masyarakat. 

Menurut Goode, disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka secukupnya, (Goode, 1991: 184). 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disorganisi keluarga merupakan keadaan dimana terjadi permasalahan dalam sebuah keluarga yang dapat terjadi karena anggota keluarga tidak lengkap, perceraian, kurangnya komunikasi antara anggota keluarga, ataupun krisis. Masalah sosial berupa disorganisasi keluarga tergambarkan dalam film “Untuk Angeline”. 

Dalam film ini disorganisasi keluarga terjadi karena pemimpin keluarga yakni Santo tidak dapat melakukan peran yang sempurna sebagai seorang pemimpin keluarga. Sikap tidak bertanggung jawab Santo membuat Midah membanting tulang mencari nafkah yang seharusnya dilakukan oleh Santo.  Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan dialog dan gambar adegan sebagai berikut.

Majikan: “Midah kamu tuh sudah saya anggap seperti keluarga saya sendiri, saya ingin kamu jaga Dinda seperti anak kamu sendiri”

Midah: “Baik, bu. Sejak saya mulai kerja di sini saya sudah menganggap non Dinda seperti anak saya sendiri, bu.”

Dinda: “Seperti Angeline ya, Bi?”

Majikan: “Siapa tuh Angeline?”

Dinda: “iya Bun, anaknya Bi Midah. Bi midah sering cerita.”

Berdasarkan kutipan dialog tersebut, terlihat jelas adanya diorganisasi keluarga dimana Midah sebagai seorang istri ia harus rela bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga dan merawat anak majikannya seperti anak sendiri. Padahal anaknya sendiri terpaksa harus diadosi oleh orang lain karena keadaan ekonomi yang tidak mencukupi. 

Dari kutipan tersebut Midah harus bekerja demi mencukupi kebutuhan dirinya dan juga suaminya yang tidak bertanggung jawab. Suami Midah, Santo selama Midah bekerja di rumah majikannya justru Santo menikah dengan wanita lain. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan dialog sebagai berikut.

Midah: “Assalamualaikum”

Istri Baru Santo: “Waalaikum salam”

Midah: “Kamu, Mas. Saya yang mencari semua uangnya. Ini semua uang saya kamu ngga pernah kasih saya uang, kamu ngga pernah nafkahin saya, kamu jual anak saya dan Sekaran, sekarang kamu malah nikahin perempuan lain.” (ngamuk)

Santo: “Samidah, samidah”

Midah: “Apa mau marah?” (Membenting foto Santo dan istri barunya) Ini kamar saya (menutup pintu kamar)

Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat jelas adanya permasalahan berupa disorganisasi keluarga yang tidak harmonis karena kurangnya komunikasi antara Santo dengan Midah yang bekerja di luar dan menginap di rumah majikannya. Sementara santo dirumah menikmati hasil kerja jerih payahnya Minah dengan sewena-wena dan menikah dengan wanita lain. 

Sementara Midah selama menikah dengannya tidak pernah diberi nafkah dan justru anaknya dijual oleh Santo karena tidak dapat menebus biaya rumah sakit. Hal tersebut membuat MIdah sangat terluka hatinya, sedih, kecewa, dan begitu hancur setelah kehilangan anak kandungnya, ia harus menerima kenyataan Suaminya menikah dengan wanita lain.

c. Penganguran

Pengangguran merupakan suatu kondisi di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak sedang mencari pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan. Pengarang film “Untuk Angeline” juga menggambarkan permasalahan mengenai pengangguran yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan dialog dan adegan gambar sebagai berikut.

Istri Baru Santo: “Kata Mbok warung depan bentuk perutku menandakan kalo anak kita perempuan, Mas. Aku berdoa anak kita perempuan ya, Mas.Mas juga mau kan punya anak perempuan?”

Santo: “Huh” (menghela nafas)

Istri Baru: “Kamu kenapa, Mas?”

Santo: “Samida mau pulang”

Istri Baru: “Pulang ke Banyuwangi?”

Santo: “Bukan, ke Bali”

Istri Baru: “Terus tinggal di rumah kita?”

Santo: Itu bukan rumah kita, itu rumahnya Midah”

Istri Baru: “Terus kamu mau usir aku, Mas? Jadi selama ini kamu bohong sama aku? Tega kamu ya, Mas”

Santo: “Eh malu!”

Pada saat percakapan tersebut terlihat dalam visualisasi atau gambar adegan bahwa Santo sedang duduk santai bersama Istri barunya di sebuah warung. Ia terlihat tidak bekerja dan hanya pengangguran yang mengandalkan hasil kerja kerasnya Midah istrinya. Ia justru dengan santainya duduk di warung dengan istri barunya. 

Bukannya seharusnya ia bekerja memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya justru malah enak-enakan bersantai menikmati hasil kerja istri pertamanya. Dalam kutipan tersebut juga telihat bahwa Santo yang hanya seorang pengangguran ternyata hanya menumpang di rumah Midah. Rumah yang ia tinggali bersama istri barunya adalah rumah Midah bukan rumah Santo yang hanya menganggur. 

Permasalahan pengangguran tentu sering sekali terjadi di Indonesia, bukan hanya karena terbatasnya lowongan kerja, melainkan banyak orang-orang Indonesia yang malas bekerja sehingga ia memilih menjadi pengangguran.

d. Kekerasan terhadap Anak

Kekerasan terhadap anak merupakan suatu perilaku tidak layak yang menyebabkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial baik yang dialami individu atau kelompok. 

Kekerasan terhadap anak dapat berupa kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional ataupun berupa mengabaikan anak.  Kekerasan terhadap anak tentunya dapat menyebabkan berbagai perubahan perilaku anak seperti anak menjadi tidak baik atau buruk dan juga mempengaruhi kondisi psikologi dan pola pikir anak. 

Dalam film “Untuk Angeline” gambaran mengenai kekerasan terhadap anak sangat ditonjolkan oleh sang pengarang dimana dalam film ini hal yang menjadi perhatian khusus memanglah permasalahan mengenai kekersanan terhadap anak dimana kekerasan terhadap anak dalam film Angeline ini memang diambil dari kisah nyata yakni Angeline sendiri yang mengalami kekerasan tersebut yang dilakukan oleh ibu tirinya atau ibu yang mengadopsinya. Bukti kekerasan terhadap anak dalam film “Untuk Angeline” sangatlah terlihat jelas. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan dialog dan gambar adegan peristiwa sebagai berikut.

Terry / Ibu tiri: “Ini makanan kucing harganya mahal sekali, kamu juga boleh merasakan makanan kucing ini, kan enak rasanya yak amu makan, lalu kucing-kucing aku tolong dikasih makan ya, sayang. Bisa yah bisa, mau ya heh (sambul memasukkan makanan kucing ke mulut Angeline dan Angeline muntah-muntah)

Terry: “Kasih kucing-kucing kesayangan aku ini, makanan ini, ya! Tapi kamu harus tetap makan ini, ngerti. Ngomong ngerti nggak? (Angeline menangis)

Berdasarkan kutipan di atas, terlihat adanya bentuk kekerasan terhadap anak berupa pemaksaan yang dilakukan oleh Terry ibu tiri Angeline kepada Angeline. Dimana dalam adegan dan dialog tersebut Angeline dipaksa untuk memakan makanan kucing yang seharusnya diberikan untuk kucing dan tidak layak untuk dimakan oleh manusia. 

Namu, Terry justru memaksa Angeline untuk tetap memakannya dan membuat Angeline muntah-muntah. Dari hal tersebut telah terjadi bentuk kekerasan berupa kekerasan fisik dan psikis dimana dari adanya bentuk pemaksaan tersebut akibatnya membuat Angeline merasa ketakutan. Selain adegan dan kutipan tersebut bentuk kekerasan terhadap anak dalam film “Untuk Angeline” juga dapat terlihat dari kutipan dialog dan adegan berikut ini.

Terry: “Duduk! Ini apa? Kenapa diterima? Bikin malu minta-minta sama orang”

Terry: “Bangun (Sambil menjambak rambut Angelin dan memegang dagunya) kamu laper? (mendorong Angeline)

Terry: “Saya tidak mau sampe terjadi apapun terhadap kucing-kucing saya. Kucing-kucing say aitu lebih mahal daripada saat saya menebus kamu dari rumah sakit paham?”

Berdasarkan kutipan dan adegan tersebut, Terry memperlakukan Angeline seperti kucing ia lebih sering memberi makan Angeline dengan makanan kucingnya dan tidak memberinya makan nasi. Ia juga melakukan kekerasan terhadap Angelin dengan menjambak rambutnya dan mendorongnya hingga terjatuh. Perbuatan yang dilakukan Terry terhadap Angeline sungguh sangat tidak layak yang dapat berdampak pada Kesehatan dan psikologi Angeline. Kekerasan yang dilakukan Terry terhadap Angeline juga dapat dibuktikan dari kutipan dan gambar adegan film sebagai berikut.

Terry: “Masuk!” (mendorong Angeline sampai terjatuh)

Terry: “Heh sini! (menjambak rambut Angeline) Siapa yang suruh kamu ke pantai, siapa yang suruh ayo cepat ngomong” (Terry mengambil sapu)

Angeline: “Engga engga engga” (sambal menangis dan Terry memukul Angeline menggunakan sapu)

Angeline: “aku aku aku ma….” (menangis)

Terry: “Sini kamu masuk! Masuk! Jangan pernah melawan saya yak amu, kamu pikir kamu siapa” (Terry menampar Angeline)

Angeline: “Sakit ma… udah maa…”

Terry: “Apa hah apa” (menampar Angeline kembali) cukup (sambal mendorong-dorong Angeline hingga tersentak didinding)

Dari kutipan tersebut, dapat terlihat adanya berbagai bentuk kekerasan secara fisik yang dilakukan oleh Terry terhadap Angeline seperti menjambak, menampar, mendorong hingga terjatuh dan memuku Angeline dengan sapu. Kekerasan yang dilakukan oleh Terry dalam adegan tersebut sungguh sangat kejam dan membuat Angelin merasa ketakutan hingga menangis kesakitan. 

Kekerasan tersebut terjadi setelah Angeline diajak oleh Ka Tari untuk bermain ke pantai, namun sepulang dari pantai justru Angeline mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya , ia justru disiksa oleh Terry ibu tirinya yang sangat keji. Kekerasan selanjutnya juga terlihat dari kutipan dan adegan dalam film “Untuk Angeline” sebagai berikut.

Terry: “Sini! Sini! (sambal menjambak rambut Angeline dan menarik tangannya) Kamu harus aku hukum, kucing kesayanganku kamu bunuh

Angeline: “mah mah mah hu huhu” (menangis)

Terry: “Ikut! Sini!”

Angeline: (menangis) “sakit ma.. sakit maa”

Terry: “Sini! Masuk kamu! Masuk!” (Terry membawa  Angeline masuk ke kamar mandi) Masuk! Diam kamu di situ! Duduk! Kamu kira kamu bisa lepas begitu aja heh kamu rasain (Terry mengguyur Angeline dengan air) Rasain! Rasain! Bangun! Bangun! Rasain sekarang! (Kepela angeline dimasukkan ke dalam air berkali-kali)

Terry: (menjambak Angeline) “Kamu tau siapa saya sekarang hah, minta tolong sama bapa kamu sekarang, mana bapak kamu itu hah hah? Sekarang kamu rasain heh heh! (Terry meninggalkan Angelin di kamar mandi dan Angeline meninggal di kamar mandi tersebut)

Dari hasil kutipan tersebut, terlihat bahwa terdapat permasalahan sosial dalam bentuk kekerasan terhadap anak yang terlihat sangat jelas dilakukan oleh Terry ibu tiri Angeline, dia melakukan berbagai tindak kekerasan kepada Angeline karena kucing kesayangannya mati yang padahal bukan disebabkan oleh Angeline. Namun Terry justru menyalahkan Angelin dan menganiaya Angeline dengan berbagai kekerasan secara fisik hingga akhirnya Angeline tewas karena penganiayaan yang dilakukan oleh Terry selaku ibu tirinya.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang sudah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwasannya film “Untuk Angeline” sangat merepresentasikan bentuk-bentuk permasalahan sosial yang terjadi di Masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, disorganisasi keluarga, dan khususnya masalah kekerasan terhadap anak yang tergambarkan begitu jelas dalam film “Untuk Angeline” ini. 

Tujuan pengarang membuat film ini tentunya pengarang ingin menyampaikan kritik sosial terhadap berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat agar masalah-masalah tersebut dapat diminimalkan dan dihilangkan. Secara keseluruhan film “Untuk Angelin” sangat bagus dapat menyampaikan kritik terhadap masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat.

Dari segi unsur-unsur pendukung seperti tata musik, tata suara, tata ruang, tata cahaya, dan tata busana sudah sangat bagus dan dapat membuat penonton ikut terbawa emosi ke dalam cerita. 

Selain itu, dari segi shot size dan shot type, film ini menggunakan beberapa macam tipe shot size salah satunya yaitu tipe Medium Close Up dengan pengambilan gambar yang menunjukkan wajah subyek agar lebih jelas dengan ukuran shot sebatas dada hingga kepala. 

Pada film ini juga digunakan tipe two shot yang menampilkan dua orang dalam satu frame kamera, tipe shot ini dapat digunakan untuk membangun hubungan antara subjek satu dengan lainnya. Sementara dari segi kompoisi dan camera movement yang sering digunakan yakni tekni Dolly (track) berupa pengambilan gambar mendekati atau menjauhi subyek dengan menggerakkan kamera di atas tripot atau dolly. 

Selain itu juga menggunakan teknik zoom/zooming yaitu dengan cara mendekati atau menjauhi obyek secara optik dan pada film ini juga menggunakan teknik follow yaitu gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak seperti adegan dalam film ketika Ipuy berlari dikejar beberapa orang. Secara keseluruhan film ini sangat menarik dan mampu merepresentasikan permasalahan sosial yang ada di masyarakan dengan jelas.

Sumber Referensi

Hafizha, N. 2018. “Masalah Sosial dalam Novel Nun, Pada Sebuah Cermin sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Sastra”. Prosiding Pekan Seminar Nasional. Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Rizky, Linda M. 2019. “Analisis Sosiologi Sastra Film Alangkah Lucunya (Negeri Ini) Karya Deddy Mizwar dan Hubungannya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Skripsi. Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. IKIP PGRI Bojonegoro

Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun