Dalam kasus Mirna ini yang dikuatirkan kemudian, Penyidik  sudah terlanjur menetapkan Jessica menjadi Tersangka tetapi bukti pendukung tidak kuat.   Untuk mengulang penyidikan dari awal sangat sulit. TKP sudah jauh berubah dan sangat jauh dari Steril. Memanggil kembali 20 saksi juga sulit begitu juga meminta keterangan para pakar psikologi dan lainnya. Akhirnya penyidik melakukan gambling dan tetap meneruskan status tersangkanya. Bila tidak lewat pengakuan Tersangka di BAP mungkin lewat Rekontruksi.
Kasus Sengkon dan Karta puluhan tahun yang lalu harus menjadi pelajaran. Sengkon dan Karta dipukuli polisi sehingga mau mengaku membunuh.  Begitu juga Pakde Sirajudin yang disiksa polisi agar mengaku melakukan pembunuhan terhadap Dietje. Sengkon, Karta dan Pakde mengaku di BAP dan melakukan  Rekontruksi.  Bahkan untuk Pembunuh Dietje, dikabarkan Sidik Jari Pakde di pestol yang dipakai untuk membunuh peragwati cantik itu baru ada setelah Tersangka dipaksa polisi melakukan Rekonstruksi.i
Jadi untuk menjawab pertanyaan diatas, Bisakah Rekonstruksi direkayasa oleh Polisi? Jawabannya tentu bisa. Makanya tidak heran Novel Baswedan penyidik KPK menolak untuk melakukan rekonstruksi.untuk kasus lamanya.
BAGAIMANA DENGANÂ JESSICA DAN REKONTRUKSI KASUSNYA?
Ada 3 tanda Tanya besar dari masyarakat dibalik penetapan Jessica sebagai Tersangka. Meskipun Jessica sudah ditetapkan jadi Tersangka tetapi ternyata Polisi tidak mampu menjelaskan Motif Pelaku. Padahal umumnya setiap ada berita Pembunuhan dan tertangkap pelakunya tanpa diminta media pun polisi langsung menjelaskan apa motif pelaku.
Yang kedua, tidak seperti umumnya pada kasus-kasus pembunuhan lain, dalam kasus ini Polisi tidak berani menyebut apalagi memperlihatkan  Alat Bukti konkrit yang dimilikinya.  Umumnya setiap menyelidiki pembunuhan biasanya Polisi sigap memperlihatkan alat bukti/ alat pembunuh. Kadang ada CD korban, kadang ada pisau ataupun benda-benda kecil lainnya. Bila demikian kondisinya  maka asumsi public untuk alat bukti yang dimiliki polisi  saat ini pastilah hanya  rekaman CCTV saja.
Dan yang ketiga yang menjadi  tanda tanya besar adalah mengapa rekaman CCTV itu tidak boleh dilihat oleh Pengacara Jessica? Contoh dulu pada kasus Sisca Yofei yang namanya rekaman CCTV yang ada malah dipublish oleh media dan disaksikan jutaan orang. Pada waktu itu polisi bersikukuh  Sisca terseret karena rambutnya  tersangkut Gear ban belakang sementara yang menyaksikan rekaman sebagian besar berkesimpulan korban diseret oleh pelaku. Mungkin karena pengalaman itulah akhirnya polisi tidak berani mempublish rekaman CCTV  karena beresiko rekaman itu membuat masyarakat tidak percaya pada penyidikan polisi
Kemarin ( tanggal 7 Februari 2016) sejak jam 8 pagi hingga jam 10 malam polisi melakukan Rekonstruksi di Café Olivier dan  di seputar Mal Grand Indonesia. Rekonstruksi dilakukan dalam 2 versi yaitu Versi Jessica dan Versi Polisi.
Diberitakan bahwa Jessica yang didampingi Pengacaranya menolak untuk melakukan 2 adegan rekontruksi dimana salah satunya ada adegan gerakan tangan menaruh sesuatu (racun) di dalam gelas kopi Mirna dan satunya lagi adegan dimana Jessica marah pada pegawai Café dan menanyakan Kopinya dicampur apa.
Untunglah Jessica didampingi pengacaranya. Kalau tidak  bisa-bisa Jessica akan dikondisikan melakukan adegan dengan gerakan menabur sesuatu di kopi Mirna sehingga Hakim Pengadilan nantinya  tidak ragu untuk memutus vonis Bersalah. Dengan melakukan adegan tersebut secara fisik/sikap dapat disimpulkan bahwa Jessica telah mengakui bahwa dirinya memang menaruh sesuatu dalam kopi Mirna.
Mudah-mudahan polisi memang punya bukti fisik lainnya selain CCTV sehingga tidak perlu berharap dari Rekontruksi dan BAP yang jelas-jelas sudah ditolak oleh Jessica.