1. Represi: Ego menggunakan mekanisme ini untuk mengurangi kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam ketidaksadaran.
2. Sublimasi: Mekanisme pertahanan ego ini ditujukan untuk mencegah atau mengurangi kecemasan dengan cara mengubah dorongan primitif das es menjadi tingkah laku yang dapat diterima dan bahkan dihargai oleh masyarakat.
3. Proyeksi: Adalah cara mengalihkan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
4. Displacement: Merupakan ungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya daripada individu semula.
5. Rasionalisasi: Merupakan usaha individu untuk memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego dengan menggunakan alasan tertentu yang seolah-olah masuk akal. Ada dua jenis rasionalisasi, yaitu teknik anggur masam (sour grape technique) dan teknik jeruk manis (sweet orange technique).
6. Pembentukan reaksi: Upaya mengatasi kecemasan karena individu memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara bertindak sebaliknya.
7. Regresi: Upaya mengatasi kecemasan dengan berperilaku tidak sesuai dengan tingkat perkembangan yang seharusnya.
Fase Perkembangan Kepribadian
Freud mengatakan bahwa manusia mengalami lima tahap perkembangan kepribadian yaitu
a. Tahap Oral (Usia 0-18 bulan):
  Pada tahap ini, bayi menemukan kesenangan dengan menghisap dan menggigit. Menurut Freud, kesenangan pertama berasal dari menyusui atau botol susu. Tugas utama dalam fase ini adalah membentuk ketergantungan dan kepercayaan pada orang lain. Jika bayi mengalami stimulasi oral yang berlebihan atau kekurangan, ia dapat mengembangkan kepribadian oral-passive, yang cenderung penurut, pasif, kurang matang, dan bergantung pada orang lain.
b. Tahap Anal (Usia 18 bulan - 3-4 tahun)
  Pada tahap ini, anak menemukan kesenangan melalui aktivitas seputar anus, terutama dalam hal menahan kotoran. Orang tua memainkan peran penting dalam mengajarkan aturan kebersihan melalui toilet training. Jika pendekatan toilet training terlalu ketat, anak bisa memiliki kepribadian anal-retentive yang ditandai dengan sifat keras kepala dan kaku. Jika terlalu longgar, anak bisa memiliki kepribadian anal-aggressive yang ditandai dengan sifat destruktif dan kecenderungan untuk menguasai orang lain.