c. Tahap Phallic (Usia 3-7 tahun)
  Tahap ini melibatkan kepuasan melalui alat kelamin dan masturbasi. Anak mengembangkan rasa ingin memiliki orang tua yang berlawanan jenis dan bersaing dengan orang tua yang sejenis. Anak laki-laki menyadari kelebihan alat kelamin mereka, sementara anak perempuan bisa merasa iri. Ada juga ketakutan pada anak laki-laki terhadap penghukuman dari ayah.
d. Tahap Laten (Usia 7 - Pubertas)
  Freud percaya bahwa stimulasi seksual ditekan selama tahap ini untuk mendukung pembelajaran. Anak-anak cenderung tenang secara seksual, tetapi ini bisa berubah setelah pubertas. Aktivitas seksual berkurang, dan energi libidinal dialihkan ke kegiatan lain seperti belajar dan bermain.
e. Tahap Genital (Mulai Pubertas)
  Fase ini dimulai pada pubertas dengan peningkatan dorongan seksual. Freud menganggap aktivitas seksual seperti masturbasi dan homoseksualitas tidak normal. Fokusnya adalah pada hubungan seksual heteroseksual yang matang dan bertanggung jawab. Untuk mencapai kepribadian genital yang ideal, individu harus bebas dari hambatan masa kanak-kanak awal.
Teori Freud Jika Dikaitkan dengan Fenomena Korupsi di Indonesia
Ketika teori psikoanalisis Sigmund Freud diterapkan pada fenomena kejahatan korupsi, kita dapat mengidentifikasi beberapa aspek kepribadian dan perkembangan individu sebagai faktor yang mungkin berkontribusi. Meskipun teori ini tidak secara khusus dirancang untuk menjelaskan perilaku kriminal atau korupsi, konsep-konsep Freudian dapat memberikan wawasan tambahan yang berguna. Berikut adalah beberapa hubungan potensial:
1. Pengaruh Tahap Perkembangan Kepribadian
  Freud berpendapat bahwa pengalaman pada tahap-tahap awal perkembangan dapat membentuk kepribadian seseorang. Jika seseorang menghadapi ketidakpuasan atau hambatan signifikan pada tahap-tahap ini, hal ini dapat memengaruhi interaksi individu dengan dunia di masa depan. Sebagai contoh, kepribadian yang terbentuk pada tahap anal-agresif (terkait dengan tahap anal) dapat menunjukkan perilaku destruktif dan kecenderungan untuk menguasai orang lain, yang mungkin berperan dalam perilaku korupsi.
2. Konsep Kesadaran dan Tak Sadar
  Freud memisahkan pikiran manusia menjadi kesadaran dan tak sadar. Menurut Freud, motivasi manusia sebagian besar berada di luar kesadaran kita. Dalam konteks korupsi, individu mungkin memiliki dorongan tak sadar yang mendorong mereka terlibat dalam tindakan korupsi. Misalnya, dorongan untuk mencapai keuntungan pribadi tanpa memperhatikan norma sosial.
3. Teori Id, Ego, dan Superego
  Freud mengembangkan konsep id, ego, dan superego. Id mencerminkan dorongan primitif dan naluri manusia, ego mewakili realitas rasional, sementara superego menciptakan norma dan moral. Dalam konteks korupsi, konflik antara keinginan mendapatkan keuntungan pribadi (id) dan mematuhi norma sosial (superego) dapat mempengaruhi perilaku koruptif.
Teori psikoanalisis Freud dapat memberikan wawasan yang menarik dalam menjelaskan fenomena kejahatan korupsi. Menurut Freud, tingkah laku manusia dipengaruhi oleh tiga komponen kepribadian utama, yaitu id, ego, dan superego.
Pertama, id merupkan bagian dari kepribadian yang memuat dorongan dasar dan insting. Dalam konteks korupsi, id dapat dianggap sebagai keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kekuasaan.
Kedua, ego berperan sebagai penengah antara id dan superego. Ego berusaha memenuhi kebutuhan id dengan cara yang realistis dan sosial diterima. Dalam konteks korupsi, ego dapat mencerminkan usaha individu untuk mencapai keuntungan pribadi secara sah dan etis.
Ketiga, superego merupakan bagian dari kepribadian yang berfungsi sebagai sistem moral dan etika. Superego berusaha mengendalikan dorongan id dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai moral. Dalam konteks korupsi, superego dapat diartikan sebagai hukum dan norma sosial yang melarang praktek korupsi.