Mohon tunggu...
Fajar Efendi Daulay
Fajar Efendi Daulay Mohon Tunggu... Guru - Guru SMKN 7 Medan

Seorang anak muda yang mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan. Merupakan seorang guru pemasaran di SMK Negeri 7 Medan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meningkatkan Gerakan Literasi Sekolah Melalui Hukuman Disiplin Sekolah

1 Agustus 2018   23:06 Diperbarui: 1 Agustus 2018   23:54 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengantar

Buku adalah jendela dunia membaca adalah kuncinya. Kata-kata bijak itu sudah turun temurun kita dengar. Memang benar, dengan membaca kita bisa memperoleh pengetahuan dalam bidang apapun. Buku merupakan informasi segala kebutuhan yang diperlukan, mulai dari Iptek, seni budaya, ekonomi, politik, sosial, olah raga dan pertahanan keamanan.

Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat akan membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Bagi komunitas muslim, perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad adalah membaca iqra.

Gemar membaca tidak tumbuh begitu saja. Sebagian orang tua mencoba untuk rutin membacakan cerita atau mendongeng sebagai pengantar tidur anak-anak mereka. Ada orang tua mendongeng dengan mengarang cerita mereka sendiri atau membacakan sebuah buku. 

Sementara orang tua membacakan cerita, anak-anak mendengarkan sambil melihat gambar - gambar yang ada dalam buku. Dari sini petualangan imajinasi anak dimulai, bahkan cerita kadang terbawa dalam mimpi.

Bukan hanya keluarga, sekolah pun berperan penting dalam pembentukan kebiasaan membaca. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya mengoptimalkan peran perpustakaan, mengadakan perlombaan menulis dan mengganti hukuman pelanggaran disiplin dengan membaca. 

Poin ketiga penulis anggap sangat penting karena selain menumbuhkembangkan budaya literasi sekolah, mengganti hukuman pelanggaran disiplin sekolah dengan membaca dapat menghindarkan para guru dari pelanggaran hukum yaitu melakukan kekerasan terhadap siswa.

Masalah 

Literasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi tidak hanya berkaitan dengan dua aktivitas tersebut. Ia juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (Unesco, 2003).

Budaya literasi di negara kita masih sangat rendah. Muhammad (2016) dalam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016 : i) menyatakan hasil uji literasi yang dilakukan PIRLS 2011 International Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). 

Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata- rata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah.

Sejalan dengan hal tersebut, hasil survei UNESCO (2012) dalam paud-dikmas (2016) menunjukkan indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih mau membaca buku secara serius (tinggi). Selanjutnya, Most Literate Nations in the World, merilis pemeringkatan literasi internasional. Dalam pemeringkatan tersebut, Indonesia berada di urutan ke-60 di antara total 61 negara. 

Kondisi yang sama juga terjadi pada pemeringkatan tingkat pendidikan Indonesia di dunia yang dari tahun ke tahun belum beranjak dari papan bawah dalam berbagai survei internasional. Salah satunya World Education Forum di bawah naungan PBB yang menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara.

Oleh karena itu dibutuhkan peran guru dalam meningkatkan kemampuan literasi. Guru memiliki peran penting dalam merangsang siswa untuk belajar, memotivasi rasa ingin tahu siswa dan memicu mereka untuk berpikir kritis. Hal ini akan berhasil salah satunya jika guru mampu mengembangkan pembelajaran yang tepat sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat meningkatkan kemampuan literasi dan potensi siswa.

Dilain pihak, guru sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan sering kali tersangkut masalah hukum dalam upaya menegakkan disiplin di lingkungan sekolah baik berupa pelanggaran tata tertib sekolah oleh siswa, sikap dan perilaku siswa yang dianggap meremehkan guru, siswa ramai pada saat kegiatan pembelajaran maupun kenakalan siswa.

Oleh karena itu, hukuman dalam batas-batas normatif - edukatif diperlukan untuk menyadarkan dan memperbaiki siswa yang melakukan kesalahan sehingga guru dalam upaya menegakkan disiplin dilingkungan sekolah dapat terhindar dari jeratan hukum. Berdasarkan permasalahan di atas, alternatif solusi yang penulis tawarkan adalah mengganti hukuman disiplin secara fisik dan kurang edukatif dengan hukuman membaca sehingga dapat meningkatkan budaya literasi sekolah.

Pembahasan dan Solusi 

Gerakan Literasi Sekolah merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan.

Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita mengenalnya dengan melek aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang ini literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multi literacies). 

Ada bermacam- macam keberaksaraan atau literasi, misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), bahkan ada literasi moral (moral literacy). Jadi, keberaksaraan atau literasi dapat diartikan melek

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016 : 2) menjelaskan bahwa literasi dalam konteks gerakan literasi sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013).

Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif, penegakan disiplin sekolah yang dalam pelaksanaannya pada periode tertentu. Melalui gerakan literasi sekolah, hukuman fisik atas pelanggaran disiplin sekolah akan dihapuskan dan sebagai penggantinya adalah literasi sekolah.

Hal ini penulis anggap sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa serta dapat melindungi guru dari tuntutan hukum. Kasus pencubitan yang dilakukan oknum guru di sidorajo merupakan salah satu praktek penegakan disiplin sekolah yang mengakibatkan adanya tuntutan hukum (Tempo, 4 Agustus 2016).

Kasus - kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan siswa tidak seharusnya dihukum diluar batas-batas normatif - edukatif yang diperlukan untuk menyadarkan dan memperbaiki siswa yang melakukan kesalahan.

Dalam pelaksanaan disiplin banyak kendala - kendala yang dihadapi, untuk mencapai keberhasilan yang optimal dalam pelaksanaan disiplin perlu diperhatikan sumber - sumber apa saja yang menjadi penyebab dari pelanggaran tersebut. 

Menurut gunawan (2002 : 97) menyatakan bahwa sumber palanggaran disiplin diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Sumber - sumber umum : a) Kebosanan dalam kelas; b) Perasaan kecewa dan tertekan karena tuntutan yang kurang wajar / sesuai dengan kemampuan siswa; c) Kurang perhatian, kasih sayang / guru yang otoriter, 2) Sumber dari lingkungan sekolah : a) Tipe kepemimpinan kepala sekolah; b) Kelompok besar siswa dikurangi haknya sebagai siswa yang seharusnya turut rencana masa depan dibawah bimbingan guru; c) Tidak / kurangnya memperhatikan kelompok minorotas; d) Guru / siswa yang potensila kurang dilibatkan dalam kegiatan sekolah; e) Pihak sekolah kurang kerjasama dengan orang tua / wali / BP

Dari sumber - sumber pelanggaran tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan prilaku - prilaku yang tidak baik, yang termasuk dalam bentuk pelanggaran kedisiplinan sekolah. Endah ( 2010 : 3) menjelaskan bahwa prilaku yang termasuk ke dalam bentuk pelanggaran kedisiplinan sekolah adalah sebagai berikut :

  • Datang ke sekolah terlambat
  • Mengumpulkan tugas ataupun mengembalikan peralatan tidak tepat waktu
  • Merokok dilingkungan sekolah
  • Menyontek
  • Menggunakan property sekolah tanpa izin
  • Meninggalkan kelas / kegiatan belajar tanpa izin
  • Memakai seragam yang tidak sesuai dengan ketentuan sekolah
  • Kekerasan fisik
  • Membawa mainan, telepon genggam, audio / video player, majalah ataupun peralatan lainnya yang dapat mengganggu proses belajar di sekolah.

Dalam penegakan disiplin dilingkungan sekolah harus mengacu pada pembentukan sebuah lingkungan yang didalamnya terdapat aturan yang dihormati dan siapapun yang melanggar harus siap bertanggung jawab. Dalam memberikan hukuman harus bersifat mendidik, sehingga siswa dapat memahami bahwa kedisiplinan itu bukanlah kekerasan, melainkan tujuan lain yang lebih luas yaitu demi stabilitas dan kedamaian hidup bersama.

Untuk mencegah pelanggaran - pelanggaran tersebut di atas, sekolah melakukan upaya - upaya penerapan kedisiplinan, dengan menerapkan kedisiplinan diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran - pelanggaran tersebut. Namun apabila terjadi pelanggaran, maka hukaman dari pelanggaran tersebut diganti mejadi hukuman literasi sekolah.

Siswa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam tatakrama dan tata tertib sekolah dikenakan sanksi teguran dan penugasan literasi. Adapun sanksi penugasan literasi tergantung dari jenis pelanggarannya. Bentuk pelanggaran serta sanksi atau hukuman literasi sekolah adalah sebagai berikut :

Tabel 1.

Bentuk pelanggaran serta sanksi atau hukuman literasi sekolah

 

No

Jenis Pelanggaran Disiplin

Hukuman 

Ket

1

Datang kesekolah terlambat

Membaca 1 halaman dan menceritakannya

2

Mengumpulkan tugas ataupun mengembalikan peralatan tidak tepat waktu

Membuat resume 1 halaman

3

Merokok dilingkungan sekolah

Membuat resume 1 bab

4

Menyontek

Membaca 1 halaman dan menceritakannya

5

Menggunakan properti sekolah tanpa izin

Membuat resume 1 bab

6

Meninggalkan kelas / kegiatan belajar tanpa izin

Membuat resume 1 bab

7

Memakai seragam yang tidak sesuai dengan ketentuan sekolah

Membuat resume 1 bab

8

Kekerasan fisik

Review book

9

Membawa mainan, telepon genggam, audio/video player, majalah ataupun peralatan lainnya yang dapat mengganggu proses belajar di sekolah

Membuat resume 1 bab

Berdasarkan tabel di atas, segala bentuk pelanggaran disiplin akan diberi sanksi membaca, menceritakan, resume dan review book. Buku yang dibaca siswa juga diberi jadwal sesuai dengan hari pelanggaran yang dilakukan oleh siswa tersebut. Jadwal buku bacaan yang akan dibaca adalah sebagai berikut :

Tabel 2.

Daftar Buku Bacaan Siswa

  • No
  • Hari
  • Jenis Buku
  • Keterangan
  • 1
  • Senin
  • Sejarah, bahasa dan sastra, biografi, filsafat dan ideologi
  • 2
  • Selasa
  • Budaya, ekonomi dan bisnis,
  • 3
  • Rabu
  • Ilmu dan teknologi, ilmu pangan dan kuliner, ilmu kesehatan
  • 4
  • Kamis
  • Komunikasi, majalah dan koran
  • 5
  • Jumat
  • Agama dan spiritual, psikologi
  • 6
  • Sabtu
  • Novel dan cerita, seni, hobi, humor

Dengan adanya penjadwalan buku bacaan serta banyaknya jenis buku bacaan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswa. Selain itu, penjadwalan ini berfungsi sebagai pengatur tingkatan bacaan siswa sehingga dapat membekali siswa dengan berbagai ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi alasan penulis melakukan penjadwalan buku bacaan siswa adalah sebagai berikut :

  1. Banyaknya jenis buku yang dibaca dapat membuka wawasan baru. Banyak hal-hal baru yang akan mereka temukan dalam sebuah bacaan. Hal-hal yang belum pernah mereka ketahui. Bahkan hal-hal yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan.
  2. Membaca berbagai jenis buku dapat memberikan pencerahan baru pada pemikiran siswa. Saya yakin, tak jarang siswa dihadapkan suatu persoalan yang mereka pikir tak ada pemecahannya. Atau barangkali tak banyak pilihan pemecahan yang dapat ditempuh. Bisa juga mereka menjalani sesuatu dengan suatu rutinitas yang membosankan. Saya anjurkan pada Siswa: membacalah! Maka tanpa mereka duga akan menemukan pencerahan baru bagaimana memecahkan masalah tersebut atau mengubah sesuatu yang cenderung rutin dan membosankan itu. Tingkatkan kualitas kehidupan pribadi dengan membaca.
  3. Adanya buku pengetahuan umum, agama, komunikasi dan psikologi dapat mencerdaskan intelektual, spiritual, emosional, dan kepercayaan diri yang berpadu dengan kerendahan hati. Membaca akan membuka peluang siswa untuk menyerap sebanyak mungkin ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan. Membaca akan menumbuhkan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif, kritis, analitis dan imajinatif. Melalui membaca siswa akan membentuk kemampuan berpikir lewat proses: menangkap gagasan/informasi, memahami, mengimajinasikan, menerapkan dan mengekspresikan.
  4. Buku - buku ekonomi dan bisnis serta biografi dapat membuat siswa menjadi seorang yang mandiri dalam berbagai hal serta dapat menumbuhkan sikap wirausaha dikalangan siswa

Kesimpulan dan Harapan Penulis 

Kesimpulan

Dari paparan di atas, budaya literasi sangat penting untuk ditingkatkan di lingkungan sekolah. Hal ini dilatarbelakangi oleh rendahnya budaya literasi negara kita bila dibandingkan negara - negara lain. 

Hasil PIRLS 2011menunjukkan Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara. PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396, PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396. Survei UNESCO pada 2011 menunjukkan indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang masih mau membaca buku secara serius (tinggi). 

Selanjutnya, Most Literate Nations in the World, Indonesia berada di urutan ke-60 di antara total 61 negara. World Education Forum di bawah naungan PBB yang menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara. Dilain pihak guru sebagai garda terdepan dalam pendidikan sering kali tersangkut kasus hukum dalam upaya meningkatkan disiplin sekolah. Hukuman fisik yang selama ini diterapkan dalam penegakan disiplin menjadi bomerang bagi guru.

Oleh karena itu, sudah selayaknya hukuman fisik diluar batas-batas normatif - edukatif harus di hapuskan dan diganti dengan hukuman membaca. Hal ini penulis anggap penting karena dapat meningkatkan budaya literasi sekolah dan menghidarkan guru dari jeratan hukum.

Dalam penerapannya di sekolah, seluruh hukuman fisik diganti dengan membaca dan menceritakannya, resume bab dan review book. Selain itu, buku bacaannya juga harus dibuat jadwalnya. Tujuannya adalah untuk membekali siswa dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan siswa.

Harapan Penulis

Penulis berharap seluruh hukuman fisik di sekolah dihapus dan diganti dengan hukuman yang lebih edukatif, salah satunya adalah dengan membaca. Membaca dapat membuka wawasan baru. 

Banyak hal-hal baru yang akan mereka temukan dalam sebuah bacaan. Membaca dapat memberikan pencerahan baru pada pemikiran siswa, mencerdaskan intelektual, spiritual, emosional, dan kepercayaan diri yang berpadu dengan kerendahan hati, membuka peluang siswa untuk menyerap sebanyak mungkin ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan. Membaca akan menumbuhkan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif, kritis, analitis dan imajinatif. 

Melalui membaca siswa akan membentuk kemampuan berpikir lewat proses: menangkap gagasan/informasi, memahami, mengimajinasikan, menerapkan dan mengekspresikan.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Ary. 2002. Administrasi Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta

Endah, Mutiara. 2010. Membuat Aturan Kedisiplinan Siswa. https://tarmizi.wordpress.com/ diakses pada tanggal 15/11/2016.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta : Kemendikbud

_____. 2016. Gerakan Indonesia Membaca:"Menumbuhkan Budaya Membaca". Diakses pada tanggal 15 Nopember 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun