Pengantar
Buku adalah jendela dunia membaca adalah kuncinya. Kata-kata bijak itu sudah turun temurun kita dengar. Memang benar, dengan membaca kita bisa memperoleh pengetahuan dalam bidang apapun. Buku merupakan informasi segala kebutuhan yang diperlukan, mulai dari Iptek, seni budaya, ekonomi, politik, sosial, olah raga dan pertahanan keamanan.
Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat akan membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Bagi komunitas muslim, perintah pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad adalah membaca iqra.
Gemar membaca tidak tumbuh begitu saja. Sebagian orang tua mencoba untuk rutin membacakan cerita atau mendongeng sebagai pengantar tidur anak-anak mereka. Ada orang tua mendongeng dengan mengarang cerita mereka sendiri atau membacakan sebuah buku.Â
Sementara orang tua membacakan cerita, anak-anak mendengarkan sambil melihat gambar - gambar yang ada dalam buku. Dari sini petualangan imajinasi anak dimulai, bahkan cerita kadang terbawa dalam mimpi.
Bukan hanya keluarga, sekolah pun berperan penting dalam pembentukan kebiasaan membaca. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya mengoptimalkan peran perpustakaan, mengadakan perlombaan menulis dan mengganti hukuman pelanggaran disiplin dengan membaca.Â
Poin ketiga penulis anggap sangat penting karena selain menumbuhkembangkan budaya literasi sekolah, mengganti hukuman pelanggaran disiplin sekolah dengan membaca dapat menghindarkan para guru dari pelanggaran hukum yaitu melakukan kekerasan terhadap siswa.
MasalahÂ
Literasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi tidak hanya berkaitan dengan dua aktivitas tersebut. Ia juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya (Unesco, 2003).
Budaya literasi di negara kita masih sangat rendah. Muhammad (2016) dalam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016 : i) menyatakan hasil uji literasi yang dilakukan PIRLS 2011 International Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012).Â
Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata- rata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah.